Duan Xiaolou dulunya adalah siswi tercantik yang diakui di kelas 3-2, kemudian Yang Xi muncul secara tiba-tiba menjadi Ratu Musik Internasional, membuat kesannya sedikit memudar.
Saat itu dia adalah objek cinta diam-diam Ren He, bukan hanya Ren He, mungkin separuh remaja pria di kelas juga diam-diam menyukainya - pintar belajar, cantik, postur tubuh bagus, kemampuan organisasi kuat, singkatnya dia selalu yang paling gemilang.
Lalu Ren He berubah, berubah sampai tak dikenali lagi, dari siswa terbelakang yang tak dikenal menjadi Kesatria paling terkenal sejagat, semakin menjauh dalam mengejar olahraga ekstrem.
Saat itu kehidupan Duan Xiaolou sempat goyah, dia hampir mengira rencananya mungkin salah, terlalu datar tanpa gejolak semangat.
Saat itu dia merasa langkah Ren He terlalu cepat, membuatnya tak mampu mengejar.
Namun akhirnya hidupnya kembali ke lintasan orbit. Saat SMA ia sudah pergi ke Australia, sekarang kelas tiga SMA, hampir dipastikan akan melanjutkan studi aktuaria di Columbia University AS, kehidupan yang mulus.
Berkat hubungan keluarga, sejak SMA ia sudah mulai berkontak dengan industri properti baru Australia dan meraih kesuksesan besar.
Urusan ke luar negeri bagai golok tajam yang memutuskan segala sesuatu masa lalunya. Dunia luar memang begitu berkilau, masa lalunya seolah tertutup debu - termasuk fakta bahwa ia dulu pernah menyukai Ren He.
Ia tak lagi mendengar kabar tentang Ren He, tak memantau Yang Xi, seolah memblokir semua ini secara otomatis. Seolah nama itu mewakili masa lalu suramnya. Hanya sesekali mendengar sepupu menyebut-nyebut "Kesatria ini itu", tapi Duan Xiaolou selalu merasa: olahraga ekstrem cuma makanan remaja, lagipula ini paling cuma bisa dianggap hobi sampingan. Harus ada profesi utama bukan?
Dan menyanyi bisa menghasilkan berapa banyak uang? Investasi real estate di Australia sudah membuat aset keluarga Duan di luar negeri melebihi 3 miliar, ini mungkin sulit diraih oleh seorang selebritas.
Jadi Duan Xiaolou selalu merasa... dirinya mungkin sudah melampaui langkah teman-teman sebayanya.
Sekarang dia jarang berhubungan dengan teman sekelas SMP-nya, Duan Xiaolou merasa ini wajar. Setiap orang yang mencapai tingkat tertentu akan memiliki lingkaran baru, ini adalah hal yang manusiawi.
Pada dasarnya, dia masih menganggap segala sesuatu di masa lalu mungkin sudah tidak memadai lagi tingkatannya.
Memang, selain belajar, apa lagi yang dimiliki kehidupan SMA di kampung halaman sendiri? Mungkin tidak ada sama sekali.
Duan Xiaolou sebenarnya juga tidak mengerti mengapa para pelajar kaya raya ini begitu tergila-gila pada olahraga ekstrem. Ambil contoh sang wanita cantik di mobil sport merah itu - di Shanghai pun dia terkenal sebagai anak manja kelas Jia terkemuka, bermain olahraga ekstrem memang agak mubazir.
Saat itu Huangfu Zhuri duduk kembali di mobil untuk bersiap berangkat, Duan Xiaolou bertanya: "Bagaimana itinerary yang sudah ditetapkan?"
"Pertama ajak mereka makan siang khas Luocheng, lalu berangkat ke Gunung Laojun. Perkiraan sampai sana sekitar jam 2 siang, biarkan mereka main sebentar lalu selesai," kata Huangfu Zhuri sambil tersenyum lebar: "Gerombolan ini datang khusus untuk Kesatria, katanya dua hari lagi mau ke Gunung Tianmen bersama. Pulang kali ini cuma buat ngelewatin rute yang pernah dilalui Sang Kesatria."
Sang Kesatria, Ren He. Duan Xiaolou terdiam. Ia menyadari setelah dua tahun, wajah pemuda itu mulai kabur dalam ingatannya. Kabarnya Sang Kesatria sudah hampir setahun tidak mengunggah video baru. Mungkin akhirnya dia menjadi matang, menyadari olahraga ekstrem bukanlah segalanya dalam hidup.
