Peluncuran 《1984》 berlangsung sunyi tanpa gebrakan. Ren He yang kali ini kembali ke Luocheng hanya berdua dengan Xu Nuo mengurus semuanya.
Hanya dalam semalam, Xu Nuo menggunakan cara ilegal menggantungkan 《1984》 di ribuan situs swasta.
Metode ini terlalu kontras dan brutal. Ren He akhirnya menyadari tingkat kemampuan teknis Xu Nuo telah jauh melampaui imajinasinya. Bocah jenius dulu kini telah berkembang matang.
Pantas saja departemen IT Kelompok Qinghe angkat tangan mengakui keahlian Xu Nuo. Sebelumnya Ren He mengira ini karena statusnya sebagai Presiden Direktur, namun nyatanya kemampuan teknis pribadinya pun sudah sangat mumpuni.
Di kamar Xu Nuo saat ini, 9 layar menampilkan fragmen berbeda. Ren He yang tak paham memilih serahkan semuanya pada Xu Nuo.
Awalnya Xu Nuo masih bertanya bingung: "Kakak kandung, segini besar kau ngurusin cuma buat promosi novel? Lagipula naskah ini tak ada nama penulisnya. Kalo diterbitin gini mana bisa dapet sepeser pun?"
“Bukan untuk cari uang, untuk balas dendam,” Ren He mengupas kacang tanah di samping Xu Nuo.
Dua orang mengerjakan hal besar sambil menaruh bir, kacang tanah, ceker ayam, dan camilan lain di samping mereka - seolah sedang menonton Piala Dunia...
Xu Nuo ragu sejenak: “Balas dendam ke AS? Aku sudah menyusup ke beberapa tempat, mungkin bisa menebak kejadian yang menimpamu dulu... Kalau benar mau balas dendam ke AS, mari kita adakan yang besar, akan kutunggangi sampai tuntas!”
Setelah kejadian itu, Xu Nuo menghabiskan banyak waktu untuk sekadar memahami sebagian yang dialami Ren He dulu, itupun tidak terlalu detail. Ren He meneguk birnya sambil tersenyum getir: “Sudahlah, tak ada rahasia antara kita.”
Perkataan ini sudah lama terukir di hati Ren He. Ia tak bisa bercerita pada Yang Xi atau Ibu Ren, karena mereka akan khawatir dan memperbesar penderitaan yang ia alami.
Jadi Ren He tak bisa mengungkapkannya. Namun di balik semua ini, ada sisi lain dalam hatinya...
"Kau tahu nggak," ujarnya dengan mata berbinar-binar setelah minum arak, "dulu kita cuma bisa liat adegan-adegan kayak di film, perang informasi segala!"
"Waktu itu sebenernya aku mau minggat, tapi pas mau pergi sama Yang Xi ketemu orang. Aku mikir, kalau Yang Xi udah kena brengsek-in, ya terpaksa aku harus urus calon mertua itu. Soalnya nggak ada yang bisa ngatur penyeberangan Yang Xi..."
"Waktu itu aku manjat gedung 10 lantai tanpa alat, langsung gebuk pengamat sama sniper. Lalu pake senapan sniper, kau tahu rasanya kayak gimana... Kayak hak prerogatif hidup-mati orang ada di genggaman. Hidup atau mati, cuma dalam satu pikiran!"
"Akhirnya tidak ada cara lain, karena tidak bisa menghubungi calon mertua, aku menggelar konser lagi untuk menunggu mereka datang. Malam itu juga aku terekspos, kusuruh anggota Tian Qu pergi duluan. Hanya dengan senapan sniper, aku bertempur melawan seluruh dunia. Perasaan itu... meskipun sunyi, tapi aku menyadari betapa dahsyatnya diriku sebenarnya..."
Ren He menenggak arak seteguk demi seteguk. Sudah lama ia tidak minum, juga sudah lama tidak minum bersama Xu Nuo. Menyimpan semua ini dalam hati bagai berjalan di malam hari dengan jubah brokat.
Dirinya yang telah menjadi sosok tak terkalahkan seperti protagonis film, tapi tak bisa diungkapkan. Bagi Ren He, perasaan ini terasa begitu mengesalkan.
Tapi kewarasan berbisik: hal seperti ini tak pantas diceritakan ke siapa pun.
Maka hanya bisa diceritakan ke Xu Nuo, teman pertama yang ia dapat setelah datang ke dunia ini.
