Kelas yang diatur Lao Richard untuk Ren He adalah kelas mahasiswa baru angkatan 2006, ini murni melepasnya bebas: "Kau suka kehidupan kampus yang bebas? Silakan!"
Sejujurnya karena Lao Richard sendiri tak tahu harus mengajarkan apa lagi kepada Ren He.
Lukisan "Keras Kepala" kini terpajang di kantor Lao Richard, Ren He berencana membawanya pulang ke rumah Siheyuan miliknya saat kembali ke Tiongkok.
Lukisan ini sangat bernilai tinggi, sebelumnya karena alasan Lao Richard diperkirakan memiliki harga awal 10 juta dolar AS. Saat itu banyak yang menganggap valuasi ini terlalu tinggi, berbagai pengusaha memandang rendah lukisan tidak terkenal ini dengan sikap mental meremehkan, merasa tidak sepadan 10 juta dolar.
Namun seiring Yang Xi mendaki puncak industri musik Amerika Utara, situasi berubah. Pertama, keterampilan teknis lukisan ini sama sekali tidak cacat - Lao Richard sendiri harus mengakui ini adalah level puncak dalam kategori lukisan realis, tidak memiliki kekurangan selain proses pembuatan yang terburu-buru.
Dari segi makna, ini adalah karya Kesatria yang berpengaruh global, sekaligus lukisan Kesatria untuk Yang Xi - Ratu Musik generasi baru dunia. Lagu-lagu Yang Xi pun semua ditulis Kesatria, hubungan kedua orang ini memperlihatkan drama seperti sinetron yang membuat semua orang terpana.
Benar-benar memiliki makna yang luar biasa...
Dan hingga saat ini, Kesatria hanya memiliki SATU lukisan yang terungkap ke publik. Sebelumnya sama sekali tidak pernah terlihat karya lain Kesatria. Artinya... ini adalah satu-satunya?
Banyak pengusaha matanya berbinar saat memikirkan hal ini - Apakah Kesatria adalah pelukis profesional? Bukan!
Seorang yang sibuk menulis lagu dan melakukan olahraga ekstrem sepanjang hari, bisakah kau berharap dia menghasilkan banyak karya seni?
Pasti sangat sedikit!
Namun semakin sedikit karya Kesatria, semakin berharga karya yang tersisa, dan potensi apresiasi nilainya pun semakin besar. Ini sudah pasti.
Pada titik ini, bahkan ada yang menawar 19 juta dolar AS untuk lukisan ini, tapi Lao Richard menolak karena kepemilikan lukisan ini adalah milik Ren He.
Naskah-naskah olahraga ekstrem lainnya yang tidak diambil Ren He, Lao Richard boleh menyimpannya sebagai koleksi. Tapi untuk lukisan ini, Ren He memang menginginkannya sendiri. Lao Richard harus menghormati keinginan Ren He, lagipula dirinya sendiri juga tidak kekurangan uang.
Sekarang banyak orang bilang mau mencuri lukisan ini, asal berhasil curi langsung kaya mendadak!
Tapi Ren He tetap bersikeras dengan pendiriannya, tidak mau jual. Dia benar-benar Tak Kekurangan Uang, lagipula hak kepemilikan lukisan ini sebenarnya sudah bukan miliknya lagi, karena dia sudah menghadiahkannya ke Yang Xi!
Yang Xi sampai sekarang masih terus mengincar lukisan ini. Bagaimana jika suatu hari Ren He menjualnya? Diperkirakan Yang Xi bisa menghajarnya!
Saat mengatur kelas untuk Ren He, Lao Richard juga tidak menjelaskan banyak ke guru-guru. Cuma bilang ini murid baru, tidak perlu terlalu mengurusinya. Mau dengar pelajaran silakan, ogah denger ya sudah.
Para guru langsung nyeletuk, "Ini kan tunjangan buat orang dalam?"
Sebenarnya yang tahu identitas asli Ren He bisa dihitung jari. Paling-paling cuma tahu dia murid langsung Lao Richard, tahu dia penulis seri sketsa mengganggu itu. Tapi tak ada yang tahu dia penulis "Si Keras Kepala", apalagi bahwa dia sang Kesatria.
Jika diketahui orang, Ren He pun tak berani kembali ke kelas. Penggemar Kesatria kini tersebar di seluruh jagat. Andai Ren He berani mengungkapkan lokasinya, penggemar akan mengepungnya dalam hitungan menit.
Saat melihat jadwal kuliah, Ren He memperhatikan kelas pertama adalah teori di ruang kuliah bertingkat. Materinya berupa analisis lukisan klasik untuk mengajarkan teknik dan ilmu pengetahuan terkait karya-karya tersebut.
