Bicara soal tempat seperti Hengdian, Ren He memang belum pernah ke sana. Banyak orang merindukan tempat itu karena di sanalah nama bisa menjadi legenda.
Berapa pun jumlah figuran yang bertarung habis-habisan, selalu ada legenda orang yang mendadak tenar mengambang di langit Hengdian.
Sekarang mendengar cerita pengalaman Li Shuaizhen di Hengdian cukup menarik juga.
Setelah menceritakan pencapaian gemilangnya, akhirnya ia bisa memamerkan betapa sulitnya kesuksesannya dari sudut pandang mengingat penderitaan masa lalu.
Menurut penuturan Li Shuaizhen, di Hengdian ini, jumlah tentara Jepang yang mati dalam setahun bisa mengitari bumi delapan kali. Setiap hari puluhan syuting drama perang anti-Jepang dimulai di sini.
"Waktu itu aku baru datang, benar-benar sengsara. Sepanjang hari cuma main peran tentara Jepang, jadi anggota partai aja nggak bisa! Ada satu kali kami syuting mati-matian, eh ada brengsek yang abis mati karakternya malah jongkok di parit buka video ponsel rekam adegan. Hasilnya seluruh proses kebawa kamera utama, harus syuting ulang! Bikin kita kesel banget!"
"Ada lagi, subuh-subuh jam empat buru-buru set. Aku nggak pake alas bedak langsung maju. Tau-tau disuruh main tentara Jepang mati, muka dicoreti serbuk hitam. Malemnya pulwan susah payah cuci muka, mukaku item seminggu brengsek! Koordinator grup figuran malah bilang ini ngirit dandan! Ngirit apaan coba!"
"Sewa rumah di Hengdian sih nggak mahal. Satu kamar 650 yuan bisa dihuni dua orang. Per bulan termasuk listrik-air kira-kira 400 yuan per orang..."
Ketika yang gagal mengeluh, itu tanda kelemahan. Tapi ketika yang sukses mengeluh, sebenarnya itu pamer.
Di mata Li Shuaizhen sendiri, dialah sang pemenang.
Li Shuaizhen sekarang sangat menyukai teman sekelas Ren He ini, karena teman ini telah mendengarkan pamer dan keluhan kuxiushi-nya habis-habisan, membuat jiwa dan raganya merasa sangat lega!
Ia memalingkan wajah bertanya: "Kamu belum pernah main film sama sekali? Sudah memikirkan jenis peran yang cocok?"
Ren He menggelengkan kepala sambil tersenyum: "Belum. Dengan kemampuan akting seadanya ini, ngapain mikirin jenis peran? Yang penting bisa main saja sudah syukur."
Ren He sama sekali tidak berencana syuting film. Ia hanya tertarik pada investasi dan konsep produksi film.
Ren He merenung sejenak. Mendirikan perusahaan film sendiri sepertinya cukup memadai? Dana melimpah, naskah siap, bahkan sumber daya sutradara pun mudah ditemukan di Zhongxi.
Ia tidak sampai angkuh menganggap diri layak jadi sutradara. Faktanya, meski orang bilang sutradara bisa jadi satu-satunya anggota tim yang tak punya keahlian khusus, tapi sutradara kompeten jelas tidak sesederhana itu.
Sambil memperkenalkan pengalamannya pada Ren He, Li Shuaizhen justru tidak disimak. Ren He sedang memikirkan kemungkinan mendirikan perusahaan film. Urusan untung-rugi nomor dua, di kehidupan sebelumnya dia memang pecinta film walau akhirnya dijejali segudang film sampah.
Sekarang dia punya naskah. Memfilmkan ulang karya-karya itu bisa jadi aktivitas yang cukup menarik.
Dan yang paling penting, Grup Luohe milik Ibu Ren menguasai jaringan bioskop peringkat ketiga se-negeri...
Sutradara lain harus merengek-rengek ke jaringan bioskop untuk meningkatkan jatah penayangan, sedangkan jaringan milik sendiri bisa diatur sesuka hati...
Dengan jaringan bioskop kelas satu di genggaman, begitu film selesai diproduksi, semua layar bioskop dipenuhi film sendiri. Asal kualitas film bagus, susah banget rugi!
"Ren He? Ren He?" teriak Li Shuaizhen memanggilnya.
"Hah?" Ren He tersentak baru sadar dipanggil. Orang ini pun tak mengaitkan namanya dengan bos besar Qinghe yang legendaris itu.
