Ketika dua hari kemudian Oasis of the Seas berlabuh di pelabuhan New York, Ren He sudah menunggu di sana dengan rias yang menutupi wajahnya sambil tersenyum lebar, sementara Steve berdiri di sampingnya dengan muka jadi hitam.
Mimpi indahnya untuk melaporkan Ren He telah hancur. Selama dua hari ini begitu masuk ke kamar itu, mustahil baginya keluar lagi. Ren He sudah sejak dini membeli persediaan makanan dan kebutuhan sehari-hari.
Sejujurnya Steve tak berani kabur saat ini, mengingat Ren He masih memegang senjata rahasianya. Bisa saja begitu dia lari, bukti itu langsung diunggah.
Satu-satunya harapan adalah saat sinyal ponsel hilang setelah pengunggahan, dia bisa memberikan serangan mematikan. Namun Ren He sama sekali tidak memungkinkan situasi seperti itu terjadi. Ia tak bisa mempercayakan nyawanya pada kepercayaan buta terhadap orang lain.
Tepat karena alasan ini, Ren He memilih untuk membawa Steve naik kapal bersamanya.
Steve selalu merasa seolah Ren He telah membaca seluruh rencananya, sehingga saat menghadapi permintaan Ren He, ia tanpa sadar merasa bersalah.
Pada dasarnya dia bukan orang jahat tingkat tinggi, keinginannya mengkhianati Ren He hanya untuk bertahan diri. Namun ketika realita membuatnya tak berdaya, ada secercah keputusasaan dalam hati Steve...
Kewaspadaan ekstrim Ren He membuat Steve benar-benar meragukan: Apakah ini remaja normal?
"Brengsek, mana mungkin normal?! Remaja normal mana yang bisa menjadi penghuni legenda seperti Kesatria, malah bertempur habis-habisan dengan Badan Keamanan Nasional Amerika sampai jaring mereka nyaris hancur di pusat kota New York? Eh, salah - jaringnya hancur, tapi ikannya tidak mati."
Jaringnya saja hampir tak bersisa!
Steve merasa ada aura dendam yang tak jelas di hatinya terhadap Badan Keamanan Nasional. "Apa gunanya kalian? Kalau dulu kalian langsung menembak mati dia, mana mungkin aku terlibat?! Hah?!"
"Kalian yang jumlahnya segitu banyak, masa bisa membiarkannya lolos!" Steve berpikir jika bisa pulang hidup-hidup, pasti akan bergabung dengan massa pengunjuk rasa untuk berdemo ke Gedung Putih dan melapor ke Badan Keamanan Nasional!
Tentu saja, Ren He tidak hanya mengancam Steve. Ada juga godaan materiil - Ren He berjanji akan mentransfer 5 juta dolar AS setelah dirinya aman keluar negeri. Bagi Ren He, 5 juta dolar AS itu remeh. Menukar nyawa dengan uang segitu jelas sepadan.
Kini Steve kembali dilema. 5 juta dolar AS! Setelah berhenti berjudi, dengan uang sebanyak itu masa depannya pasti terjamin. Kebutuhan hidup tak perlu dikhawatirkan lagi.
Ia juga sedang menilai apakah Ren He menipunya. Tak ada yang pernah melihat Kesatria, juga tak ada yang berinteraksi dengannya. Dunia luar hanya tahu bahwa Kesatria sangat jempolan, di dunia olahraga ekstrem bagaikan Tuhan yang berkuasa.
Tapi bagaimana dengan kredibilitas pihak itu...? Tak tahu apa-apa!
Tapi apakah mengkhianati Ren He ke Badan Keamanan Nasional Amerika akan memberinya 5 juta dolar AS? Jelas tidak mungkin!
Lagipula, begitu mengkhianati Ren He berarti dirinya akan masuk ke dalam radar Badan Keamanan Nasional. Mereka pasti bertanya: Mengapa Kesatria memilihmu?
Pihak tersebut pasti akan mengawasinya beberapa waktu. Merasakan kehadiran mesin negara yang brengsek-in sungguh menyiksa.
Jadi di momen ini, apakah dirinya harus mencari kekayaan dalam bahaya untuk meraih 5 juta dolar AS itu, atau melaporkan Ren He demi keselamatan? Steve bergulat hebat dalam hatinya.
Namun pada dasarnya ia adalah pencuri besar, petualangan berisiko sudah tak terhitung kali dilakukannya... Darahnya mengaliri gen petualang.
Lagipula, Ren He yang brengsek itu sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk melaporkan, tahu?!
