Ren He menggosok hidungnya setelah mendengar perkataan Yang Runrun. Meski Yang Xi biasanya berwatak baik, saat bermain Dota dan amarahnya memuncak, Ren He sudah sering menyaksikannya.
Pantas saja dia paling suka memainkan hero mid lane yang paling brutal...
"Kalian tingkatkan terus skill-nya, perlahan-lahan pasti tidak akan dimaki lagi..." Ren He menjelaskan dengan agak canggung.
"Istrimu tidak kamu kendalikan?" Li Shuaizhen memandang dengan ekspresi kecewa. Setiap kali Ren He tidak ikut bermain, situasi mereka selalu lebih banyak kalah daripada menang.
Sekarang semua pemain Dota tahu Yang Xi main Dota, dan juga tahu tim mereka adalah satu dewa membawa empat beban. Yang Xi masih lumayan, tapi tiga lainnya benar-benar penghambat tim.
"Meskipun Yang Runrun dan yang lain sedang berkembang, kunci masalahnya adalah waktu bermain mereka masih terlalu singkat, terutama Li Shuaizhen."
Saat itu satu ronde pertandingan berakhir, di layar muncul dua karakter besar: Gagal!
Li Shuaizhen mengambil napas lega: "Benarkah Chen Da memintamu ikut latihan? Apakah peran yang dijemput adalah pemeran pria utama?"
"Awalnya memang ditawari peran utama, tapi aku menukarnya dengan peran pengemis," jawab Ren He sambil meminum air dengan tenang, kemudian mulai membuka akun Dota-nya dengan lancar. Setelah kesibukan sehari-hari, bisa bermain 1-2 ronde Dota benar-benar kebahagiaan dalam kehidupan...
Li Shuaizhen tampak bingung: "Tukar dengan peran pengemis? Atas permintaan Chen Da? Perbedaannya terlalu jauh."
"Aku yang meminta tukar. Cepat terima undangan tim," Ren He mulai mengatur strategi: "Kalian bertiga masih hijau. Jangan pilih hero yang suka pamer skill, pilih tank atau crowd control lebih baik."
“Jangan menyela, kamu sendiri yang minta ganti peran? Dasar bodoh! Apa sama peran utama dengan pengemis?” Ekspresi Li Shuaizhen dipenuhi penyesalan yang mendalam...
Saat dia hendak melanjutkan omongan, teringat identitas sebenarnya Ren He... Ya sudahlah, tak perlu bicara lagi. Orang di samping ini sama sekali tak membutuhkan peran ini, berbeda denganku!
Jangan pusingkan hal remeh, fokuslah mainkan Dota dulu...
Kelompok teater Chen Da berlatih setiap Kamis dan Jumat. Biasanya dua hari ini sama sekali tak boleh izin, tapi Chen Da juga tidak merepotkan akhir pekan anggota - cukup manusiawi.
Hari ini Kamis, Ren He pertama kali datang latihan. Besok harus datang lagi.
Senior perempuan melihat kedatangan Ren He langsung terkikik-kikik. Ren He menghindar ke ruang ganti, mengenakan kostum dan merias wajah sederhana sebelum menuju panggung latihan.
Di seluruh teater eksperimental terdapat banyak panggung kecil seperti ini. Biasanya digunakan untuk latihan berbagai kelompok teater ketika tidak ada pertunjukan - memang inilah tujuan dibangunnya teater eksperimental.
Ren He baru tahu kemarin bahwa Teater 117 adalah tempat latihan eksklusif Chen Da. Guru lain harus antri di departemen logistik, tapi Chen Da tidak perlu. Semua orang cukup datang ke sini setiap hari. Dekorasi panggung tidak pernah berubah, tetap menggunakan set untuk drama yang sedang mereka latih sekarang.
Para senior perempuan awalnya ingin membantu Ren He berias, tapi saat melihat Ren He keluar sudah siap dengan riasannya, mereka agak kecewa.
Ren He akhirnya paham, para senior ini hanya iseng mencari hiburan. Ia tidak mau digodai para wanita ini, langsung melesat ke panggung.
Semua masih sibuk mempersiapkan beberapa set kostum, sambil melirik skrip terakhir untuk menghindari lupa dialog di panggung.
Jika melakukan kesalahan dasar di panggung, itu sama saja mengurangi poin kesan di mata Chen Da. Dua kali kesalahan berarti enyah dari tim.
Menurut kata Chen Da: "Aktor yang tidak bisa menghafal dialognya sendiri itu masalah moral!"
