Tentang sekolah SMA Ren He, Sekolah 13 pasti mengetahuinya. Sebab untuk memindahkan berkas siswa, harus ada surat penerimaan resmi dari SMA Negeri 4 Ibukota terlebih dahulu.
Waktu itu, Lao Liu dan Lao Xie setiap hari memikirkan apakah Ren He akan masuk ke Sekolah 13. Terutama Lao Xie - jika tidak ada halangan, dan jika Ren He bersikeras masuk ke bagian SMA Sekolah 13, dialah yang akan menjadi wali kelasnya. Hal ini sudah seperti teka-teki yang pasti, bahkan Lao Liu sudah memberinya isyarat samar.
Faktanya saat ia menjadi wali kelas Ren He belum terjadi masalah apa pun, orang lain tidak boleh...
Ketika Sekolah 13 menerima surat penerimaan dari SMA Negeri 4 Ibukota, malam itu mereka berdua minum dua gelas kecil untuk merayakannya. Dulu mereka sama sekali tidak percaya dengan kisah kuno tentang orang yang menyalakan petasan saat seseorang meninggal, sekarang mereka percaya, bahkan mereka sendiri ingin menyalakan petasan!
"SMA Negeri 4 Ibukota, Ren He pindah ke SMA Negeri 4 Ibukota," kata Lao Xie dan Lao Liu dengan keyakinan. Hal ini pasti tidak akan ada kesalahan sama sekali.
SMA Negeri 4 Ibukota? Yuan Peng tertegun. Ibukota? Astaga, garis waktu perjalanan Kesatria ke ibukota ini hampir bersamaan!
Meski kali ini tidak melihat wajah asli Ren He, hasil terbesar adalah setidaknya sebagian garis waktu telah cocok. Apa ciri khas Kesatria? Bagi Yuan Peng yang ingin membuktikan pandangan tertentu, sebenarnya terletak pada garis waktunya.
Wartawan lain sama sekali tidak mengaitkan Ren He dengan Kesatria, sehingga muncul masalah blind spot dalam wawasan.
Namun ketika Yuan Peng yang yakin betul Ren He adalah Kesatria itu muncul, mencari petunjuk kecil di dalamnya sama sekali tidak sulit.
Garis waktu seperti ini, sangat mustahil baginya untuk menyembunyikannya.
Dalam kegembiraannya, Yuan Peng bahkan tidak pamit pada Lao Xie dan Lao Liu sebelum berbalik pergi langsung. Ia menuju SMA Negeri 4 Ibukota!
Garis waktu sudah terbukti setengah, asalkan menemukan informasi Ren He dan memastikan ia pergi ke AS, meski tak bisa bertemu langsung, keyakinan dalam hatinya sudah bulat!
Tapi ada masalah yang membuat Yuan Peng geli di selangkangan.
Seandainya wartawan lain yang menemukan petunjuk ini, pasti sudah bisa mulai menulis naskah. Tak peduli apakah Ren He benar Kesatria atau bukan, begitu kuunggah pasti ada yang akan membuktikan.
Tapi Yuan Peng tidak boleh. Karena pernah memposting 'berita palsu', tanpa bukti konkret yang bisa dijadikan palu godam, ia sama sekali tidak bisa mengunggahnya.
Dan jika dia memberitahu orang lain tentang hal ini, ahli yang berpengalaman pasti tahu ini sangat memadai. Siapapun akan merasa ada terlalu banyak kecurigaan antara Ren He dengan Kesatria. Jika bukan karena titik buta persepsi, mereka pun bisa memikirkan masalah ini!
Seperti Zhongtong, Shentong, Yuantong, dan Yunda di kehidupan sebelumnya - tanpa laporan membongkar, siapa brengsek yang tahu mereka ternyata keluarga kita! Kamu sama sekali tidak mengarah ke spekulasi liar ke sana, sehingga muncul titik buta persepsi. Sebelum menemukan materi udara, semua orang tak menyadari keberadaan zat ini. Mereka terbiasa dengan sifatnya yang tak berbobot, tak berwarna, dan tak berbau, mengira itu tidak ada.
Tapi masalah Ren He ini terlalu serius. Asal ada yang bersusah payah memverifikasi, sangat mudah untuk membuktikan segala sesuatu ini.
Jika Yuan Peng membocorkan informasi sebelumnya, kemungkinan hasilnya dipetik orang lain sangat besar. Karena sejarah berita palsunya membuat posisinya sangat terpandang.
Yuan Peng menyesal tidak menyelidiki secara menyeluruh dulu. Andai saat itu sudah jelas, mana mungkin ada masalah sebanyak ini sekarang. Pada dasarnya, dulu dia terlalu tergesa-gesa mengejar kesuksesan instan.
