Menyelesaikan masalah ini dengan modal, ibarat membayar tagihan. Kali ini karena tindakan semaunya yang tergolong gila-gilaan, perlu ada cara untuk mengakhiri. Lagipula kerja sama modal pada dasarnya saling menguntungkan, menyelesaikan surat buruan yang melekat di tubuh hanyalah bonus tambahan.
Memanfaatkan modal untuk menghasilkan dolar AS, sepertinya juga ide bagus. Mengapa melakukan ini? Karena tajir.
Ren He pernah bercanda pada Yang Xi, "Kalau nanti punya anak, untuk menonjolkan kelasnya, kita beri nama: Ren Youqian! (Ren Tajir)"
Yang Xi membalikkan mata dan menolak sopan: "Itu bukan kelas, itu aura Si Tukang Pamer yang kuat."
Kali ini saat Ren He Berhadapan Langsung dengan Mark Payne dkk, ia pun tak merasa tersiksa hati. Mengingat bahkan surat buruan global sudah muncul, Ren He tak percaya kalau mereka menangkapnya untuk menyediakan makanan dan minuman enak.
Yang menunggunya pasti kehidupan yang suram.
Surat perintah buruan ini seolah-olah menuntut Ren He hanya boleh tinggal di rumah, tidak bisa jalan-jalan ke mal, tidak bisa pergi makan bakar-bakaran dan minum arak, tidak boleh menonton movie, apalagi berlibur. Jika tidak merespon, ia hanya bisa terperangkap di dalam negeri tanpa bisa bergerak.
Ren He bukannya tipe orang yang lapang dada atau bisa menerima penghinaan. Penyebab semua kejadian ini memang salah AS.
Tidak masuk akal CIA bisa mengurungku di Tiongkok sementara aku tidak boleh melawan. Tadi malam, Steve sudah menelepon mengatakan ini sebagai bonus tambahan dari transaksi: CIA telah mengetahui gerak-geriknya dan mengeluarkan daftar buruan.
Ren He membalas pendek, "Oke."
Pertempuran di Belanda ini harus ada hasilnya. Daftar buruan dari CIA ini menimbulkan amarah yang mendidih di kedalaman hati Ren He.
Seperti mesin negara yang memandang rendah dari atas, menentukan apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan.
Lalu apa artinya hidup seperti ini? Untuk apa hidup kedua kali jika akhirnya hanya meninggalkan rasa kesal yang terpendam?
Jadi Ren He datang ke Belanda kali ini ingin membuktikan: Dengan hak apa kalian berani mengurungku di Tiongkok?
Berdasarkan apa?!
Tiga kata inilah yang menjadi wujud emosi amarah paling mendalam dalam diri Ren He saat ini.
Seseorang bisa melarikan diri dari segala iblis di dunia ini, tapi hanya satu yang tak pernah bisa dihindari - diri pengecutnya sendiri.
Dalam hidup kedua kalinya ini, Ren He merasa keberanianlah yang paling utama pada akhirnya.
Jika ada gunung di depan, daki! Jika ada lautan, seberangi! Jika yang menghadang adalah mesin negara yang dahsyat, tembakkan meriam!
Ini prinsip hidupnya yang kedua. Baginya, hal ini setara dengan tekadnya mencari Yang Xi dulu tanpa takut rintangan. Logikanya sama, tak boleh diubah.
Namun setelah bertempur semalaman, Ren He mulai merenung: Apakah cara menghadapi kekerasan dengan kekerasan yang selama ini dilakukannya benar? Tapi ia tak menyesal. Menurutnya, terlalu banyak keraguan hanya akan menambah penyesalan dalam hidup.
"Daripada ragu-ragu, lebih baik maju tak kenal takut."
Bermain modal urusan nanti, yang harus dimainkan sekarang adalah pertempuran tanpa kompromi.
Jalan yang kau pilih sendiri, meski wajah terkoyak duri berdarah-darah, gigit gigi dan tuntaskan dulu baru bicara.
Lagipula belum tentu siapa yang menang, karena ini juga wilayah operasi CIA!
Setelah sarapan, semua naik bus sewaan Chen Da menuju lokasi pertunjukan. Faktanya hanya 6 grup teater yang diundang, pertunjukan bisa selesai dalam sehari.
