Pada saat itu, Yang Xi merasa seberkas cahaya dalam hidupnya seakan menghilang. Cahaya bintang-bintang di angkasa mulai goyah, lalu berjatuhan ke bawah.
Saat itu juga, dunia batinnya nyaris runtuh oleh keruntuhan bintang yang jatuh itu.
"Siapa namamu?"
Yang Xi masih ingat kalimat pertama yang diucapkan pemuda itu padanya di kantor urusan akademik yang meskipun lusuh namun penuh cahaya matahari. Itu adalah titik persimpangan kehidupan mereka berdua.
Dia masih bisa mengingat pemandangan saat baru masuk gerbang sekolah bersama Yang En, langsung menyaksikan sosok itu melompat dari atap gedung sekolah. Adegan itu begitu mengguncang jiwa.
"Percayalah padaku."
Mengingat tiga kata itu, Yang Xi masih bisa membayangkan senyuman cerahnya yang bersinar seperti bintang. Kepercayaan dirinya begitu memukau, sampai membuat orang takluk tanpa sadar.
Penipu... Air mata Yang Xi mengalir deras bagai sungai yang meluap, sama sekali tak terbendung. Kesedihan di hatinya seperti hujan deras musim panas yang mengguyur tiada henti, seakan langit akan runtuh.
Senapan runduk, Badan Keamanan Nasional Amerika. Begitu melihat berita itu, Yang Xi langsung tahu siapa orang yang dimaksud. Pasti dia! Hanya dia yang memiliki keberanian tak tertandingi bagaikan dewa.
Namun Yang Xi merasakan jantungnya seakan hendak hancur ketika membayangkan Ren He yang terkepung sendirian di tengah kerumunan orang. Hanya dia yang menyendiri di sana, kesepian itu mampu ia rasakan dengan mendalam.
Seandainya tahu akan seperti ini, seharusnya dirinya berdiri di sana menemani menyelesaikan perjalanan terakhir kehidupannya, lalu mati bersama.
"Dia, kan?" tanya Yang Xi dengan tenang.
Houzi di sampingnya bingung menjawab, akhirnya dengan nekat berkata: "Jujur dulu aku tak percaya cinta. Orang bilang cinta harus berkorban total, tapi semua orang kan egois, mana ada yang begitu? Jadi kupikir cinta cuma jebakan pedagang berlian dan wedding organizer. Tapi sekarang aku percaya. Dia menukar nyawanya demi seberkas harapan untukmu... Kau harus menghargainya."
Yang Xi tiba-tiba menghela napas: "Dia sudah berpulang, apa lagi yang harus kuhargai?"
Helaan napas itu seolah menjadi titik akhir bagi hidupnya, seumur hidupnya hanya sampai di sini. Sekalipun tetap hidup, itu hanyalah fisik belaka.
Bintang-bintang paling cemerlang telah lenyap dari langit, tak ada lagi yang layak dirindukan dalam sisa hidup. Saat ini Yang Xi hampir tak sabar ingin segera bunuh diri, mungkin saja jiwa mereka berdua bisa bertemu di atas kota megah ini.
Di hati Yang Xi, tak ada satu pun pemuda yang bisa menyaingi dirinya. Bahkan secara objektif, ia termasuk sedikit orang terbaik dalam sejarah umat manusia.
Houzi merasakan situasi memburuk - Yang Xi sedang dalam ritme ingin mati berjodoh. Di hatinya muncul firasat buruk.
Tapi dia tak bisa membiarkan Yang Xi mati di sini. Karena dia pernah berjanji pada Ren He. Bukanlah pria sejati, tak ada "Perkataan pria sejati tak bisa ditarik". Houzi hanya ingin setengah hidupnya tak perlu dihantui penyesalan.
Pemuda itu mengorbankan kehidupannya untuk menyelamatkan dia dan Yang Xi. Maka dia harus membawa kembali Yang Xi secara utuh.
Houzi diam-diam mendekati Yang Xi, tiba-tiba mendengar Yang Xi berkata: "Kau pikir aku akan mencari kematian sendiri? Tidak perlu memukulku pingsan, aku akan ikut denganmu."
Houzi terpaku. Ia tiba-tiba menatap gadis di depannya, ekspresi keras kepala terpancar di wajahnya. Gadis ini sepertinya selalu berbeda dari yang lain, tapi dimana perbedaannya, Houzi merasa tingkat budayanya tidak cukup untuk mendeskripsikan.
