Pada saat itulah, Sistem Hukuman Langit tiba-tiba bersuara dalam pikiran Ren He: "Jika selama proses misi ini, yak liar mati karena inang menemui ajal, setiap satu kepala yang mati akan dihukum dengan hilangnya panca indra selama satu bulan secara kumulatif."
Ren He tersadar, metode mengambil risiko ini memang tidak sesuai. Ini pertama kalinya Sistem Hukuman Langit menambahkan syarat tambahan untuk suatu misi. Namun Ren He tidak punya pilihan lain. Tanpa cara ini, mustahil menyelesaikan misi.
Sementara itu, geng pemburu ilegal sedang berpikir: 10 juta RMB? Yak liar sekarang tidak sebernilai itu!
Mengapa harga alap-alap sekarang mahal? Bukankah karena hype orang-orang tajir Timur Tengah? Tanpa mereka, harga normalnya mungkin hanya ratusan ribu RMB, sama seperti anjing mastiff Tibet yang harganya kini naik karena strategi pemasaran.
Kita semua mencari untung saat tren sedang panas. Bagaimana jika bisa menabung sedikit? Masa depan pun punya harapan.
Pria kekar di hadapan Ren He mengerutkan kening: "Atas dasar apa kami harus mempercayaimu?"
Ren He mengeluarkan sebuah tas perjalanan dari dekat kakinya dan melemparkannya ke meja. Saat membuka resleting tas, udara seketika menjadi hening.
Di dalamnya terburai jelas tumpukan uang tunai. Hanya dengan melihat jumlahnya, para hadirin sudah bisa menyimpulkan nilainya.
"DP 1 juta RMB," kata Ren He dengan tenang, "Di dunia ini, tak ada yang lebih meyakinkan daripada uang sungguhan. 9 juta RMB tambahan akan dibayarkan dengan uang tunai non-bernomor seri bank setelah misi selesai."
Seketika pria di hadapannya yakin bahwa pemuda putih dan bersih ini bukan polisi. Mustahil pihak kepolisian mengizinkan remaja sebaya itu membawa 1 juta RMB sebagai umpan. Proses verifikasi rencana dan aliran dana sebesar itu pasti tak akan lolos.
Namun mengganti target perburuan liar dari alap-alap ke yak liar tetap membuatnya ragu. Rantai industri yang sudah mapan selama ini tetap bisa memberi keuntungan asal dijalani dengan patuh.
Orang-orang kami di padang gurun ini, menangkap 2 ekor elang dalam sebulan dan menyerahkannya ke pemilik sudah dianggap cara aman menghasilkan uang. Menangkap elang mudah, mencari elang yang sulit. Tapi kawanan saudara ini dipertahankan bukan semata untuk berburu elang, melainkan untuk mengantisipasi MANUSIA!
Di wilayah ini geng pemburu ilegal bukan cuma kelompok kami. Semua adalah orang-orang nekat. Bila benar-benar bertemu di jalan sempit, pria kekar yakin jika dirinya sendirian membawa elang ketemu lawan, pasti mereka akan bertindak kejam merebut barang.
Bisnis dengan modal kecil untung besar seperti ini, siapa yang tidak suka?
Sebenarnya praktik perburuan liar dalam realita tidak sesederhana yang difilmkan di _No Man's Land_. Meski sekarang semua pihak pada dasarnya mematuhi hukum wilayah tak tertulis - kamu berburu elang di wilayahmu, aku di wilayahku, air sumur tidak melanggar air sungai - tapi bisakah kau jamin mereka tidak timbul niat jahat?
Elang jumlahnya terbatas. Semakin luas wilayah, semakin banyak elang yang bisa ditangkap. Kalau benda ini sampai melimpah ruah tak perlu direbut lagi, mana mungkin masih ada kesempatan bagi pemburu liar seperti kami untuk jadi kaya?
Hanya saja keuntungan berburu elang tidak sebesar yang dibayangkan orang luar, penghasilan 200 sebulan, mana bisa menandingi daya tarik 1000 di depan mata ini?
Kalau benar berburu elang bisa memuaskan selera sepenuhnya, dia sama sekali tidak perlu ragu-ragu, langsung membunuh Ren He saja, dan dari ekspresi ragu pria kekar itu, Ren He tahu masih ada harapan.
Seperti kata pepatah, uang bisa membuat hantu pun menggerakkan batu penggilingan, Ren He merasa dirinya termasuk kelompok orang paling tajir se-negeri.