"Apakah orangmu ada di kapal?" tanya Ren He sambil tersenyum lebar.
Steve langsung merasa kesal melihat senyum lebar Ren He, mengapa dirinya yang harus khawatir sementara pihak lain terlihat santai?!
Dia hampir mati karena kecemasan, setiap hari makan tak berselera, malamnya insomnia, tapi pemuda ini malah baik-baik saja. Tanpa perbandingan tak ada luka, Steve benar-benar jengkel setengah mati!
Namun ketika Ren He bertanya, Steve tetap menjawab dengan patuh: "Iya, ada di kapal. Dia adalah wakil kapten kapal pesiar ini, langsung bisa ditemui saat naik."
"Kalau begitu mari pergi," Ren He berjalan mendahului ke kapal. Barang bawaan mereka berdua masih tergeletak di tanah, Ren He sama sekali tidak berniat mengambil.
Pergi dasar! Saat itu Steve langsung merasa tidak enak, dirinya benar-benar sudah menjadi anak buah si kecil ini, bisakah kau lebih lagi "berdiri di atas kebenaran"?!
Namun koper ini tidak boleh ditinggalkan di sini, semua senjata api hasil rampasan Ren He ada di dalamnya. Steve juga sudah berusaha sekuat tenaga mencari orang untuk menyelundupkan koper ini secara diam-diam.
Sebenarnya Ren He juga merasa bersyukur, sistem keamanan AS yang belum mengalami Peristiwa 911 sama sekali berbeda levelnya dengan kehidupan sebelumnya.
Meski membawa senjata ke kapal agak berisiko, Ren He tidak punya pilihan lain. Di negeri asing, tanpa senjata berarti tidak ada rasa aman.
Hanya untuk membawa koper ini masuk, Ren He sudah mengorbankan sisa terakhir uangnya sebesar 7000 dolar. Sekarang Ren He sudah benar-benar tidak punya uang tunai, sementara kartu bank tidak bisa digunakan sebelum kembali ke Tiongkok. Situasi ini sangat memalukan.
Namun setelah masuk, Ren He masih bertanya dengan antusias: "Apakah di kapal pesiar ada kasino?"
"Ada," jawab Steve dengan muka hitam saat itu: "Tapi kamu harus paham, kita ke sini sebagai pelayan. Pelayan yang main ke kasino itu melanggar pantangan besar! Lagipula bukankah kamu sudah tidak punya uang?"
“Kan kamu punya, bukannya masih ada lebih dari dua ribu dolar?” Ren He tersenyum lebar. Baik di kehidupan sebelumnya maupun sekarang, ia belum pernah masuk kasino. Bagaimana bisa tidak mampir melihat? Begitu kapal masuk ke perairan internasional, Ren He sama sekali tak akan gentar! Jujur saja, saat itu bahkan berenang kembali ke Tiongkok pun ia sanggup!
Steve langsung terpana. Apa masih ada hukum di sini? Bagaimana bisa mengincar uang orang lain dengan sikap seberani itu? Brengsek, dosa apa yang gue perbuat di kehidupan lalu sampai bertemu kamu! Padahal setelah berhenti berjudi dan mengundurkan diri dari pekerjaannya di Ivan, tabungannya sudah tipis. Kini sisa dua ribu dolarnya pun jadi incaran Ren He...
Ia memilih diam. Biarlah si Kecil ini berbuat semaunya. Asalkan bisa mengantar 'sesuatu' itu pergi, Steve sudah bersyukur sampai ke langit.
Steve diam-diam membawa Ren He menemui wakil nakhoda. Ren He baru tahu bahwa Steve ternyata pernah menjadi teman seperjuangan dengan wakil nakhoda ini. Entah bagaimana perjalanan karir mereka, perbedaannya begitu mencolok.
Wakil nakhoda itu juga senang dengan kedatangan Steve, dan secara khusus mengaturkan kamar ganda yang bersih untuk Steve dan Ren He. Keduanya resmi menjadi awak kapal sebagai pelayan dasar.
Ren He merasa pengalaman ini cukup unik. Tugas hariannya hanya mengambil minuman, arak, dan "makanan" untuk tamu di bar tepi kolam renang bersama Steve - pekerjaan yang cukup santai.
Bonusnya, pemandangan wanita bikini cantik di sekeliling sangat menyenangkan mata.
Siapa sangka, di antara dua pelayan yang tak mencolok ini, satu adalah pencuri karya seni profesional, sementara satunya lagi adalah Kesatria level selebritas global...
