Jika seluruh perasaan di jagat ini dibagi sepuluh bagian, ikatan keluarga satu bagian, persahabatan satu bagian, sisa delapan bagian telah lama Xia Yuting persembahkan untuk sang pemuda itu.
Saat asisten Xia Yuting terbangun, dia mendapati majikannya sedang terpaku memandangi skenario baru, bibirnya tanpa sadar melantunkan lagu tak dikenal. Asisten mendekat dan menangkap liriknya: "Dulu kini telah berlalu tak kembali... Lautan penderitaan... Mengaduk cinta dan benci..."
Kemarin saat Ren He bernyanyi di balik tembok pekarangan, Xia Yuting berada di dalam pekarangan, ternyata langsung hafal setelah mendengarnya sekali.
Naskah ini seolah memiliki daya pikat magis, membuat Xia Yuting semakin sakit hati semakin ingin membacanya, tanpa sadar telah membaca semalaman. Seakan dirinya benar-benar menjadi peri Zi Xia, sementara sang pemuda di sebelah rumah adalah Yang Mulia, Sun Wukong, pahlawan legendaris yang mengenakan zirah emas dan menginjak awan pelangi tujuh warna.
Hanya saja dalam perasaan pihaknya, tak ada secercah pun keberadaan dirinya. Ia ingin sekali memberitahu Ren He alasan melemparkan sup daging sapi ke Xu Xiaowen, namun tak berani mengungkapkannya.
Asistennya memandang mata Xia Yuting yang sudah dipenuhi urat darah, berbisik pilu: "Cepatlah tidur. Jika memang tak akan ada hasil, lebih cepat dilupakan."
Namun tiba-tiba ia menyadari, setelah ucapannya tak ada reaksi apapun dari Xia Yuting. Bibirnya masih bergumam lirih melanjutkan lagu itu.
“Sikap serius Xia Yuting dalam memperlakukan skenario adalah hal yang selalu dipuji oleh semua sutradara yang pernah bekerja sama dengannya. Benar karena inilah, saat melihat skenario A Chinese Odyssey, dirinya malah sepenuhnya tenggelam di dalamnya.”
Asisten memanggil beberapa kali, namun Xia Yuting tetap tidak bereaksi. Asisten panik: “Yuting! Yuting! Jangan nakut-nakuti aku, bicaralah!”
“Kalau kau mencintainya, kejarlah dia!”
“Yuting sadarlah! KuHarap kau bicara, lupakanlah dia!”
Xia Yuting perlahan memalingkan wajah ke kakak asisten, dua aliran air mata jernih berjatuhan dari wajah keletihannya: “Aku tak bisa melupakannya.”
“Kau terlalu lelah akhir-akhir ini syuting,” ujar asisten yang girang melihat Xia Yuting akhirnya mau bicara: “Jangan bekerja dulu, keluarlah jalan-jalan, segarkan pikiran!”
“Baik,” Xia Yuting menyetujui. Dirinya pun tahu keadaan dirinya saat ini tidak normal, mungkin jalan-jalan adalah yang dibutuhkannya.
Kakak sulung asisten menatap wajah lesu Xia Yuting, tiba-tiba hatinya terasa sangat perih. Orang-orang bilang cinta di dunia ini kebanyakan tak abadi, mereka yang mengaku mencinta jarang memiliki kegigihan. Tapi Xia Yuting yang tak pernah sekalipun mengaku mencintai Ren He justru menyimpan obsesi keduniawian yang sudah sedalam lautan Cang Hai.
Ia segera menghubungi perusahaan keamanan, meminta dua personel keamanan level tertinggi untuk mendampingi Xia Yuting selama masa rehat. Kini Xia Yuting bukan lagi pemeran figuran tak terkenal, keluar tanpa pengawal sama sekali tak boleh. Personel keamanan level tinggi biasanya adalah purnawirawan dari sistem pengintaian berbagai kesatuan lapangan, merekalah elite sejati.
Di masyarakat sekarang, uang memang sangat penting. Karena itu elite-elite militer purnawirawan pun rela menjadi pengawal untuk mencari nafkah - ini hal yang sangat wajar. Biasanya mereka menerima bayaran harga tertinggi.
Usai mengurus semuanya, kakak asisten berpaling bertanya pada Xia Yuting: "Kamu mau main ke mana?"
“Xinjiang,” jawab Xia Yuting tanpa pikir panjang. Ia sendiri tak tahu mengapa memilih Xinjiang, mungkin karena... ia tahu kelompok syuting _No Man's Land_ akan pergi ke sana?
Asisten sulung tertegun, Xinjiang?!
“Bagus-bagus-bagus, mau ke mana saja boleh,” ujar asisten sulung. Ia memang tahu tim _No Man's Land_ akan ke Xinjiang, tapi Xinjiang seluas itu, mana mungkin kebetulan bertemu?