Hal seperti ini sebenarnya paling menyiksa bukan aktor, tapi juri...
Ren He saja merasa lelah membayangkan juri yang harus duduk kaku seharian...
"Hari ini banyak selebritas besar dan turis yang akan menonton. Semua siswa harus berikan yang terbaik!" Semangat Chen Da terus membara di dalam mobil.
Tapi kondisi semua sudah disesuaikan, dampak insiden tembak-menembak tiga hari lalu tidak terlalu terasa. Memang Kedutaan Tiongkok bertindak sangat cepat dan manjur.
Mereka satu per satu duduk di bus sambil antusias membahas hal-hal terkait pertunjukan, hanya Ren He yang memejamkan mata mengumpulkan tenaga tanpa bersuara.
Hari ini mungkin merupakan hari bahagia dan upacara agung bagi murid lain, tapi bagi Ren He, ini hari bersejarah dalam perlawanannya melawan CIA. Pihak lawan ingin mempertahankan hukum dunia yang mereka bangun, sementara ia akan melanggar segalanya untuk memberitahu mereka: "Jika aku ingin ke LN, bisa ku lakukan!"
Di lapangan saat ini, Ren He bagai penghuni yang unik di tengah kerumunan. Tapi para maestro merasa aktingnya sudah tak perlu dikomentari lagi, sehingga tak ada yang mengganggunya.
Hanya Chen Da yang merasakan keanehan pada Ren He hari ini, namun ia tak bisa menjelaskan anomali apa itu... Seolah... Seolah pedang yang tersimpan rapi dalam Sarung Pedang, siap terhunus kapan saja.
Tanpa disadari, entah mengapa, identitas Ren He di dalam teater seolah memiliki kualitas yang melampaui, misterius, dan rendah hati. Namun Chen Da selalu memperlakukannya secara berbeda. Ia memiliki akting yang tak terjangkau rekan-rekan, bahkan telah menolak undangan bintang besar.
Semakin berada di lingkungan asing seperti luar negeri, semakin jelas perasaan ini terasa.
Beberapa senior perempuan ingin lebih dekat dengan Ren He, tapi selalu ditolak dengan sopan dan halus. Meskipun bisa bercanda dan bermain bersama, tetap terasa ada jarak.
Ren He tak punya waktu untuk memedulikan hal-hal ini. Pikirannya sepenuhnya terfokus pada pertempuran hari ini, tanpa gangguan sedikitpun.
Saat turun dari bus, Ren He mengeluarkan koper besar cello dari bagasi samping. Baru saat itu semua menyadari ia ternyata membawa benda aneh ini.
Saat ditanya mengapa membawa itu, Ren He hanya tersenyum: "Hadiah dari teman. Takut hilang kalau ditinggal di hotel. Ini sangat mahal."
Saat itu seorang teman sekelas yang cukup memahami industri alat musik gesek menjelaskan pengalamannya: "Instrumen seperti cello dan biola sangat memperhatikan sejarah dan kerajinan tangan, hingga harga selangit untuk sebuah biola atau cello bukanlah hal yang berlebihan."
Barulah semua tersadar, hanya saja mereka bingung mengapa Ren He masih mendapat hadiah cello di Belanda? Identitas sebenarnya junior ini semakin misterius di hati mereka...
Chen Da juga penasaran mengapa Ren He terus menggendong cello, namun tidak banyak bertanya. Hingga setelah rias wajah selesai dan semua berganti baju, Ren He tetap membawa cello itu ke area ganti baju sementara di belakang panggung, hanya menaruhnya begitu saja tanpa ada yang berani membuka.
Jika ada yang terlalu penasaran dan membuka peti itu diam-diam saat Ren He lengah, mungkin mereka akan merasa dunia ini penuh keanehan...
Ren He tidak ingin memulai pertempuran di dalam teater karena banyak teman sekelas di sana, jadi dia lebih memilih untuk mengembangkan pertempuran jalanan di luar setelah pertunjukan selesai!
Ia yakin CIA pun tak berani bertindak terang-terangan di festival film ini, pihak lawan juga memiliki hal-hal yang harus diwaspadai.
Namun Ren He tetap berjaga-jaga dengan membawa senjata api, bagaimanapun nyawa hanya sekali, lebih baik berhati-hati.
……
