"‘Apa judul lukisan ini?’ Tanya Richard tua di belakang Ren He."
Ren He berpikir sejenak, di dalam lukisan itu Yang Xi terlihat keras kepala namun tegas, kekerasan kepalanya bahkan membuat orang merasa iba. Ia tersenyum: "Sebut saja 'Keras Kepala'."
Keras Kepala... Richard tua benar-benar dapat merasakan kekuatan keras kepala dari lukisan ini, emosi pekat dan kaya yang dipancarkan melalui seluruh kanvas. Ia juga paham pasti Ren He sangat mencintai gadis ini hingga memilihnya sebagai subyek lukisan terakhir untuk mengakhiri.
Richard tua yang beruban bahkan mulai iri pada cinta anak muda. Lebih dari 30 tahun sejak bercerai dengan mantan istrinya, ia hidup masih sendiri, akhirnya memilih tinggal di Columbia University. Harus diakui, lukisan ini benar-benar membangkitkan banyak kenangannya.
Lukisan ini terlalu indah, sejak goresan pertama sudah menjadi karya seni. Hanya perasaan yang sepadan dengannya yang bisa menyempurnakan keindahan ini.
Dan sebenarnya karya-karya lainnya terkesan sangat tergesa-gesa, bahkan hanya lukisan Lompatan Keyakinan yang bisa disebut sebagai produk jadi yang memenuhi standar. Tentu saja, Lao Richard tidak tahu apa arti lukisan-lukisan kasar namun berjiwa ini bagi nama Ksatria. Ia hanya memberikan evaluasi sederhana dari aspek teknis.
Lukisan terakhir ini berbeda. Baik dari tingkat keseriusan maupun jiwa yang terkandung di dalamnya, semuanya mampu membuat orang terpana. Lao Richard meremehkan penilaian nilai melalui uang. Bisa dikatakan, menurutnya jika karya ini dipublikasikan, mungkin akan ada satu entri baru dalam katalog karya klasik lukisan realis minyak.
Ren He berkata: "Untuk beberapa waktu ke depan mungkin tidak akan melukis minyak lagi. Aku ingin mendengarkan kuliah umum di akademi. Karya-karya ini semua kutinggalkan di sini, karena tidak ada tempat menyimpannya. Jika suatu saat ada pameran, bisakah Bapak membantu memamerkan yang terakhir ini? Yang lainnya mohon dihancurkan saja," Ia juga ingin melihat reaksi apa yang akan ditimbulkan oleh karya darah hatinya ini. Sedangkan karya-karya lain terlalu banyak mengungkap identitas Kesatria-nya. Jika bukan karena Pak Richard tidak berselancar di internet, mungkin dirinya sudah ketahuan sejak lama.
"Silakan. Beberapa hari lagi akan ada pameran, akan kuantarkan kesana. Sejujurnya akademi sudah tidak punya apa-apa lagi untuk diajarkan padamu. Dengarkan saja kelas yang kamu minati, asal tidak membuat onar," Pak Richard menata semua karya Ren He di sisi ruangan untuk dikeringkan perlahan. Meski karya-karya itu terkesan tidak serius dibandingkan yang terakhir, setiap karya yang memiliki jiwa sendiri selalu dianggap berharga olehnya. Lagipula ruangan masih cukup luas, bisa dianggap sebagai koleksi pribadi.
Kali ini ia tak berniat memperlihatkannya ke orang lain. Beberapa waktu lalu dua sketsa yang diposting online oleh George membuat seluruh sekolah gempar, bahkan kepala sekolah meneleponnya dan berkata: "Tolong murid Anda jangan melukis hal seperti ini lagi..."
Lao Richard juga merasa antara ingin tertawa dan menangis. Hal seperti ada orang yang menasihati muridnya untuk berhenti melukis benar-benar pengalaman pertamanya. Namun ia justru bangga bisa mempertahankan status guru untuk Ren He. Lukisan 《Keras Kepala》 ini diselesaikan persis di bawah kelopak matanya sendiri.
Ren He menghormati seni, karenanya ia sangat menghargai Lao Richard. Sebaliknya, Lao Richard pun memperlakukan Ren He dengan penuh penghormatan setelah sang murid menunjukkan level artistik yang mencukupi. Sikap saling menghargai ini tumbuh secara bertahap.
Ini adalah cara memperlakukan seni yang sejati - tidak terkait usia.
Hari itu Ren He kembali ke apartemen dan langsung mendengarkan Yang Xi berlatih kecapi. Kemajuan Yang Xi sangat pesat, sebagian berkat usahanya yang sangat giat. Yang Xi juga menyadari sesuatu: Ren He sepertinya tak pernah berlatih sama sekali. Namun meski tak berlatih, di kelas piano ia tetap mengajar dan mendemonstrasikan dengan mahir.
Tapi hari ini Ren He terlihat berbeda. Sejak sebulan lalu, ia mulai menyembunyikan diri perlahan-lahan. Api yang membara itu pun ikut meredup.
