Bab 403: Tidak Bisa Ditahan Lagi!

Kategori:Game&Kompetitif Penulis:Siku yang bisa bicara Jumlah Kata:1067 Update:25/04/01 13:43:05
  Ibu Ren sekarang semakin senang melihat Ren He. Anak kandungnya memang berbeda, tetap berpihak pada ibu!   Sementara Paman dan Paman Kedua Ren He mulai geli di selangkangan. Bagaimana bisa merintis usaha akhirnya malah hampir menjadi anak perusahaan yang dikendalikan istri kakak sendiri...   Mereka bisa menerima? Tentu tidak! Tapi bagaimana membantah juga merupakan ilmu, sampai sekarang mereka masih bingung apakah Ren He benar-benar memikirkan mereka atau sengaja mengganggu mereka.   Jika dikatakan sengaja mengganggu mereka, mereka masih agak tidak percaya, mengingat usia Ren He masih sangat muda, hanya seorang siswa SMA belaka.   Meski SMA Negeri 4 Ibukota reputasinya terkenal, tapi siswa SMA tetaplah siswa SMA.   Mungkinkah seorang siswa SMA bisa memikirkan cara tindakan drastis seperti ini? Jadi keduanya masih menganggap Ren He justru membantu secara terbalik...   Mereka tidak bisa langsung menolak, karena Ren He sudah menuduh dengan topi "persatuan keluarga" - kalau tidak setuju berarti menentang persatuan keluarga!   Puluhan gerai jika dikonversi ke dana berapa nilainya? Puluhan juta lho! Orang rela menginvestasikan puluhan juta untuk kerjasama bisnis demi persatuan keluarga, tapi hasilnya malah kamu yang menentang!   Paman Kedua tampak dalam posisi sulit, Paman Kecil yang lebih lincah berpikir, ia tersenyum: "Mana mungkin mengambil keuntungan besar dari istri kakak? Kami tidak berani menerima. Tak apa, kita pelan-pelan saja."   Semua orang tahu ini cuma alasan. Jika benar-benar diberikan cuma-cuma pasti diterima, tapi situasi sekarang jelas berbeda...   Paman Kecil sangat paham: Jika benar terjadi kerjasama, direktur keuangan yang dikirimkan kakak iparnya pasti bukan orang biasa. Jangankan melawan kakak ipar, direktur keuangan ini saja mungkin tak mampu ditandingi...   Ibu Ren juga tidak mengejar terlalu keras. Bagaimanapun ini adik kandung suaminya. Keharmonisan keluarga tetap lebih penting. Ia tersenyum: "Kalau begitu pertimbangkan dulu, ya? Mari kita makan dulu."   "Iya, iya, makan!" Paman Kedua cepat-cepat menyambut.   Paman Kecil juga mengalihkan topik: "Anakku tahun lalu menerima hadiah dari kakaknya, tahun ini malah berkeras ingin membalas hadiah. Ren Qiang, cepat keluarkan hadiah untuk kakakmu!"   Lao Ren tertawa: "Wah, Ren Qiang sekarang sudah begitu paham ya, bagus bagus, sudah besar, ini namanya balas budi."   Seluruh keluarga senang melihat para junior begitu rukun. Keharmonisan keluarga sebenarnya bisa meningkatkan kebahagiaan. Jika antar kerabat mengurangi akal-akalan, saling membantu, tak ada yang menganggap pihak lain bodoh, alangkah indahnya.   Kenyataannya, seringkali orang merasa bahwa saudara sedarah malah tak sebanding dengan seorang teman yang kebetulan bertemu.   Semua terlihat gembira, hanya alis Ren He yang terangkat. Ia terus dihantui firasat buruk: Akankah si anak bandel ini mulai berulah?!   Si anak bandel Ren Qiang susah payah memeluk sebuah kotak kecil mendekati Ren He, sambil tersenyum lebar berkata: "Kakak, terima kasih untuk hadiah tahun lalu yang membuat kemajuanku pesat. Ini hadiah pilihanku khusus untukmu."   “Hmph, terima kasih ya,” Ren He dengan tenang menjemput kotak itu dan membukanya. Wajahnya langsung memerah saat melihat isinya: Lima Tahun Ujian Nasional Tiga Tahun Simulasi!   Total 9 buku: Politik, Sejarah, Lahan, Fisika, Biologi, Kimia, Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, Matematika...   Sepanjang apapun jurusan IPA-IPS, tidak ada satu mata pelajaran pun yang terlewat!   Bisa lah, tahun lalu saya cuma memberi dua set pekerjaan rumah liburan musim dingin. Tahun ini kamu meniru saya dengan memberi hadiah yang lebih besar. Bagus, bagus.   