Pria kekar itu masih sedikit bimbang, meski semua bilang khasiat tonik tulang punggung yak liar kelas satu, ginjal luar bahkan bisa ekstrak materi jadi obat bius afrodisiak, tapi apa benda ini benar-benar sepadan dengan harga segitu?
Kini justru uang yang diberikan terlalu banyak membuatnya merasa tidak beres.
Ia tersenyum sambil berpikir: "Tidakkah kau takut aku mengambil uang ini lalu kabur? Kulihat mobilmu itu juga terlihat bagus."
Para pria di sekitarnya mendengar perkataan Kakak sulung, mereka semua mengejek dengan senyum sinis dan mengerumuni Ren He. Seorang pria paruh baya yang pendek dan kekar langsung mencengkeram rambut Ren He. Pria kekar itu menunggu untuk melihat reaksi Ren He, sekaligus menguji apakah keberaniannya benar-benar asli.
Ia sendiri tak tahu reaksi seperti apa yang diharapkan dari Ren He. Ini hanya upaya untuk menambah nilai tambah dalam penilaiannya – apakah bisnis ini layak dilanjutkan, semuanya tergantung pada karakter sejati Ren He.
Namun saat tangan pria kekar itu belum mencapai ubun-ubun Ren He, tiba-tiba ia merasakan telapak tangannya seperti dijepit tang besi. Angin kencang mengaum – dalam hati pria pendek itu berteriak panik: itu suara senjata tajam membelah udara! Tapi tak ada waktu maupun tenaga baginya untuk bereaksi!
Siapa sangka kekuatan di lengan pemuda putih dan bersih ini bisa mencapai tingkat yang mengguncang?
Dorr!
Pria bertubuh pendek dan kekar itu tiba-tiba menjerit kesakitan. Semua orang menyaksikan tangannya dipaksa Ren He dengan keras ke meja, lalu sebuah belati tepat menembus tulang tangannya dan tertancap di atas meja.
Kecepatan ini begitu dahsyat sampai para penjahat yang biasa hidup di ujung pedang pun tak sempat bereaksi. Mereka paham betul pria kekar ini adalah yang terkuat di regu, namun tetap tak berdaya melawan dan tertancap di meja!
Mereka bukan orang bodoh. Semua bisa melihat kemampuan bertarung Ren He jelas melampaui imajinasi mereka!
Saat itu, Ren He memperlihatkan gigi putihnya sambil tersenyum: "Tangan ini ditambah uang muka 1 juta, anggap saja sebagai bukti ketulusanku."
Dalam berurusan dengan orang-orang nekat, hati Ren He pun berubah kejam. Serigala tak akan mau domba bergabung dalam kawanannya. Di Padang Gurun ini, untuk bisa berbisnis dengan geng pemburu liar, dirinya harus memastikan tak menjadi buruan.
Kelompok ini telah menyembunyikan senjata api mereka saat keluar dari Padang Gurun. Jika tertangkap di luar, hukuman atas simpanan pribadi senjata api saja sudah tak tertahankan bagi semua.
Seketika dua orang menghunus belati dari kantong pinggang, menyerang Ren He dari kiri dan kanan. Gelagat mereka jelas menunjukkan ini bukan kali pertama mereka menumpahkan darah, mungkin masih membawa kasus kriminal di pundak!
Pria yang berhadapan dengan Ren He mengamati semua ini dengan tenang. Sejujurnya, gerakan Ren He tadi membuat sorot matanya menyempit. Sungguh mengejutkan melihat remaja yang tampak tak berbahaya ini bisa sekejam itu dalam bertindak.
Selama 9 tahun mencari nafkah di padang gurun ini, pria kekar ini bukan tak pernah membunuh atau melihat bajingan. Tapi kekejaman yang dilakukan remaja di hadapannya - begitu efisien dan tanpa jejak emosi - tetap sesuatu yang langka.
Ia ingin tahu, sosok macam apa sebenarnya Ren He ini.
Saat kedua belati hampir menyentuh wajah Ren He, tiba-tiba ia bangkit dan melepas pukulan. Kedua kepalan tangannya yang terlambat bergerak justru lebih dulu menghantam dada kedua pria itu, sementara belati mereka sama sekali tidak menyentuh tubuhnya.
Kedua pria itu berusaha menggenggam belati untuk menusuk Ren He, namun entah mengapa tiba-tiba merasakan ledakan sakit menusuk jantung di dada. Tubuh mereka terlempar ke belakang bagai terbang tanpa kendali!
