"Yang benar? Lao Da jadi profesor?" Jiang Haoyang mendengar perkataan Liu Jiamin sampai meragukan makna kehidupan, katanya mau belajar, kok malah berubah jadi profesor?
Memang kami akui Ren He itu iblis, tapi tolonglah, jangan selalu melakukan hal-hal tak terbayangkan!
Sebelumnya mereka sempat menduga, jangan-jangan Ren He bosan main olahraga ekstrem di dalam negeri jadi ingin coba di luar negeri, soalnya lingkungan untuk olahraga ekstrem di sana lebih bagus.
Tapi Ren He tidak berpikir begitu. Olahraga ekstrem sama saja dimainkan di mana pun, di luar negeri cuma lebih banyak rekan main, tapi Ren He tidak butuh teman dalam olahraga ekstrem - dia memang makhluk kesepian.
Tak ada yang bisa menyamai langkahnya.
Sekarang Jiang Haoyang dan Liu Bing melihat, Waduh, kok bisa jadi profesor?! Profesor 16 tahun? Ini bikin orang normal mana pun yang dengar pasti merasa nggak normal, brengsek?!
Awalnya semua yang lihat video nggak sadar, soalnya baju yang dipakai Ren He sekarang juga belum pernah mereka lihat. Hubungan mereka juga belum sedekat saudara sedarah sampai bisa mengenali seseorang hanya dari punggungnya. Kalau Liu Jiamin nggak ngomongin ini, mereka pun nggak bakal ngeh apakah itu benar-benar Ren He atau bukan.
Tapi setelah dilihat lebih teliti, tokoh utama di video itu memang mirip 7 lapisan aura spiritual dengan Ren He. Yakin sepenuhnya, ketua klub memang pergi ke luar negeri jadi profesor.
Kereen...
Kepala sekolah tua duduk di kantor sambil membaca berita, bingung harus berekspresi seperti apa menghadapi situasi ini. Dia jelas-jelas tahu profesor kecil di Juilliard School itu tak lain adalah Ren He. Dulu surat pengangkatan itu pernah dia lihat sendiri.
Tapi bahkan dia yang sudah berpengalaman sekalipun nggak nyangka kalau Ren He bisa mencapai pencapaian sehebat ini dalam waktu sesingkat itu.
Kepala sekolah tua mencari video tersebut di internet ingin mendengar seperti apa lagu yang ditulis Ren He. Begitu mendengarnya, ia langsung menyukainya. Ia mengangkat cangkir tehnya, meneguk air, lalu berbicara sendiri: "Hei, ini benar-benar bagus."
Sebagian besar guru di Sizhong biasa berkata pada murid: "Jangan biarkan Sizhong menjadi hal paling membanggakan dalam hidupmu."
Kini ada murid yang di usia 16 tahun sudah mencapainya. Kepala sekolah tua tersenyum, Sizhong bangga padamu.
Xia Yuting sedang duduk di rumah Siheyuan miliknya sambil membuka-buka skenario. Asistennya yang kurus di sampingnya tiba-tiba berteriak kagum sambil menatap ponsel: "Yuting, Tiongkok ternyata punya jenius musik seperti ini! Usia 16 tahun sudah jadi profesor di Juilliard School!"
Asisten itu membuka video itu. Melodi indah dari Bab III Pathetik mulai mengalir dari ponsel. Xia Yuting melirik ponsel asistennya lalu terpaku - punggung itu begitu familiar, bukankah itu orang yang kini terus menghantui mimpi dan pikirannya?
“Tadi malam aku baru saja bermimpi tentang Lompatan Keyakinan Ren He di video terbaru Ksatria itu. Pagi musim panas ini, saat Xia Yuting bangun, seluruh tubuhnya terasa lembap.”
“Jiang Haoyang dan yang lain tidak mengenali punggung Ren He, tapi Xia Yuting langsung tahu. Ia duduk termenung di rumah Siheyuan.”
Setelah lama terdiam, Xia Yuting tersenyum: “Aku tahu siapa dia. Aku pernah dua kali menjadi tetangganya.”
“Benarkah?” Mata asisten kurus itu berbinar: “Apakah ia ganteng? Dari punggungnya sih terlihat seperti pria tampan.”
“Hmm... Cukup tampan. Tapi penampilannya itu sekunder. Bakat dan Jiwa-nya-lah harta karun sejati. Nanti kalau kau bertemu, pasti akan mengerti.” Usai berkata, Xia Yuting menunduk melanjutkan membaca skenario, tapi pikirannya telah melayang entah ke mana.
Ya, dia pun tak tahu kapan mulai tergila-gila pada jiwa orang itu. Mereka pernah dua kali menjadi tetangga, tapi hubungan mereka seperti permainan takdir yang kejam.
Xia Yuting tiba-tiba menghela napas dalam hati: Kau adalah tumpukan salju, aku jalan panjang yang panjang. Begitu mentari terbit, kita akan hancur berantakan.