Kakak memang tidak salah menilai, kamu benar-benar pria sejati!   Tanpa disadari, anak bandel ini memang punya potensi menjadi penguasa kejam. Tadi saat semua orang sedang mengobrol, diam-diam ia menyelinap ke kamar Ren He untuk memastikan tidak ada kotak hadiah seperti tahun lalu. Benar-benar taktik "mengenal diri sendiri dan lawan untuk menang seratus pertempuran".   Jika di masa lalu, Ren He pasti akan membalasnya dengan beberapa set pekerjaan rumah liburan. Tapi sekarang tidak bisa. Ren He sedang menjalankan misi. Jika ingin melawan si anak bandel, dia harus mengaku pada Ibu Ren tentang studinya di Juilliard School. Masalahnya, dia belum ingin terekspos!   Selain itu, efek balasan pekerjaan rumah liburan terhadap si anak bandel tampaknya tidak sekuat dulu. Bocah ini yang telah menahan rasa malu sampai hari ini, menggunakan metode "melukai seribu musuh sambil menanggung kerugian delapan ratus" untuk menjebak Ren He, pastinya sudah mempersiapkan mental.   Namun daya penghancur "Lima Tahun Ujian Nasional Tiga Tahun Simulasi" ini terhadap Ren He jauh tidak sekuat itu! Meski terkejut melihat si anak bandel berani melawan berulang kali, hati Ren He tetap tenang...   Dengan tersenyum lebar dia berkata: "Terima kasih, tapi kakak bersekolah di SMA Negeri 4 Ibukota. Soal ujian ibukota dibuat independen. Kami tidak membutuhkan ini, kamu... terima kasih ya."   Ren He awalnya berniat mengatakan "Simpan saja untukmu sendiri", namun mempertimbangkan kemungkinan frasa ini akan masuk dalam kategori perlawanan oleh Sistem Hukuman Langit, akhirnya ia menahan diri dengan paksa untuk tidak mengucapkannya.   Kejadian ini benar-benar membuatnya jijik. Ren He bukanlah pemaaf, balas dendam selalu dituntaskannya di tempat. Sistem Hukuman Langit yang memahami karakter ini dengan baik, sengaja menjijikkannya dengan sempurna!   Meski daya penghancur si anak bandel tahun ini tidak sekuat yang dibayangkan, masalahnya Ren He sama sekali tidak ingin membiarkan kesombongan si bocah ini!   Benar-benar jijik membuka pintu untuk kejijikan, jijik sampai ke rumah!   Si anak bandel tertegun. Ia memang belum mempertimbangkan soal independensi kertas ujian ibukota. Persiapan setahunnya ternyata dihancurkan dengan mudah?   Tidak boleh! Jika dendam masa lalu tak terbalaskan, menurutnya hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan sehatnya!   Lao Ren tersenyum: "Ren He, terimalah. Ini sikap dasar sang adik."   “Bagus,” Ren He tertawa, lagipula surga tinggi kaisar jauh, tak ada yang mengawasinya menulis benda ini. Menerima atau tidak sebenarnya sekunder.   Tapi meski Ren He sudah menerima, anak bandel itu terus merasa tak nyaman. Perasaan amarah terpendam yang tak terlampiaskan ini benar-benar menyiksa.   Tiba-tiba matanya berbinar saat teringat sesuatu yang dilihatnya di bawah tempat tidur Ren He tadi!   Anak bandel itu diam-diam menyusup lagi ke kamar Ren He. Beberapa saat kemudian, saat semua sedang mengobrol di sofa, si anak bandel berjalan mendekati Ren He dengan tangan terkunci di belakang punggung...   Persis ketika Ren He mulai merasa ada yang tak beres, ia melihat si anak bandel mengulurkan tangan memegang pistol air kecil yang pernah dimainkannya dulu, lalu menembakkan "biubiubiu" ke wajahnya...   Ya ampun, benda ini saja bisa kau temukan?! Refleks Ren He bukanlah level manusia biasa. Dalam keadaan sudah waspada, mustahil anak bandel itu bisa mengenainya dengan pistol air.   Namun! Ren He sampai terpana, anak bandel tetaplah anak bandel, karena tak bisa menang secara intelektual lalu memilih kekerasan?!   Gerakan provokatif yang terus-menerus seperti ini benar-benar tak bisa ditahan lagi!   Ren He memalingkan wajah ke Ibu Ren dan berkata: "Bu, aku mau ngomong sesuatu ke Ibu."   ……