"Banyak orang di negeri ini yang punya nama sama, orang yang sejak awal tak ada hubungan dengan hidup kita, bahkan jika nama ini muncul dalam kehidupan kita, tetap sulit langsung terpikir ke orang paling terkenal itu."
"Kecuali jika memang sudah lama terus-memantau dirinya."
Li Shuaizhen menunjukkan ekspresi seperti membenci besi tak menjadi baja: "Pembagian pengalaman sepenting ini kau bahkan tak mendengar dengan serius!"
Ren He tertawa. Dia sudah paham, hasrat akting Li Shuaizhen ini sangat dahsyat, pantas saja memilih jalan aktor.
Tapi orang ini sebenarnya tidak jahat, meski suka pamer sebagai Tuhan, tapi punya hati yang baik.
Tiba-tiba dari luar masuk dua siswa. Melihat Ren He, mereka tersenyum: "Kalian juga dari 313?"
"Betul, kami dari 313," jawab Ren He.
"Halo, kita sekamar! Mari saling membantu di masa depan! Aku Zhang Jinglin," kata siswa kurus tinggi itu.
Temannya yang sedikit pemalu, putih dan bersih, memperkenalkan diri: "Aku Yang Runrun."
Li Shuaizhen melirik mereka: "Kalian berdua pernah main drama?"
"Tidak..." Yang Runrun dan Zhang Jinglin saling pandang.
Ren He hampir menepuk dahinya sendiri, orang ini mulai lagi... Ia enggan mendengar ulangannya, lebih baik langsung menyetir ke Akademi Musik Pusat mencari Yang Xi.
Tepat saat hendak keluar, Yang Runrun tiba-tiba bertanya: "Kalian main Dota? Levelnya gimana? Katanya main Dota bareng teman sekampus itu asyik banget!"
Mendengar ini, mata Ren He berbinar, rekan seperjalanan! Ia menjawab: "Aku main Dota, punya satu partner tetap."
Akhirnya Zhang Jinglin, Yang Runrun, dan Ren He semua main Dota! Hal seperti ini bagi Ren He sempurna sekali. Untuk apa ia kuliah? Main drama? Kalau mau tenar, cukup tunjukkan Julukan Kesatria-nya, bahkan Raja Musik pun akan tersingkir.
Harapan terbesarnya adalah punya sekelompok saudara Dota, lalu bersama-sama mengembangkan situasi seru di kampus!
Li Shuaizhen tiba-tiba menyadari, hanya dirinya yang tidak main Dota. Mereka pun ogah mendengar penjelasan pengalamannya, seolah ia terasingkan...
Namun ia tak mengeluarkan kata-kata pedas, hanya menasihati dengan sabar: "Jangan sampai kalian lalai belajar..." Ini menunjukkan watak baiknya yang masih terjaga.
Tapi mana ada pemain Dota yang mau dengar nasihat? Dulu ada yang bilang game online bisa miskinkan tiga generasi, Dota hancurkan hidup. Ren He langsung main Dota untuk menenangkan diri...
Hingga senja, tak ada mahasiswa baru yang datang. Mereka ternyata asrama pemuda terakhir di jurusan akting, persis berempat sesuai standar!
Li Shuaizhen tak pernah menyangka, dalam perjalanan hari-hari berlalu, dirinya yang awalnya khawatir tiga teman sekamarnya lalai, akhirnya ikut terseret arus Dota...
Ren He sengaja menjeratnya, karena dengan tambahan dirinya dan Yang Xi, genap jadi tim lima orang untuk permainan Dota!
Tidak bisa ngobrol lagi, hari ini adalah hari pertama. Ren He dan Yang Xi sudah，berencana membahas teman sekelas hari ini.
Yang terutama adalah Yang Xi ingin tahu apakah Ren He sempat digoda siswi, atau apakah ada perempuan dengan sikap genit yang menggoda di antara teman sekelas Ren He...
Ren He kabur. Li Shuaizhen tetap merasa bahan mentah seperti Ren He ini, jika tidak punya ambisi besar pasti sayang sekali. Dari segi ketampanan, postur tubuh, hingga tinggi badan, Li Shuaizhen harus mengakui dirinya kalah. Di diri Ren He ada daya tarik misterius yang tak bisa dijelaskan.
Lalai! Main Dota main Dota! Empat tahun main Dota, habis lulus mau makan apa!