Tidak mati sudah bagus, tidak mati sudah bagus.
Yang Xi menoleh ke dalam kamar mengambil barang. Tak ada yang dibawa kecuali kalung liontin berlian pemberian Ren He yang dipakainya perlahan di leher, lalu mengikuti Houzi keluar.
Saat tiba di gerbang Pabrik Roulian, Wang Ping dan yang lain sudah menunggu di sana. Melihat mereka berjongkok sambil merokok dengan wajah muram, Houzi tahu mereka pasti sudah melihat berita dan mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Tapi semua orang tidak akan banyak bicara di hadapan Yang Xi, mereka sangat paham siapa yang hatinya paling tersiksa di momen ini.
Sebelum masuk mobil, Yang Xi menatap langit New York dengan intens sambil berbisik, "Jangan khawatir dengan Paman dan Tante di rumah, aku akan hidup dengan baik untukmu. Akan kutunggu hingga mereka berpulang, lalu menyusulmu."
Wang Ping berbisik di sampingnya, "Kami punya telepon satelit terenkripsi di sini. Lao Yang juga sudah mendapatkannya di Konsulat Jenderal New York. Maukah kau memberi kabar keselamatan?"
"Tidak perlu," jawab Yang Xi tenang sambil menggelengkan kepala sebelum masuk mobil. Selama ini ia selalu menjadi anak penurut, tak pernah menyalahkan orangtuanya yang juga telah banyak berkorban.
Tapi kini ia bingung bagaimana menghadapi Yang En dan Su Ruqing. Orang itu telah pergi, mungkin jiwanya akan melayang melintasi samudra, pulang ke Tiongkok.
Sebenarnya seluruh kejadian ini berawal dari Yang En. Bukan berarti Yang Xi ingin mengalihkan semua tanggung jawab ke ayahnya sendiri, dia hanya belum siap menghadapi segala hal yang berkaitan dengan penyebab kematian Ren He.
Mungkin setelah hati tenang, atau mungkin ketenangan itu takkan pernah datang selamanya.
Truk pengangkut kecil melaju ke selatan. Mereka akan melewati perbatasan melalui Jalan Negara Bagian No.8 menuju Meksiko, kemudian terbang ke Tiongkok dari sana. Segalanya akan berakhir.
7 hari kemudian, Ibu Ren di kantor tiba-tiba mendengar sekretarisnya mengetuk pintu: "Nyonya Ru, ada gadis mencari Anda, seorang selebritas... Yang Xi, penyanyi itu."
Ibu Ren terkejut: "Yang Xi aku tahu, tapi untuk apa dia datang?"
"Saya juga tidak tahu... Apakah Anda ingin menemui dia? Saat ini dia sedang menunggu di pintu gedung," tanya sekretaris.
"Suruh dia ke kantor," jawab Ibu Ren dengan tenang.
Dalam pikiran Ibu Ren, gadis bernama Yang Xi ini sebenarnya adalah teman sekelas putranya sendiri. Apakah dia ingin membicarakan kerja sama dengan Grup Luohe? Tapi untuk urusan kerja sama dengan Grup Luohe seharusnya tidak langsung menghadapinya.
Ibu Ren juga pernah mendengar tentang Yang Xi, gadis yang cantik. Konon setelah terkenal pun tetap bersikap rendah hati, tidak pernah menerima undangan penampilan komersial.
Selebritas yang tidak terikat pada nama dan harta seperti ini memang sangat langka. Kabarnya latar belakangnya luar biasa.
Namun di detik berikutnya, saat Yang Xi mengetuk pintu dan masuk, Ibu Ren terpaku. Ekspresi gadis di depannya yang lesu sama sekali tidak seperti seorang selebritas. Sebelum sempat basa-basi, gadis itu tiba-tiba bicara: "Permisi, saya pacar Ren He. Ia telah berpulang. Mulai sekarang saya akan menjadi putri Anda. Perlakukanlah saya seperti Ren He."
Sambil berbicara, kenangan berhamburan di benak Yang Xi. Butiran air mata kembali mengalir. Hati Ibu Ren dihantam firasat buruk yang menusuk.
……
Dan saat ini, Ren He masih pincang berjalan di sistem drainase New York yang kompleks sambil menggerutu keras: "Sungguh bau busuk aaaaa!"