Karena menghafal dialog adalah kompetensi paling dasar seorang aktor. Yang sedikit profesional saja tidak akan melakukan kesalahan seperti ini.
Tapi industri film dan TV saat ini tidak sebersih yang diharapkan Chen Da. Alasan Chen Da berhenti menjadi aktor juga karena suatu kali dia sangat kecewa.
Idola muda zaman sekarang banyak yang tidak profesional. Ada yang pakai stuntman, beberapa aktor hanya datang 15 kali dari total 30 sesi syuting - sutradara sudah harus membakar dupa dan berdoa kepada Buddha sambil mengucap terima kasih.
Sisanya semua menggunakan stuntman.
Bahkan adegan yang menampilkan wajah pun bukan diperankan sendiri. Stuntman memakai masker hijau atau biru untuk memudahkan proses CGI di tahap akhir, lalu menempelkan wajah aktor utama ke tubuh stuntman - selesai.
Ada juga idola yang lebih keterlaluan, saat akting harus melihat teleprompter, sekadar membaca dialog tanpa terlarut dalam peran sama sekali.
Chen Da membenci orang-orang yang tidak memiliki etos kerja seperti ini, tapi pasar modal justru membeli mereka - memang tidak ada cara lain.
Di lapangan saat ini semua orang sibuk bekerja, hanya Ren He yang santai-santai berlari ke panggung mencari tempat yang pas lalu berbaring... ini dianggap sudah SELESAI!
Sepanjang apapun orang berlalu-lalang, sepanjang apapun orang berganti baju, ia bersumpah untuk menyatu dengan latar belakang - tidak bicara jika bisa, tidak bergerak jika bisa, dia kan penyandang disabilitas!
Tidak, dia memerankan seorang penyandang disabilitas!
Dulu semua belum merasakan apa-apa, tapi sekarang melihat Ren He tersenyum lebar mengamati mereka, ditambah ingat kata-kata Ren He kemarin tentang alasan malasnya...
Tiba-tiba mereka sadar mungkin Ren He benar-benar memilih peran ini demi menghindari keribetan!
Benar-benar ada orang seperti ini! Luar biasa!
Tanpa perbandingan tak ada kesan, dengan Ren He sebagai pembanding, semua merasa diri mereka sangat lelah...
Chen Da juga menemukan jejak, menunjuk Ren He hampir memaki: "Bersikaplah yang terlalu serius!"
"Oh," Ren He tak lagi bergembira melihat kesulitan orang lain...
Meski persiapannya paling mudah, saat latihan ia tetap memerankan peran dengan serius, membuat Chen Da sedikit khawatir.
Secara logika, aktor yang berakting baik seharusnya membuatnya senang. Tapi Chen Da paham: senyuman tulus sekalipun, jika dipaksakan 100 kali, akan terlihat palsu karena si penat tersenyum.
Teater berbeda dengan film. Di film, satu adegan memukau bisa ditonton berulang kali.
Berapa pun kali ditayangkan, tetap sama saja.
Tapi teater dipertunjukkan langsung. Seratus penonton berarti seratus kali pemeranan.
Manusia pasti lelah. Meski tak lelah, gerakan atau ekspresi yang berulang akan menimbulkan kebas.
Pertunjukan seragam seperti itu, di manakah letak Jiwa-nya?
Namun Chen Da sangat memahami logika ini. Sebagai seseorang yang sangat memperhatikan jiwa teater, dia tidak ingin hal seperti ini terjadi pada Ren He dan merusak bibit unggul seperti ini.
Chen Da menghampiri Ren He dan berkata pelan, "Bisakah kamu mempertahankan keadaan dua hari ini selama pertunjukan?"
"Bisa," jawab Ren He dengan keterkejutan, belum mengerti mengapa Chen Da menanyakan hal ini.
"Cukup pertahankan. Latihan rutin tidak perlu dikerahkan sepenuhnya. Angkat yang berat seperti ringan, ringan seperti berat - kendalikan batasannya sendiri." Entah mengapa, Chen Da merasa sangat percaya pada kemampuan akting Ren He. Tingkat pemuda ini sudah tak tertandingi bahkan oleh mahasiswa S2 sekalipun... Dirinya sendiri yang memerankan pengemis itu pun tak bisa menyaingi Ren He!
Para murid di sekitarnya terguncang. Ini pertama kalinya mereka menyaksikan Chen Da menyuruh seseorang di kelompoknya untuk tidak mengerahkan seluruh kemampuan saat latihan rutin.
Masihkah ini Chen Da yang mereka kenal?
……
