Malam yang penuh gejolak. Seluruh pinggiran New York perlahan mendidih setelah dentuman senjata mereda.
Terlalu banyak kejadian malam ini - yang diperkirakan, yang tak terduga, yang seharusnya terjadi, yang tak seharusnya terjadi - semuanya berlangsung sekaligus.
Warga setempat menelepon kantor polisi berkali-kali tengah malam, namun tak ada polisi yang datang. Sejak aksi dimulai, kantor polisi sudah menerima panggilan dari Badan Keamanan Nasional yang memberitahu operasi ini, melarang pihak lain mengganggu.
Saat itu, mereka seolah sudah yakin akan menang.
Badan Keamanan Nasional AS selalu sangat tertarik dengan sosok Yang En. Sebelumnya, subjek telah bekerja lama di zona perang, bahkan hingga baru-baru ini masih melakukan kunjungan akademik ke 16 negara dengan status ahli medis.
Apa yang dibahas? Banyak pihak ingin mengetahuinya.
Namun misi yang semestinya harus berhasil ini justru membuat mereka mengalami kegagalan, dengan kerugian hampir satu kelompok operasional penuh.
Saat petinggi menerima laporan operasi kali ini, ekspresi wajahnya berubah-ubah antara gelap dan terang. Bagian awal laporan terlihat normal, sampai kemunculan sniper misterius itu yang tiba-tiba mengacaukan seluruh permainan.
Mereka berusaha mencari identitas atau ciri fisik melalui rekaman CCTV, namun subjek tampak sengaja menghindari mayoritas kamera pengawas. Lagipula ini kawasan suburban, di periode tahun 2007 ini jumlah pemantauan memang lebih sedikit.
Beberapa kamera di persimpangan sempat merekam siluetnya, tetapi kecepatan pergerakannya yang ekstrim membuat rupa wajah tak terbaca jelas - secepat apa gerak larinya?
Personel Badan Keamanan Nasional memblokir seluruh lokasi kejadian. Sejumlah besar personel memasuki area ini untuk mengumpulkan jejak pertempuran, merekonstruksi jejak balistik dan bekas pertarungan lainnya, mencoba merekonstruksi situasi pertempuran saat itu.
Salah satu tim yang dipimpin pria kulit putih terlihat mencolok. Mereka terus mengukur jarak dari medan perang di permukaan tanah hingga gedung tinggi, kemudian segera menuju gedung 10 lantai yang menjadi titik sniper tersebut.
Mereka terus penasaran bagaimana lawan sendirian bisa menerobos titik sniper dalam sekejap. Padahal kelompok operasi ini berisi pasukan elite pilihan, bagaimana mungkin seperti laporan pertempuran menyebutkan pertarungan di platform tinggi berakhir hanya dalam hitungan detik?
Pria kulit putih itu mengitari gedung dengan observasi teliti. Di hatinya telah ada penilaian awal, namun masih ada keraguan. Ia ingin menemukan bukti konkret yang tak terbantahkan dengan kemampuannya sendiri.
Tiba-tiba matanya berbinar, melihat di dinding samping gedung tinggi yang seharusnya berdebu, terdapat jejak terang - ada yang memanjat dari sini ke atap gedung!
Seperti yang dibayangkannya, pintu masuk atap gedung yang dijaga ketat mustahil ditembus dengan paksa melalui penekanan tembakan. Bahkan 3-5 orang sulit menembus tekanan tembakan vertikal di area sempit itu. Kemungkinan besar lawan naik dari sisi samping, membuat petarung di atap terkejut!
Lantai 10! Anggota kelompok operasi memang bisa memanjat setinggi itu, tapi setelah memanjat masih punya stamina untuk bertarung? Apalagi menurut laporan pertempuran... lawan itu bahkan menembak sambil menggendong senapan sniper!
Ini konsep apa? Dia yang mengaku sebagai pasukan elit di antara pasukan operasi, bahkan di puncak energinya pun tak bisa menembakkan lebih dari 20 peluru dengan senapan runduk.
Rekoil itu sama sekali bukan hal yang bisa ditahan orang biasa, bahkan saat kondisi fisik masih utuh sekalipun.
Tapi lawan itu memanjat 10 lantai dengan tangan kosong, lalu setelah bertempur masih punya sisa tenaga untuk mengarahkan senapan dan menembak lebih dari 20 orang.