Jumlah mahasiswa akademi seni ternyata sedikit. Dulunya Ren He mengira siswi lebih banyak, tapi di Columbia University rupanya perbandingan pria-wanita seimbang 50:50...
Ren He memilih sudut terpencil untuk duduk. Namun tak lama, seorang pemuda kulit putih yang aktif mendatanginya: "Aku Jack, ketua kelas. Baru pertama kali melihatmu. Apa kau murid kelas kita?"
"Hmm... Saya murid baru yang pindah sekolah ke Columbia University," Ren He menegaskan. Tidak ada pilihan lain selain jawaban ini, karena mustahil menjelaskan alasan tiba-tiba mengikuti kelas.
Jack tersenyum: "Kalau begitu kita teman sekelas sekarang. Jika ada kesulitan apapun, kami akan membantu."
Ren He merenung - mungkin ini cara rutin ketua kelas menyambut murid baru? Meski Jack terlihat akrab selama percakapan, sejujurnya dia tidak merasakan antusiasme berlebihan. Seolah hanya menjalankan kewajiban, bukan benar-benar ingin berteman.
Tentu saja tak ada keharusan bersikap ramah berlebihan. Ren He berpikir lebih baik fokus menikmati ketenangan hidup kampus dengan mengikuti kelas secara teratur.
Fakta menunjukkan mayoritas orang asing memandang mahasiswa Tiongkok dengan stereotip: tidak pandai bersosialisasi, suka berkelompok, ada yang akademis brilian tapi juga yang sekadar numpang lewat.
Di luar negeri, mayoritas mahasiswa Tiongkok lebih banyak bermain dengan saudara sebangsa, tidak berpartisipasi dalam aktivitas sosial, dan tidak bergabung dengan komunitas. Ini sudah menjadi hal yang normal.
Mungkin demikian juga yang ada dalam pikiran Jack. Kemungkinan besar Ren He juga tidak akan terlalu akrab dengan mereka.
Karena alasan inilah, setelah memberi salam pada Ren He, Jack langsung kembali ke tempat duduknya. Sedangkan teman sekelas lainnya bahkan tidak memiliki minat untuk sekedar menyapa Ren He.
Ren He justru senang dengan situasi ini. Baik saat pertama kali melakukan perjalanan waktu ke SMP, maupun kemudian di SMA Negeri 4 Ibukota, teman sejatinya bisa dihitung jari.
Dalam proses tumbuh dewasa, orang selalu percaya bahwa semakin banyak teman berarti semakin banyak cara. Mereka yakin teman-teman pasti siap mengorbankan diri. Namun kenyataannya selalu bertolak belakang.
Seiring waktu, akhirnya akan terbukti bahwa sebagian orang hanyalah teman bermain saat kesepian, bukan teman sejati.
Ren He memahami sebuah prinsip dalam-dalam: 9 dari 10 kata yang kau tahan untuk diucapkan akan kau syukuri di kemudian hari, sementara sebagian besar keterbukaan hati justru akan kau sesali setelahnya.
Teman-teman itu tidak seandal yang kau bayangkan.
Selain itu, Ren He biasanya menganut prinsip ketiadaan guna dalam berteman. Apa itu prinsip ketiadaan guna? Artinya dalam proses pertemanan, ia sama sekali tidak mempertimbangkan apa yang bisa ditolong oleh teman, semata karena keselarasan jiwa yang menyatukan mereka.
Karenanya meski berkeliaran di Universitas Kelulusan Columbus, yang lebih ia kejar adalah menikmati kesehangan hidup kampus. Selama masih di lingkungan kampus, ia merasa bisa terus menyia-nyiakan masa remajanya tanpa beban.
Masuknya mahasiswa baru ke Akademi Seni Rupa sama sekali tidak mengguncang kehidupan kampus besar ini. Kecuali beberapa gadis yang terkesan dengan +3 atribut daya tarik bawaan Ren He, tak ada dampak lain yang muncul.
Tapi yang mengejutkan Ren He, karya yang dibahas di kelas hari ini ternyata adalah lukisan "Keras Kepala" miliknya sendiri.
Ia duduk diam mendengarkan analisis guru - mulai dari evaluasi teknik, lalu aliran seni, sampai akhirnya sang guru mulai melenceng membahas kisah-kisah mistis tentang Kesatria...
Jelas-jelas ini penggemar berat Kesatria! Ren He dalam hati tersenyum, ia paling suka mendengar pujian tentang diri sendiri secara langsung...
Guru mengobrol tentang Kesatria selama puluhan menit. Para murid antusias, tapi tak ada yang sadar sang Kesatria sedang duduk di antara mereka, menyimak dengan penuh minat...