Namun di mata Yang Xi hari ini, Ren He seakan telah mengalami transformasi. Inti keras itu akhirnya retak, memancarkan nyala api yang lebih gemilang.
Dengan rasa ingin tahu Yang Xi bertanya, "Ada apa denganmu hari ini? Apakah terjadi sesuatu?"
Ren He tersenyum misterius: "Aku akan menjual teka-teki dulu. Dua hari lagi akan kuberikan hadiah untukmu."
Hadiah? Sejujurnya, hadiah terbanyak yang Ren He berikan pada Yang Xi adalah lagu. Hadiah jenis lain memang jarang, malah Yang Xi yang sering memberikannya banyak hadiah.
Namun Ren He yang sekarang enggan bicara, Yang Xi pun tak bertanya. Kejutan dan sukacita selalu paling indah saat disampaikan di momen yang tepat. Yang Xi sangat paham, hadiah yang akan diberikan Ren He pasti mampu memberinya kejutan.
7 hari kemudian, di Pameran Lukisan Realis Era New York, Ren He mengajak Yang Xi pergi.
Sebelum berangkat, Ren He secara khusus berpesan agar Yang Xi membawa kacamata hitam dan masker. Yang Xi kebingungan: "Ini AS bukan Tiongkok. Aku tidak punya banyak penggemar di sini."
Warga Tionghoa perantauan memang menyukai lagu Mandarin. Sepuluh lagu dalam album pertama Yang Xi memang cukup berpengaruh, termasuk yang didengar diaspora di luar negeri. Namun ini tetaplah AS, pengaruhnya masih terlalu kecil di sini.
Jadi meski sesekali masih bertemu orang Tionghoa di jalan yang terkejut berkata: "Ah, apakah kamu Yang Xi, Ratu Musik tingkat atas dari kampung halaman?"
Yang Xi akan tersenyum tenang dan mengakui, namun belum sampai perlu memakai masker dan kacamata hitam. Dia benar-benar tidak tahu mengapa Ren He memintanya membawa masker.
Namun ketika dia mengikuti Ren He masuk ke ruang pamer lukisan realis, dia terguncang melihat potret realis yang ditempatkan di posisi paling mencolok. Perlahan dia melepaskan tangan yang menggandeng Ren He dan mendekati lukisan itu.
Dia tahu, orang dalam lukisan itu adalah dirinya sendiri - dirinya yang paling keras kepala.
Itu adalah diriku yang paling compang-camping saat tiba di barak militer 6000 meter, namun lukisan ini mengandung begitu banyak hal tak terungkapkan. Kegigihan dan sikap keras kepalaku, serta kasih sayang Ren He. Inilah diriku dalam sorot mata Ren He. Hanya dengan melihat lukisan ini, Yang Xi langsung memahami betapa dalam cinta Ren He padanya. Meski compang-camping, rambut kusut, jaket putih yang kotor, saat itu dirinya dalam hati Ren He tetap cantik bagai senja paling memukau di Everest.
Rupanya hadiah yang disebut Ren He adalah ini!
Perlahan ia berbalik memandang Ren He yang tersenyum tenang di belakangnya. Seolah ia telah berdiri di sana selama satu abad, menjaga dan mencintainya dengan setia dalam keheningan.
Yang Xi membuka pelukan dan menerjang ke dekapan Ren He sambil berkata lembut: "Aku mencintaimu, dan tak pernah menyesal mencintaimu."
"Aku juga."
Persis seperti di jalan panjang di bawah lampu jalan saat itu, tetap Yang Xi yang aktif mengucapkan tiga kata ini, sementara Ren He menerimanya secara pasif. Saat itu adalah 'Aku menyukaimu', sekarang 'Aku mencintaimu'.
Perasaan mereka berdua yang telah berlangsung selama satu setengah tahun, melalui rintangan kekuatan eksternal, akhirnya perlahan mencapai kematangan. Cantik atau tidak, mereka akan selalu menjadi yang paling sempurna di mata satu sama lain.
Di ruang pamer yang luas, hanya lukisan realis paling mencolok ini yang jelas bertanda "NONJUAL" tanpa penjelasan siapa pelukisnya, berdiri menyendiri di sana, namun tak seorang pun bisa mengabaikannya.
Karya-karya maestro seni besar berjejer di sampingnya. Biasanya posisi ini ditempati karya paling ikonis atau seniman paling berpengaruh, tapi kini tiba-tiba diisi oleh karya yang bahkan penciptanya pun tak diketahui.
Tapi tak ada yang meragukannya, karena semua orang bisa melihat kekuatan mengguncang jiwa dalam karya ini, yang sama sekali tak kalah dari para maestro!
Siapakah yang melukis ini?! Seorang mahaguru lukisan realis muncul secara tiba-tiba? Hati semua orang dipenuhi pertanyaan!
……