Beberapa tahun terakhir para wisatawan petualang suka menggunakan gimmick menyusuri _No Man's Land_, beberapa pasangan bahkan rela bayar lebih untuk foto pernikahan di lokasi megah Xinjiang. Pergi ke Xinjiang tak masalah, asisten sulung sudah merencanakan: selama tidak mendekati lokasi syuting _No Man's Land_, dewi sekolah ini mau ke mana pun akan ditemani.
Dia benar-benar ketakutan tadi. Setelah tiga tahun menjadi asisten Xia Yuting, sudah terbentuk ikatan emosional. Meski di luar Xia Yuting adalah dewi sekolah bagi semua orang, di hadapannya gadis ini seperti adik kecil sendiri. Jika Xia Yuting benar-benar menjadi orang gila demi cinta, Kakak Asisten tidak tahu betapa sedihnya nanti.
Di zaman yang terbiasa dengan perpisahan ini, muncul gadis penuh kerinduan seperti Xia Yuting. Seandainya ini terjadi pada orang lain, Kakak Asisten pasti akan bertepuk tangan mengagumi kebesaran cinta. Tapi ketika hal seperti ini terjadi di sampingnya sendiri, barulah ia memahami betapa cinta bisa melukai perasaan, menyedihkan, merusak tubuh.
Rencana perjalanan sudah dipastikan. Mereka akan menyetir menuju Urumqi terlebih dahulu, kemudian ke Kanas, Burqin, Ili, dan akhirnya mengakhiri perjalanan di Turpan. Kakak Asisten hanya berharap ekspedisi ini benar-benar bisa membuat Xia Yuting melepaskan ikatan perasaan ini.
……
Di jalan tol, Ren He sambil menyetir sambil memikirkan bagaimana menyelesaikan misi yang baru dirilis Sistem Hukuman Langit. Urusan perlindungan yak liar harus ditunda sampai setelah Tahun Baru Imlek. Benda ini mustahil diselesaikan tanpa pergi ke Turpan dan Karamay.
Ren He menelepon Steve untuk meminta senjata: cukup satu senapan runduk dan satu belati survival. Menurutnya, meski harus bertarung melawan geng pemburu liar di Karamay, sebisa mungkin hindari korban jiwa. Setelah peristiwa CIA, ia sudah muak dengan pertumpahan darah sia-sia. Jika misi ini bisa diselesaikan damai, itu akan sangat baik.
Senapan runduk adalah senjata jarak jauh. Ren He merasa dengan mengintimidasi geng pemburu dari kejauhan, tujuannya mungkin tercapai?
Tapi Steve langsung mengkritik lewat telepon: "Meminta serangan darat di negara lain masih bisa kumengerti, tapi di Tiongkok juga minta padaku?! Sebenarnya kamu orang Tiongkok, atau saya?"
Ren He tersenyum lebar, "Ini karena kamu belum memahami kondisi nyata Tiongkok. Bagi orang Tiongkok sendiri, mendapatkan senjata api di wilayah negaranya sendiri, brengsek, sulitnya bukan main..."
Steve akhirnya berpikir sejenak lalu memberi tahu Ren He: Transaksi kali ini harganya naik, 6 juta. Karena Tiongkok termasuk wilayah yang tidak ingin diinjakkan kaki oleh sebagian besar personel sistem intelijen. Untungnya daerah perbatasan masih lebih bisa ditolerir. Ren He harus pergi ke Kota Horgos di perbatasan Prefektur Otonom Ili Kazakh, Xinjiang terlebih dahulu untuk menjemput barang. Begitu pihak mereka mengirimkan barang masuk, akan segera melewati garis batas negara Tiongkok.
Ren He tertegun sebentar. Ia tahu Kota Horgos sudah termasuk kota terpencil paling ujung di Tiongkok. Jika melanjutkan ke barat, mungkin kurang dari 50 kilometer sudah keluar negeri. Detailnya Ren He sendiri juga tidak begitu jelas.
Apakah Steve dan kawan-kawannya begitu berhati-hati? Dulu di Belanda mengirim senjata terasa seperti main-main, tapi di Tiongkok seolah-olah nyawa taruhannya. Ternyata harus ke kota kecil perbatasan jauh itu untuk menjemput senjata, dan barang harus segera meninggalkan garis perbatasan setelah sampai. Cuma berimajinasi saja sudah bisa merasakan betapa ekstra waspada pihak mereka.
Tak disadari, kalau mau cari beberapa pistol kualitas biasa atau senapan angin masih bisa, bahkan senapan tanah pun bisa. Tapi kalau benar-benar mau menyelundupkan senapan runduk kaliber 12.7 mm yang serius, mustahil!