Karena itu, sekarang dia HARUS menemukan bukti konkret yang tak terbantahkan.
Lao Xie dan Lao Liu saling pandang bingung melihat punggung Yuan Peng. "Wartawan ini kok tidak sopan sekali? Apa sesulit itu mengucapkan selamat tinggal?"
Yuan Peng sudah tidak peduli. Dia harus berlomba dengan waktu - siapa tahu tiba-tiba ada wartawan lain yang kepikiran menghubungkan Ren He dengan Kesatria?
Dia langsung membeli tiket pesawat hari itu ke ibukota. Begitu tiba, bergegas menuju SMA Negeri 4 Ibukota tanpa jeda.
Saat sampai di gerbang sekolah, dia menunjukkan kartu pers ke satpam sambil tersenyum: "Halo, saya wartawan. Ingin mewawancarai guru di sekolah ini."
Sang kakak satpam bergumam keras: "Tidak boleh."
Yuan Peng terpana, kartu persnya yang biasanya selalu bisa digunakan tiba-tiba tidak berlaku. Biasanya ke mana-mana dia tidak pernah bayar tiket masuk, cukup tunjukkan kartu pers langsung bisa masuk.
Wartawan adalah raja tanpa mahkota!
Faktanya memang banyak wartawan nakal. Ada orang seperti Bai Yansong yang hanya menyuarakan kebenaran, tapi juga ada 'kuda hitam' yang memperlakukan kartu pers seperti pedang legendaris: masuk area wisata tanpa bayar, masuk pabrik minta amplop merah, kalau tidak dikasih akan dibongkar!
Perilaku oknum-oknum inilah yang membuat status sosial profesi wartawan merosot tajam.
Yuan Peng bersikeras: "Kartu pers saya asli!"
"Kalau palsu malah boleh masuk, yang asli justru tidak boleh," jawab satpam sambil tertawa. Orang ini rupanya sama sekali tidak paham aturan SMA Negeri 4 Ibukota.
Aturan yang paling terkenal adalah WARTAWAN DILARANG MASUK agar tidak mengganggu kehidupan normal murid!
Ini adalah aturan yang ditetapkan kepala sekolah tua sejak dulu. Para bos besar wartawan di lingkaran ibukota pun tak akan melanggar pantangan ini untuk menghina Sizhong. Hasilnya, wartawan kecil dari luar kota ini mengandalkan kartu persnya saja berani mencoba masuk?
Perkataan kakak satpam juga benar. Jika dia mengaku sebagai orang tua murid, mungkin bisa ditoleransi untuk masuk. Tapi karena terang-terangan menyatakan diri sebagai wartawan, kalau diizinkan masuk, dia sendiri pun tak perlu bekerja lagi...
Yuan Peng juga terpaku. Dari Luocheng mana mungkin dia tahu aturan SMA Negeri 4 Ibukota? Setelah berpikir, dia menyimpan kartu pers ke saku dan berkata pada satpam: "Permisi, saya orang tua murid. Bolehkah saya masuk?"
Sang satpam sampai terpana. Apa kau anggap saya lemah pikiran, atau memang dirimu sendiri yang kurang waras?
Yuan Peng kini sama sekali tak bisa masuk gerbang sekolah. Terpaksa menunggu di depan gerbang. Saat ini dia memang tak punya cara lain.
Menunggu hingga sore hari sepulang sekolah, Yuan Peng sekilas melihat beberapa murid keluar, lalu bertanya: "Halo, teman sekelas, saya ingin bertanya, apakah kamu tahu ada siswa bernama Ren He di Sizhong?"
Tiga empat orang yang hendak pulang bersama tertegun mendengar pertanyaannya. Ren He? Masih adakah orang di Sizhong yang tidak mengenal Ren He? Tidak...
Saat Ren He mendirikan Klub Qinghe dan memperkenalkan senjata pamungkas seperti Permainan Pembunuhan, hal itu sudah menggemparkan seluruh sekolah!
Semua orang pernah memainkan Permainan Pembunuhan, dan kini permainan itu telah menjadi permainan tingkat dunia. Prestasi seperti ini sulit ditandingi bahkan oleh siswa SMA paling berbakat sekalipun.
Tahun ini, seleksi Beasiswa Qinghe telah dilakukan sekali, jumlahnya bahkan melebihi Beasiswa Nasional di universitas. Konon ini baru sebagian, bagian lainnya dengan persetujuan Ren He telah diinvestasikan oleh kepala sekolah tua untuk penelitian ilmiah.
Dan beasiswa ini sama sekali tidak berarti bagi siswa Sizhong, yang mereka perhatikan adalah beasiswa internal Klub Qinghe!