Bagi Ren He, perjalanan ke New York kali ini bagai mimpi wuxia-nya sendiri.
Sepuluh langkah, satu nyawa. Seribu li tanpa jejak.
Berjalan dengan pedang membunuh, ujung dunia bisa dijangkau, dunia yang begitu besar ini ternyata tak ada yang bisa menjadi lawannya. Setiap kali Ren He mengingat adegan itu, darahnya kembali menghangat sejenak.
Ia tak ingin membunuh, hanya merasa sensasi mewujudkan mimpi ini sangat memuaskan. Lagipula jika dia tidak membunuh, orang lain yang akan membunuhnya. Tak ada yang perlu disesali.
Tentu saja, Ren He tidak gila, tidak berpikir bisa menahan peluru dengan tubuhnya. Hanya sesekali terpikir, jika suatu hari dia masih harus kembali ke medan perang, dia akan pergi.
Malam itu Ren He mabuk berat. Dalam mimpinya dia kembali ke atap gedung itu, bertempur melindungi seseorang. Darahnya membakar saraf-sarafnya, sementara kedua tangannya stabil dengan level yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Xu Nu melihat Ren He yang tertidur pulas, bingung harus berkata apa. Ini pertama kalinya dia melihat Ren He mabuk sampai seperti ini.
Di hati Xu Nuo, Ren He selalu segalanya. Segala yang ia ciptakan, bagi Xu Nuo bagai sebuah era baru.
Kini tak terhitung orang telah menggunakan Qinghe Pay untuk membayar tagihan listrik. Qinghe TQ menjadi perusahaan perangkat lunak komunikasi terbesar di Tiongkok, tak ada perusahaan lain yang mampu berhadapan seimbang.
Qinghe Search masih dalam tahap awal, namun mode pencarian praktis ini membuat banyak orang merasakan hadiah manis.
Sebuah raksasa akan lahir, era baru jaringan internet akan dimulai. Semua ini adalah hasil jerih payah bersama mereka.
Pernah Ren He berkata pada Xu Nuo: "Ini zaman terbaik yang mengizinkan mimpi. Tapi juga zaman terburuk, di mana idealisme semua orang silih berganti terkubur."
Saat pertama mendengar kalimat itu, Xu Nuo tiba-tiba merasakan kehidupannya seakan hendak mekar dalam amarah kehidupan.
Ia merasa bangga bisa berada di zaman ini bersama pemuda di sampingnya, berdiri di sorotan panas dan mengubah era ini.
Belakangan ini banyak pemimpin datang mengunjungi Qinghe, namun kapan pun itu, Xu Nuo selalu yang mewakili. Meski berkembang dengan sangat cepat, ia tak pernah berpikir untuk meninggalkan kelompok ini.
Ia hanya ingin menghadapi segala rintangan masa depan bersama Qinghe, lalu pergi ke puncak tertinggi dunia bersama orang di sampingnya. Saat sudah tua nanti, ia bisa dengan tenang membual pada cucu perempuannya: "Dulu Kakekmu menghentakkan kaki sedikit saja, internet sampai gemetar tiga kali..."
Xu Nuo bahkan tak tahu bagaimana persahabatannya dengan Ren He sebenarnya dimulai. Tapi sekarang sudah baik seperti ini, biarkan saja terus berlanjut.
Xu Nuo sendiri mengenakan baju dan membawa dompet, pergi ke klub malam paling terkenal di Luocheng. Xu Nuo tidak hanya merindukan kesuksesan, tapi juga kehidupan gemerlap lampu dan arak - mungkin ini ada hubungannya dengan kesuksesannya yang terlalu dini... Nona-nona di sana benar-benar cantik!
Ren He pernah menasihati, kemewahan yang memabukkan hanyalah asap dan kabut yang berlalu. Menemukan seseorang untuk hidup bersama selamanya adalah hal terpenting. Saat mengatakannya, ekspresi manisnya selalu terlihat. Xu Nuo merasa seperti diberi makan makanan anjing...
Di mana lagi bisa menemukan gadis sebaik Yang Xi? Xu Nuo merasa tidak mungkin menemukannya, akhirnya memutuskan untuk tidak mencari. Dia masih muda, masih bisa bermain lama.
Tepat saat Xu Nuo menyelesaikan semua urusan di jaringan internet dan pergi ke klub malam, situs-situs besar Eropa sudah meledak karena aksi-aksi kecilnya...
