Semua yang hadir melototkan mata. Adegan orang terlempar ke udara seperti ini biasa mereka lihat hanya di serial TV silat klasik. Tak disangka hari ini mereka menyaksikannya langsung - sebesar apa kekuatan ini?!
Inikah kekuatan yang pantas dimiliki seorang remaja? Tiba-tiba empat kata muncul di benak semua orang... Naga Ganas Menyeberangi Sungai!
Dua pria itu terengah-engah di tanah. Rasa sakit membuat mereka nyaris kehilangan kesadaran. Ren He memalingkan wajah ke pria di seberang meja sambil tersenyum: "Mereka baik-baik saja, cuma patah dua tulang rusuk. Perlahan-lahan akan pulih."
Sebenarnya memukul seseorang hingga melayang memang membutuhkan kekuatan besar, ini berkaitan dengan kekuatan fisik, tidak ada keajaiban Xuan yang istimewa di sini.
Siapapun, asal memiliki kekuatan untuk memukul kantong pasir 180 jin hingga terangkat, selama memukul lokasi yang tepat, pasti bisa melakukannya.
Sedangkan Ren He sekarang tidak hanya memiliki kekuatan besar, kecepatannya juga sudah mencapai lingkup batas maksimal manusia, ditambah keberadaan Jurus Bela Diri tingkat ahli Larangan, jika kelompok ini benar-benar tidak membawa senjata api sama sekali, kemungkinan 13 orang sekaligus menyerang pun tidak akan bisa mengalahkan Ren He, apalagi hanya dua orang.
Meskipun orang-orang ini adalah para orang-orang nekat, tapi dibandingkan dengan ahli teknik bela diri sejati seperti Lin Hao, level mereka masih jauh tertinggal.
Di mata orang seperti Lin Hao, mereka hanyalah sekumpulan orang yang mengandalkan kekuatan kasar untuk menakut-nakuti orang saja.
Seorang bermata segitiga kurus langsung berbalik dan berlari ke arah rombongan gerbong mereka. Ren He mengerutkan kening, dalam sekejap ia menilai pasti mereka menyembunyikan senjata di bagian tersembunyi pikap-pikap usang itu. Kalau tidak, tak mungkin mereka langsung lari ke sana setelah terpana oleh kekuatannya.
Kalau berantem kalah, tentu harus mengeluarkan senjata.
"Lao San, kembali!" teriak pria di seberang meja dengan nada dingin.
Mendengar ini, Ren He tersenyum lebar dan duduk kembali di kursi. Tanpa bersuara, ia mengambil belati di meja, mengelapnya lalu menyimpannya di kantong pinggang, lalu memandang tenang ke arah pria itu.
Si mata segitiga kembali, membantu mengangkat dua pria yang tergeletak di tanah. Termasuk pria pendek berotot yang akhirnya bebas dari cengkeraman.
Mereka semua paham, Kakak sulung hendak memulai pembicaraan bisnis.
"Aku Li Kun, asal Shandong," pria itu memperkenalkan diri. "Bukan naga ganas takkan menyebrang sungai. Hari ini aku salah menilai."
“Panggil saja aku… Lü Xiaotu,” Ren He tersenyum lebar berkata: “Gimana, bisnis ini dilanjutkan atau tidak?”
Ren He sudah lama memiliki data informasi tentang Li Kun ini. Data dari Steve menunjukkan si tajir ini dulunya bersekolah di akademi kepolisian daratan Tiongkok, kemudian menjadi Interpol, pernah terlibat dalam pengungkapan kasus pembunuhan hancur-lebur, lalu dikeluarkan dari regu polisi karena masalah pelanggaran disiplin. Makanya Ren He cukup waspada padanya. Seseorang yang pernah hidup di dunia beradab tapi malah menerobos masuk ke dunia barbar, hantu saja tahu perubahan apa yang akan terjadi pada survivalnya di Padang Gurun.
Li Kun mengerutkan kening, Lü Xiaotu? Nama samar yang terdengar asal-asalan, tidak bisakah dibuat lebih kreatif...
Li Kun juga tidak mau bergulat lebih jauh: “Tidak takut kami melarikan uang dan menghilang?”
Sebenarnya Li Kun masih memiliki keunggulan psikologis. Apa gunanya jurus tangan dan kaki hebat? Di zaman sekarang, satu pucuk senjata saja sudah bisa membunuhmu. Jadi meski kehilangan tiga orang, tekanan yang dirasakan Li Kun tidak terlalu besar. Baginya yang penting adalah memastikan kedua pihak bisa berbisnis.
Namun dalam hal kekuatan tembak, Ren He merasa dirinya tidak gentar siapapun di padang gurun ini... Ia tersenyum lebar sambil berkata pada Li Kun: "Tidak takut. Kecuali kalian berniat tidak pernah keluar dari gurun ini lagi."
Perkataan ini terdengar terlalu sombong. Makna tersiratnya adalah: "Kalau berani kabur membawa uang, begitu keluar dari gurun akan kuminta kalian mengembalikan sampai ke akar-akarnya."
