Separuh kelas terakhir diisi diskusi tentang Kesatria. Saat menyebut identitas Tiongkok sang Kesatria, beberapa murid refleks melirik Ren He - tapi hanya karena mereka sesama orang Tiongkok belaka.
Tak seorang pun menyangka siswa pertukaran yang rendah hati ini adalah Kesatria. Sang Kesatria begitu menyilaukan hingga seluruh dunia memandangnya dengan saksama, sementara Ren He bahkan nyaris tak punya penghuni yang layak di kelasnya.
Ren He geli. Saat semua orang menatapnya, sempat ia kira dirinya akan terbongkar. Ternyata baru sadar itu cuma asumsinya sendiri – orang-orang ini sama sekali tak mengaitkannya dengan Sang Kesatria.
Kesan terbesar kelas terhadap Ren He adalah... tidak ada kesan sama sekali.
Saat jam makan siang, Ren He biasa makan sendirian. Di hari tanpa kelas, ia akan menyambangi lapangan basket untuk ikut bermain seadanya. Begitulah kesehariannya sebagai murid.
Di kelas memang tak punya keberadaan, tapi di lapangan basket justru ia kenal beberapa teman. Meski tak sengaja menindas orang dengan kemampuan fisiknya, fakta itu tak bisa diabaikan. Sesekali Ren He bahkan iseng melakukan slam dunk – hal yang mustahil di kehidupan sebelumnya!
Ren He di kehidupan sebelumnya memang sering main basket saat SMA, hanya saja kemudian sepenuhnya menjadi hikikomori - atribut hikikomori-nya menenggelamkan segala sesuatu...
Para pemain basket di sekolah tahu ada siswa pertukaran dari Tiongkok yang jago bermain, kuncinya fisiknya sangat bagus.
Dalam kesan siswa AS, siswa Tiongkok jarang berolahraga, tapi yang satu ini agak berbeda.
Tapi basket hanyalah episode kecil dalam kehidupan Ren He, prioritasnya bahkan tak sebanding dengan Dota.
Belum sempat menikmati ketenangan beberapa hari, suatu pagi ketika Ren He sedang mengikuti kelas sketsa dan baru menyelesaikan lukisan model di kertas gambar, Lao Richard tiba-tiba muncul di pintu studio lukis sambil menggerakkan jari memanggilnya.
Pandangan semua orang langsung terpusat pada Ren He. Siapa Lao Richard sudah jelas bagi mereka - maestro seni kontemporer yang karyanya terjual dengan harga selangit saat masih hidup, posisinya di dunia seni Amerika Utara sangat terpandang.
Dan sebagian alasan banyak orang memilih Akademi Seni Universitas Columbia bahkan karena kehadiran Lao Richard di sini. Selama setengah tahun, selalu ada satu atau dua kelas terbuka yang diadakan Lao Richard.
Banyak yang ingin menjadi murid Lao Richard, namun masalahnya sang maestro memiliki watak yang sangat aneh. Ia memilih murid sendiri dari karya PR atau ujian, hampir tidak pernah bertemu langsung dengan siswa, dan setiap hari mengurung diri di studio lukisnya.
Maka terciptalah kebiasaan yang baik di Akademi Seni Columbia: semua PR dan ujian diperlakukan dengan serius oleh setiap orang...
Hanya berharap suatu saat Lao Richard juga bisa melihat karyanya dan menerimanya sebagai murid.
Tapi kenyataannya, untuk bisa terpilih oleh Lao Richard itu mustahil! Bertemu langsung saja sudah sulit!
Namun kini Lao Richard itu sendiri tiba-tiba berdiri di pintu studio, melambai pada murid Tiongkok paling transparan dan tak memiliki penghuni yang layak di kelas?!
Apa ini keadaannya? Ren He langsung menjadi fokus pandangan seluruh kelas, seolah semua ingin menyelidiki sesuatu dari wajahnya.
Mereka semua memikirkan beberapa pertanyaan: Pertama, mahasiswa pertukaran ini berasal dari Tiongkok, mustahil ia kerabat Lao Richard.
Kedua, jangan-jangan mahasiswa ini terpilih oleh Lao Richard melalui PR terakhir? Apakah Lao Richard akan menerima murid langsung lagi? Murid sebelumnya bahkan tak diketahui siapa, tak pernah sekalipun terlihat! Anak-anak itu sungguh menyebalkan, merebut kuota kami lalu membuat dua sketsa yang bikin mual, benar-benar tak jelas apa niatnya!
Beberapa mulai merasa iri pada Ren He. Kesempatan menjadi murid Lao Richard bagai melesat ke puncak. Para siswa seni sebenarnya paham betul: pepatah "guru ahli melahirkan murid hebat" selalu terbukti. Kasus Belajar otodikai itu langka, keberadaan mentor berkualitaslah yang menjadi kunci pencapaian tingkat tinggi.