Andai saja matahari ini takkan pernah terbit. Andai salju ini takkan pernah mencair.
Tiba-tiba dia mengangkat kepala: "Jika ada adegan syuting di Amerika, terima saja untukku."
"Hah?" Asisten perempuan kurus itu menyesuaikan kacamata hitamnya: "A-ah, baik, saya paham."
……
Saat ini Ren He masih di atap gedung mengobrol dengan Yang Xi tentang piano. Su Ruqing dan Yang En belum pergi, jadi mereka terpaksa bersembunyi di balkon sambil berbisik-bisik. Tapi bagi mereka, ini justru seru dan menyenangkan.
Ren He memaksa membentuk Yang Xi menjadi calon pengantin cilik ala lolita, lalu mereka berdua masih bermain skenario perselingkuhan di sudut ini...
Tapi Ren He dan Yang Xi punya urusan resmi yang perlu dibahas. Setelah mendengar semua orang memainkan etude hari ini, Ren He menyadari meskipun Yang Xi benar-benar berbakat, dasarnya justru yang paling lemah.
Kalau dipikir-pikir, waktu latihan intensif Yang Xi di piano baru satu tahun. Siklus latihan seperti ini terlalu singkat dibandingkan genius-genius lain yang biasa berlatih keras selama sepuluh tahun dengan durasi 2-3 jam setiap hari.
Meski intensitas latihan Yang Xi lebih tinggi dalam setahun terakhir, dan dia punya dasar bermain gitar yang jadi pondasi dalam teori musik, masalahnya tetap ada. Sekalipun satu hari latihanmu setara dengan dua hari orang lain, bakatmu juga lebih baik, tetap ada perbedaan yang signifikan.
Ren He bahkan mencurigai kemampuan Yang Xi masuk Juilliard School mungkin karena koneksi Yang En dan aura Ratu Musik ciliknya di dalam negeri. Joseph sendiri dikenal sebagai orang yang berani membuat pengecualian untuk meningkatkan pengaruh Juilliard School, jadi dugaan Ren He mungkin memang kebenarannya.
Namun memiliki perbedaan tidak berarti harus mempertahankan jarak ini selamanya, jadi Ren He ingin Yang Xi membeli piano agar bisa berlatih setiap hari di rumah.
Yang Xi sangat setuju dengan hal ini. Dia bukan orang tanpa kesadaran diri seperti gadis lain yang tidak mau mendengar kritik. Dia sangat paham di mana letak kelemahannya, sehingga keduanya pun segera sepakat.
Membeli piano akan memberi alasan sah bagi Ren He untuk sering menginap di tempat Yang Xi setelah Su Ruqing pergi. Meski ciuman pertama justru berasal dari inisiatif Yang Xi, gadis ini masih cenderung pemalu dalam hal lain. Sebagai penerus Sosialisme dan pria bertanggung jawab, Ren He merasa harus lebih proaktif...
Apa hubungannya dengan menjadi penerus Sosialisme?
Yang Xi kembali dan memberitahu Su Ruqing. Mengenai urusan belajar putrinya yang berharga, dia sangat mendukung. Hari itu juga mereka membeli piano tegak dan menaruhnya di kamar Yang En. Bagaimanapun, mereka akan pulang ke Tiongkok dua hari lagi. Sementara Yang En akan kembali ke dalam negeri untuk menerima penunjukan dari departemen organisasi sebagai duta besar baru Tiongkok untuk Washington yang akan kembali ke AS.
Meski pulang lalu keluar negeri lagi terasa seperti tindakan yang tidak perlu, tapi langkah ini tidak mungkin dihilangkan.
Saat Su Ruqing dan Yang En kembali ke Tiongkok, Ren He ikut mengantar ke bandara. Ketika mereka masuk ke pintu keamanan, Ren He tersenyum berkata: "Paman dan Tante, tenang saja. Aku pasti akan merawat Yang Xi dengan baik."
"Siapa yang minta kau rawat? Apa aku pernah menyuruhmu merawat putriku?" Su Ruqing sebenarnya sudah mulai lega, tapi melihat senyum Ren He yang terkesan sangat puas diri...
Sejujurnya, Su Ruqing merasa dirinya adalah ibu mertua paling terhina dalam sejarah - dipaksa menyerah mengakui hubungan mereka oleh menantu sendiri. Benar-benar tak ada tandingannya!
Saat memikirkan begitu banyak identitas Ren He, ia benar-benar tak punya pilihan. Sebagai ibu, dia tidak ingin melihat Yang Xi terjepit di antara. Sama seperti Ren He yang tidak ingin Yang Xi melawan Su Ruqing demi dirinya—inilah pilihan yang paling mempertimbangkan perasaan Yang Xi sendiri.
Setelah ibu mertua dan calon mertua pergi, Ren He tiba-tiba merasa seperti ada belenggu yang terlepas dari tubuhnya... Sangat lega...
……
