Baik Yang Xi maupun Ren He, keduanya merupakan legenda hidup Sizhong.
Yang Xi sudah menjadi Ratu Musik tingkat nasional sebelum masuk kampus, lalu berubah menjadi bintang internasional setelah studi di luar negeri, namun tetap bersikap rendah hati dalam kehidupan sehari-hari.
Sekarang, tak terhitung orang setiap hari menyegarkan Weibo hanya untuk melihat kata-kata apa yang Yang Xi ucapkan kepada Kesatria, lalu memeriksa apakah Sang Kesatria membalas.
Pengaruh sebesar ini benar-benar tak bisa disamakan dengan orang biasa.
Dulu ada yang mengira popularitas Yang Xi akan memudar, tapi Sang Kesatria justru membawanya menaklukkan dunia dengan sepuluh lagu Inggris.
Terutama MV "sugar", efek kreatifnya bagaikan menambahkan sentuhan naga pada lukisan - ide brilian itu terus dibicarakan orang. Bahkan ada yang berkhayal: Andai Yang Xi bisa menyanyikan satu lagu di pernikahan mereka, alangkah indahnya.
Sementara Ren He adalah legenda di bidang lain. Saat identitasnya masih misterius, dengan kemampuannya sendiri mendirikan Klub Qinghe, lalu meluncurkan Permainan Pembunuhan yang muncul secara tiba-tiba dan menerjang pasar global.
Kini bahkan di seberang samudera, tak terhitung orang asing yang masih memainkan game ini.
Berkat game ini pula, SMA Negeri 4 Ibukota mendirikan Beasiswa Qinghe serta beasiswa internal Klub Qinghe yang membuat semua orang iri.
Saat ini anggota Klub Qinghe telah berkembang menjadi 11 orang, dengan persyaratan masuk yang sangat ketat hingga membuat orang jeri. Ujian akhir bahkan mengharuskan kandidat menjawab 36 soal secara beruntun tepat pada subuh pukul 4, dengan batas waktu tidak melebihi 36 menit untuk lulus.
Siswa IPS mengerjakan soal IPS, siswa IPA mengerjakan soal IPA. Namun ada juga soal sejarah dan isu terkini yang wajib dijawab oleh semua kandidat, baik dari IPS maupun IPA.
Tingkat kesulitan yang membuat orang terkesima, namun tetap dibanjiri pendaftar. Masuk ke Klub Qinghe kini menjadi simbol status - bukan karena latar belakang keluarga, melainkan bukti kemampuan dan kecerdasan seseorang.
Klub Qinghe telah menggantikan semua klub lain di SMA Negeri 4 Ibukota, menjadi sinonim dari keunggulan.
Bisa dibilang 11 anggota inti Klub Qinghe adalah 11 siswa paling gemilang di SMA Negeri 4 Ibukota. Anggota baru selalu meminta Jiang Haoyang dan kawan-kawan memperkenalkan mereka pada sang pendiri legendaris yang sedang studi di luar negeri - sosok yang sangat dikagumi dan didambakan.
Namun, yang lebih mengagetkan adalah, semua orang baru tahu setelah Ren He pergi bahwa ia ternyata juga bos besar di belakang perusahaan game Qinghe!
Murid SMA Negeri 4 Ibukota memang lebih awal terpapar hal-hal baru dibanding siswa biasa. Kini mereka mulai menggunakan berbagai aplikasi faksi Qinghe. Yang paling disukai gadis-gadis adalah Qinghe Meitu - prinsip kerja software ini benar-benar membuat mereka takjub...
Sedangkan para pemuda lebih suka bermain game yang dikembangkan Qinghe.
Siswa SMA Negeri 4 Ibukota memang terkenal sok hebat. Tak pernah terbayang akan ada seseorang dan komunitas yang bisa membuat semua orang terkagum-kagum...
Maka pada titik ini, beberapa orang mulai menjuluki peristiwa spanduk tujuh hari itu sebagai "tujuh hari menciptakan dunia". Pendiri Klub Qinghe yang berbakat luar biasa itu benar-benar telah membuka pintu gerbang baru dalam sejarah komunitas sekolah. Para siswa Sizhong kini menjadikan ini sebagai tolok ukur untuk menata kehidupan mereka.
Ren He pada malam itu menunggu sampai semua murid pulang sekolah, lalu diam-diam kembali mengunjungi kepala sekolah tua. Pertama-tama ia ingin memastikan apakah bisa kembali bersekolah. Sebenarnya belum pasti, ini tergantung apakah Lao Zhou punya cara yang baik. Sizhong dianggap sebagai jalur mundurnya. Jika tak ada tempat yang cocok, ia tak keberatan kembali ke sini.