Li Kun tidak menghiraukan kepercayaan diri aneh Ren He ini. Dalam hati ia tertawa dingin: Hebat main tinju terus mau sombong?
Ia menahan dorongan untuk langsung mengeluarkan senjata dan menghancurkan Ren He: "Tapi saya tetap merasa Anda mungkin salah lokasi. Yak liar di Karamay sudah hampir punah. Belasan tahun lalu kadang masih terlihat di sumber air, dua tahun terakhir saya belum pernah melihatnya lagi. Tentu saja, mungkin juga karena saya tidak menjelajahi sumber air yang lebih dalam."
Wajah Ren He langsung menghitam. Masalah ini mana mungkin tidak dia ketahui? Dia juga geli di selangkangan!
Li Kun melanjutkan: "Jika Anda ingin kami berburu yak liar di Qinghai Hoh Xil, perlu tambahan biaya! Pengawasan di sana sekarang terlalu ketat!"
Fakta memang demikian. Bagi geng pemburu ilegal, Hoh Xil juga merupakan harta karun. Tapi lokasinya lebih dekat ke daratan Tiongkok, dan jika benar-benar terjadi masalah akan sulit melarikan diri. Ditambah beberapa sutradara film akhir-akhir ini membuat film dokumenter yang mendapat perhatian tinggi, menyebabkan penambahan langsung pasukan polisi di Hoh Xil.
Sekarang jika ingin melakukan perburuan liar di wilayah itu, benar-benar harus siap menghabiskan hari di penjara! Operasi pembersihan tiga tahun lalu hampir berhasil menghabisi semua pemburu ilegal dalam negeri sekaligus. Tak ada yang bisa mengabaikan kehendak mesin negara.
Saat ini, dari tiga regu pemburu ilegal yang aktif di _No Man's Land_, salah satunya adalah regu yang berhasil selamat secara kebetulan dari operasi pembersihan waktu itu. Mereka sampai tertegun tak berani kembali ke Hoh Xil lagi.
Li Kun baru-baru ini dengar kabar bahwa pengawasan di Hoh Xil mulai agak melonggar karena kondisi damai yang berlangsung lama. Tapi kalau benar-benar disuruh memburu yak liar di sana, ia tetap merasa tekanan besar. Namun setiap kali bagian terbesar keuntungan perburuan diambil orang lain, apakah ia benar-benar rela? Belum tentu!
Lagipula sebenarnya Elang Falcon bisa pergi sendirian saja. Ia bisa mengerahkan satu orang ke Elang Falcon sambil memimpin regunya sendiri berburu yak. Padang Gurun ini sudah damai cukup lama. Bukankah lebih baik jika ia tak menelantarkan kedua bisnis ini?
Saat memikirkan ini, mata Li Kun tiba-tiba bersinar. Meskipn aksi yang diperlihatkan pemuda itu hari ini terkesan menakutkan, masalahnya adalah dia punya senjata api!
Di zaman sekarang, siapa yang punya senjata dialah yang berkuasa. Dulu Li Kun bisa menjadi bos gang karena kemampuannya mengadakan senjata api.
Menurut Li Kun, bahkan jika mereka berkonflik terbuka dengan Ren He, tidak masalah! Berurusan dengan pemuda tak bersenjata tetap lebih baik daripada berhadapan dengan gembong penyelundup kelas kakap!
Li Kun dan anak buahnya berhenti minum. Ia berdiri: "Bagaimana cara menghubungimu?"
Ren He merasa canggung. Dia bahkan tidak punya telepon satelit. Tampaknya dia harus kembali ke pusat kota Karamay dulu untuk memasang telepon satelit mobil yang akan sangat memudahkannya. Sebenarnya telepon satelit sekarang sudah cukup umum, terutama di padang gurun ini...
Harga satu unit telepon satelit sekitar Rp5000. Kartu domestik kira-kira Rp500 untuk 250 menit, sedangkan kartu global sekitar Rp700 untuk 100 menit.
Ren He berpikir sejenak lalu berkata: "Sebulan kemudian, temu di sini."
Dari Karamay pulang-pergi hanya butuh waktu sehari, masih sangat mungkin untuk kembali dan membuntuti geng pemburu ilegal memasuki Padang Gurun. Ren He tak percaya mereka akan masuk gurun malam ini, baru saja keluar, persediaan air dan 'makanan' pun belum lengkap.
Li Kun tak bicara lagi, memberi isyarat pada saudara-saudaranya untuk naik mobil dan pergi. Deru dahsyat tiba-tiba memecah kesunyian.
Dari belakang, Ren He menyaksikan bayangan mereka menjauh. Di dalam tas uang itu tersembunyi pelacak GPS satelit kecil yang dijahit di dasar tas - mainan kecil yang ikut dikirim bersama peralatan senjata Steve.
Benda ini, terlihat jelas sebagai peralatan militer berkualitas tinggi yang mungkin bernilai mahal, tapi di hadapan koleksi senjata itu, memang tidak ada artinya.