Ren He melihat Lao Richard juga tertegun, ia sedang menggambar sketsa. Model yang diundang hari ini masih seorang wanita cantik, tapi bukannya kabarnya harus telanjang bulat sebagai model? Kenapa yang ini masih berpakaian tertutup rapat...
Penilaian buruk!
Ia mencuci tangan lalu mengikuti Lao Richard keluar. Saat itu beberapa orang ingin melihat sketsa yang sedang digambarnya, ingin mengetahui level sebenarnya sampai bisa dilirik Lao Richard. Papan lukisan dan peralatannya masih tertinggal di studio.
Begitu melihatnya, semua terpana. Gadis model dalam gambar itu seolah hidup, senyuman dan kerutan dahinya terlihat hidup dan realistis. Sketsa ini sudah mencapai tingkat fotografi!
Para siswa yang menonton terpaku. Pantas saja ia dipanggil Lao Richard, ternyata mahasiswa asing ini adalah ahli sejati yang menyembunyikan kemampuan! Mereka tak mungkin bisa menghasilkan level seperti ini!
Ren He sambil mengikuti Lao Richard berjalan keluar bertanya dengan tersenyum lebar: "Ada apa? Ini juga jarang-jarangmu keluar dari studio lukismu, ada rencana besar apa nih?"
Lao Richard dengan kesal berkata: "Segeralah mempersiapkannya untuk mengangkut lukisanmu, menyimpannya di sini sudah tidak aman lagi."
"Apa yang terjadi?" Kali ini Ren He benar-benar terpaku, apa maksudnya tidak aman? Dari sikap Lao Richard ini sepertinya bukan becanda, jangan-jangan ada kejadian apa.
"Brankas saya pernah dicongkel sekali, meski tidak terbuka. Tapi saya rasa sangat mungkin akan ada yang datang lagi. Tempat ini sudah belasan tahun tidak pernah kemalingan, tidak mungkin tiba-tiba ada maling, apalagi lebih dari satu orang. Sepertinya mereka mengincar lukisanmu itu," kata Lao Richard serius. Lukisan "Keras Kepala" telah dipindahkan dari pameran kembali ke studio Lao Richard dan dikunci dalam brankas. Alasan dia menyebut pelaku menargetkan "Keras Kepala" cukup logis: Ada dua lukisan jadi lainnya yang sedang dianginkan di tempat teduh di sebelah sama sekali tidak disentuh, jelas ini bukan serangan yang ditujukan padanya!
Perasaannya juga campur aduk. Dua karyanya itu jika dilepas ke pasar minimal bernilai ratusan ribu. Tapi kalian yang sudah datang malah tak mengambil satupun karyanya. Kalian meremehkan siapa ini?!
Tanpa perbandingan tak ada luka. Lao Richard merasa gerombolan pencuri ini sekarang sedang melukainya secara terang-terangan!
Ada brankas besar di studio Lao Richard yang diketahui Ren He. Bagaimanapun juga nilai diri Lao Richard sendiri sangat tinggi. Satu lukisan jadi saja jika dilepas ke pasar gelap bisa terjual ratusan ribu bahkan jutaan dengan mudah.
Makanya dia memang perlu menyediakan brankas.
Kaum penyembah Barat di dalam negeri selalu bilang, "Ah, keamanan di luar negeri bagus, masyarakat luar negeri sangat damai..."
Damai telur anjing! Di New York saja tidak bisa jalan sendirian di daerah terpencil. Pergi satu putaran lalu kembali ke dalam negeri, baru akan paham: kampung halaman sendiri lah yang benar-benar aman!
Dan beberapa kerajaan ajaib seperti India, ya ampun, seorang perempuan yang ingin menjamin keselamatannya bukan dilihat dari apakah dia pergi ke tempat terpencil atau memiliki teman, tapi sepenuhnya bergantung pada nasib!
Menyerahkan nyawa pada takdir, tak ada hal yang lebih omong kosong daripada ini...
Hanya saja, kejadian yang diceritakan Lao Richard agak aneh - pihak lawan mencoba membobol brankas... tapi gagal?!
Ren He menyatakan hatinya sama sekali tanpa gejolak, malah... sedikit ingin tertawa.
Brankas usang milik Lao Richard itu dibeli belasan tahun lalu. Meski besar, teknologinya sebenarnya sudah ketinggalan zaman. Yang bisa terkecoh oleh brankas seperti ini hanyalah orang yang sama sekali tidak menyangka ada brankas di sini...
Bahkan ia bisa membayangkan sekumpulan pencuri amatir yang girang datang ke studio lukis Lao Richard, lalu melihat brankas sebesar itu - keputusasaan di hati mereka...