Begitu mengetuk pintu kantor kepala sekolah tua, ia langsung mendapati sang kepala sekolah sudah berdiri sambil tersenyum dan mengolok-oloknya, "Dulu saya hanya merasa kamu suka merepotkan, tapi kali ini kamu benar-benar memperbarui pandangan saya."
Ren He malah tertegun, "Anda sudah tahu semuanya?" Menurut perkiraannya, meskipun kepala sekolah tua punya murid tersebar di seluruh penjuru, namun kejadiannya di AS sebenarnya sangat tersembunyi. Selain orangtuanya, Tian Qu, dan lembaga diplomatik, seharusnya tak ada yang tahu.
"Tentu saja saya harus lebih memantau murid sendiri," kepala sekolah tua tersenyum sambil menuangkannya secangkir teh, tanpa menjelaskan sumber informasinya. Ia melanjutkan candaannya, "Saya sempat khawatir sifat hatimu berubah drastis. Tapi selama kamu masih mau melangkah masuk ke pintu saya ini, berarti tak mengecewakanku."
Kali ini Ren He langsung paham. Kepala sekolah tua juga khawatir perubahan pikiran pasca pertempuran dan pembunuhan akan membuatnya menjadi keras atau depresi. Fakta bahwa ia bisa kembali ke Sizhong dengan polos (80 persen kemungkinan untuk urusan melanjutkan sekolah) membuktikan ia masih mempertahankan hati sejatinya.
Kepala sekolah tua tiba-tiba terharu: "Dulu saat masih murid, gegara kepanasan ubun-ubun ikut perang di selatan. Dua tahun setelah pulang, rasanya mau kesetanan. Senang melihat kondisi mentalmu masih sangat normal."
Ren He bersikap tegas: "Aku terpaksa. Bila tidak kubunuh mereka, pastilah mereka yang membunuhku. Ini soal menerobos keluar mencari jalan hidup, bukan membunuh demi pembunuhan."
"Lebih mudah diucapkan daripada dilakukan," kepala sekolah tua meneguk tehnya. "Ngomong-ngomong, mau kembali sekolah? Status siswa masih ada. Kalau kembali, bisa kuizinkan khusus ikut kelas 2 SMA melanjutkan pendidikan."
“Status kesiswaan masih ada sudah bagus, saya datang menemui Anda untuk memastikan apakah bisa kembali. Tentu, jika bisa langsung masuk ke universitas akan lebih baik bagi saya,” Ren He menjelaskan: “SMA bagi saya agak membosankan.”
“Tempat seperti SMA Negeri 4 Ibukota saja kau anggap membosankan, kau monyet lumpur ini mau membuat keributan sampai ke langit? Sudahlah, terserah kamu. Kehadiranmu akan mempengaruhi teman sekelas belajar,” kepala sekolah tua berkata dengan tenang: “Tapi Sizhong tidak akan merekomendasikan ke mana pun, saya hanya bisa menjamin kapan pun kamu ingin kembali, selalu bisa kembali.”
Entah mengapa, kepala sekolah tua sangat menyukai muridnya ini. Meskipun karakter murid ini bukan tipe yang disukainya, ia selalu menemukan kilau permata yang menakjubkan pada diri sang murid.
Dulu rela meninggalkan sepuluh juta emas, malah menyumbangkannya untuk beasiswa sekolah. Keberanian visioner seperti ini tak dimiliki manusia biasa.
Multitalenta, mampu menjadi profesor muda di dunia musik bergengsi saat masih SMA, jauh melampaui manusia biasa.
"Melewati pembantai ini namun tetap mempertahankan hati sejati, di mata kepala sekolah tua pun bisa disebut keajaiban. Paling tidak, beliau sendiri tak sanggup melakukannya."
"Memberi satu kiriman keistimewaan pada murid seperti ini tidaklah berlebihan."
"Kalau begitu saya ucapkan terima kasih," setelah tujuan telah mencapai, Ren He berdiri bersiap pergi.
Namun kepala sekolah tua menahannya: "Aku selalu penasaran dengan suatu hal. Ini cuma tebakanku sendiri, tak pernah kusampaikan ke orang lain. Orang lain mengira kau ke Inggris, tapi aku tahu sebenarnya kau pergi ke mana. Yang ingin kutanyakan, hubunganmu dengan Yang Xi..."
Sebenarnya beliau hanya mengetahui kasus Ren He secara samar dari orang lain, namun tak jelas sebab-akibatnya karena menyangkut rahasia negara yang bukan ranahnya untuk kontak.
Siluet tubuh Ren He membeku sejenak, lalu berbalik dengan senyum cerah: "Anda masih punya pikiran untuk menanyakan Bagua begini? Saya harus meninjau ulang penilaian terhadap Anda. Jangan ditebak, tunggu saja arak sukacita. Nanti beri kami bingkai merah yang besar."
Kepala sekolah tua tersenyum lega: "Nah, ini baru benar."