"Kakak Yu Ting? Kamu belum menghubunginya?" tanya Duan Xiaolou penasaran. Ia sangat tahu betapa sepupunya ini menyukai Kakak Yu Ting itu. Meski di Australia, Huangfu Zhuri tak pernah punya pacar.
Huangfu Zhuri tiba-tiba lesu: "Dia sudah punya orang yang disukai, aku takkan mengincar lagi. Ayo, berangkat."
Beberapa hari lalu Huangfu Zhuri menelepon Xia Yuting bilang sudah pulang, minta dijemput. Tapi Xia Yuting langsung ngomong ngawur di telepon kalau dia sudah punya gebetan, lalu nutup telepon.
Sebenarnya Huangfu Zhuri sudah lama tahu Xia Yuting paham perasaannya. Dia sengaja tak pernah mengungkapkan suka, takut ditolak. Sementara Xia Yuting selalu menjaga harga dirinya dengan tidak bicara tegas. Sikap gadis itu sebenarnya sudah jelas, hanya karena Huangfu Zhuri tidak pernah melamar, Xia Yuting pun tak mau terlihat sok asumsi sendiri dengan menolak duluan. Tapi Huangfu Zhuri selalu merasa mungkin masih ada harapan.
Di telepon beberapa hari lalu, Huangfu Zhuri merasa ada perubahan pada diri Xia Yuting. Entah perubahan macam apa, seakan tiba-tiba berubah total, membuatnya terkecoh.
Tapi sekarang segalanya sudah terlambat.
Ekspedisi tujuh gerbong mengeluarkan deru mesin dahsyat saat memasuki wilayah kota Luocheng, sangat mencolok.
……
"Kamera pengawas ini dipasang di manakah?" Ren He berteriak keras di jalan gunung berliku Laojun.
Liu Erbao dari kejauhan menoleh tajam sambil membentak: "Jangan bergerak! Biar nanti aku yang urus!"
Brengsek, Ren He benar-benar tak tahu harus berkata apa. Ternyata Liu Erbao kali ini bahkan tidak membawa walkie-talkie. Komunikasi mereka sekarang benar-benar mengandalkan teriakan!
Yang Xi tertawa terbahak-bahak di samping Ren He. Saat ini di jalan gunung hanya ada tiga orang dari tim Liu Erbao, ditambah An Si, Ren He dan Yang Xi sendiri. Semua orang tiba-tiba menyadari: begitu personel tim Liu Erbao berkurang, semua jadi berantakan. Memang tim profesional rumah tangga mereka lebih kuat...
Saat memasang sebuah peralatan tadi, An Si terus salah menempatkan sudutnya sehingga akhirnya dimarahi habis-habisan oleh Liu Erbao. Di bidang ini, Liu Erbao benar-benar tidak mentolerir kesalahan sekecil apapun. Kini An Si sudah kesal dan pergi merokok di sudut sambil menyimpan kekesalan...
Tapi An Si juga tidak benar-benar memendamnya di hati. Ia tahu Liu Erbao hanya bersikap serius saja.
Proses pemasangan seluruh peralatan memakan waktu lebih dari 3 jam. Sepanjang jalan gunung berkelok itu terpasang 7 titik kamera, plus 2 titik pengukur kecepatan.
Karena misi kali ini memiliki persyaratan kecepatan (km/jam) yang presisi, titik pengukur pertama digunakan Ren He untuk mengkalibrasi kecepatannya sendiri, agar ia tahu berapa kecepatan saat ini dan seberapa perlu ditingkatkan.
"Nona, ada makanan tidak? Aku lapar!" teriak Liu Erbao ke Yang Xi. Mereka berangkat pagi-pagi, tapi sampai jam 2 sore sibuk bekerja belum makan. Lagipula, di jalan gunung berliku ini memang sulit mencari makanan.
“Ada, Kakak Kedua ayo makan dulu,” Yang Xi mengeluarkan tas besar dari mobil Ren He. Isinya daging sapi kecap, daging kelinci kecap, daging keledai kecap dalam wadah plastik, plus beberapa roti kukus. Semua ini dipersiapkan Ren He pagi tadi. Para kru pun menyantapnya seadanya.
An Si yang sedang kesal pun tak peduli lagi. Sambil mengunyah, ia berkata dengan suara parau: "Tutup akses gunung juga ada keuntungannya. Setidaknya saat kau menyelesaikan misi nanti, tidak akan ada kendaraan lain yang naik. Dengan begitu tingkat keselamatanmu meningkat. Sekarang personel kita kurang, bahkan untuk mengawasi kamera saja kewalahan. Tak ada yang bisa menutup jalan. Ini kebetulan tepat."