Masih pantas disebut manusia?!
Banyak orang pernah mengalami situasi seperti ini: Setelah mengangkat barang berat dalam keseharian, lengan yang kehilangan tenaga akan gemetar saat digunakan bekerja.
Tapi tangan lawan itu stabil! Kalau tidak, mustahil bisa membunuh begitu banyak orang dengan presisi!
Stabil seperti Gunung Tai!
Sungguh lawan yang mengerikan! Saat mengambil senapan runduk di arena tinggi itu, seolah ia telah menggenggam kendali nyawa semua orang. Kehidupan tak lagi menjadi milik mereka sendiri.
Pria kulit putih datang ke atap gedung untuk melanjutkan pencarian jejak. Dalam konsepsi mereka, ini adalah medan perang pertama kali beliau muncul, mungkin bisa menemukan sesuatu?
Ia mengamati dengan seksama di atas gedung: posisi selongsong peluru, postur mayat yang terjatuh. Pria kulit putih berusaha merekonstruksi adegan pertempuran saat itu.
Pihak lawan melompat naik dari samping, melangkah menyamping mengikuti jejak sepatu yang tergores di permukaan tanah, dan secara bersamaan melepaskan tembakan!
Pria kulit putih mengenakan sarung tangan putih mengangkat pistol personel tempur yang berjongkok di pintu. Ia membuka magazen - hanya menggunakan 1 peluru...
Artinya, personel tempur di pihak mereka hanya sempat menembak sekali sebelum menemui ajal.
Sedangkan sang sniper lebih mengenaskan lagi, sama sekali tidak sempat melepaskan tembakan.
Pria kulit putih seolah bisa membayangkan betapa cepat dan pasti gerakan lawan setelah melompat ke platform. Selongsong peluru pistol lawan hanya dua buah yang berserakan di pinggiran platform: total hanya dua tembakan, setiap peluru ledakkan kepala.
Segera setelah itu, lawan mulai mengarahkan senapan runduk dan memulai pembantaian tak segan bertindak.
Pria kulit putih itu menghirup napas dingin, sosok level ini di wilayah AS bagaikan bom waktu yang berbahaya, kejam dan licik dengan kemampuan tempur yang sangat dahsyat.
Kekuatan satu orang memang tak bisa melawan mesin negara, tapi bagaimana jika targetnya sama sekali tak terlacak? Lawan bagaikan bayangan berbahaya yang menyembunyikan diri dalam kegelapan, siap memberikan pukulan mematikan kapan saja.
Pria kulit putih itu memerintahkan anak buahnya mengangkat kedua mayat personel tempur: "Bawa untuk pemeriksaan analisis balistik, cocokkan jejak laras. Cek apakah pistol ini pernah muncul di lokasi lain."
Faktanya, saat peluru ditembakkan dari laras senjata, gesekan dengan alur heliks tak terhindarkan akan meninggalkan pola unik pada selongsong peluru. Dua peluru dengan pola gesekan identik pasti berasal dari laras senjata yang sama.
Hal ini ibarat sidik jari manusia, benar-benar satu-satunya.
Dalam basis data, setiap peluru yang pernah ditemukan akan memiliki catatan larasnya, mendeskripsikan kapan peluru ini diperoleh, kejadian saat itu, siapa pemilik senjata ini, dan sebagainya.
Pria kulit putih itu memikirkan satu pertanyaan: Mungkinkah ini sosok berbahaya yang sudah dikenal? Mungkin jejak laras bisa memberikan sedikit petunjuk.
Tapi setelah dipikir-pikir, dalam ingatannya sepertinya tak ada siapa pun yang mampu mencapai level sekuat ini!
Kini tak ada cara lagi untuk mendapatkan informasi lebih banyak, hanya bisa menunggu hasil analisis laboratorium. Sniper misterius ini tiba-tiba muncul lalu menghilang, meski telah memeriksa tak terhitung rekaman kamera pengawas, jejak orang itu tetap tak ditemukan.
Masalah ini bagai duri yang tertancap di tenggorokan Badan Keamanan Nasional!
Hasil perbandingan segera keluar. Anak buahnya dengan keraguan melapor: "Senjata ini... milik orang dalam kita sendiri. Hanya saja ia sudah lama mati. Kita bahkan tak tahu bagaimana ia tewas..."
Petunjuk terputus. Sniper ini pun menghilang dari wawasan semua orang.
