Pada tengah hari, Ren He duduk di dalam mobil sambil meminum air mineral kemasan utuh dan mengunyah biskuit kompresi.
Satu jam sebelumnya, Ren He yang sedang mengikuti dari jauh di belakang Li Kun dan kawan-kawan tiba-tiba melihat titik merah di layar instrumen pelacakan telah melambat kecepatannya, tidak lagi seperti kecepatan kendaraan melainkan lebih mirip kecepatan pejalan kaki.
Sebelumnya Ren He sempat khawatir, bagaimana jika kelompok ini meninggalkan kantong uang di mobil? Bukankah itu akan menghilangkan alat pelacak utama mereka?
Tapi kini ia menyadari kekhawatirannya sia-sia - ternyata mereka membawa uang itu ke dalam padang gurun sekalipun!
Ren He melihat peta, di depan terdapat sebuah danau kecil pedalaman. Sangat mungkin kelompok ini telah mencapai lokasi dimana yak memiliki kemungkinan muncul.
Ia melirik matahari kejam di atas kepalanya, di sekelilingnya sudah terhampar Padang Gurun yang megah. Berbeda dengan gurun pasir, medan di sini bergerigi dan penuh keanehan, saat malam tiba lebih menyerupai kota hantu, meski tak seajaib kawasan wisata terkenal Devil's Town, namun perbedaannya tak terlalu jauh.
Namun hal ini justru menguntungkan, memudahkan Ren He menyembunyikan siluet tubuhnya. Ia membuka bagasi mobil offroad, menarik sebuah koper besar dari kompartemen yang seharusnya menjadi tempat ban cadangan. Inilah peralatan yang dijual Steve padanya kali ini.
Saat ini, benda-benda tersebut masih berupa bagian-bagian terpisah. Dengan kemahiran, Ren He merakitnya menjadi: satu pucuk senapan sniper, satu pucuk senapan otomatis standar AS, sebuah pistol, peluru dalam jumlah tak terhitung, 5 granat, serta seragam operasi berwarna kuning.
Saat melihat benda yang terpendam di dasar koper, Ren He sempat ragu apakah akan membawa benda ini... Sebuah peluncur peluru meriam roda enam.
Steve merasa dirinya mau perang ya? Bahkan senjata penekanan tembakan dengan kekuatan tempur individu sekuat ini bisa dia selundupkan. Tak peduli seberapa kuat tembakan geng pemburu ilegal ini, sekali peluru meriam ini ditembakkan, pasti bisa bikin mereka mengompol!
Cacat terbesar benda ini di medan tempur adalah berat satu peluru meriam saja sudah setengah jin (0,5 kg), ditambah berat tubuhnya sendiri. Berjalan jauh dengan membawa ini sangat menguras tenaga.
Tapi cacat ini sama sekali tidak berlaku untuk Ren He. Membawa benda ini, dia sama sekali tidak kena apa-apa.
Bawa atau tidak? Lebih baik bawa. Jika Li Kun dan kawan-kawannya benar memiliki banyak senjata api otomatis, atau jika Ren He tidak sengaja didekati lawan, benda ini bisa digunakan.
Sebelumnya Li Kun mengira dengan senjata di pihaknya, sekalipun kemampuan bertarung Ren He bagus, mustahil bisa melawan senjata api?
Tapi dia tidak tahu, saat Ren He mulai berjalan kaki di _No Man's Land_ ini, seluruh tubuhnya berubah menjadi titik tembak bergerak...
Namun Ren He merasa sebaiknya jangan sampai ada korban jiwa. Tangannya sendiri sudah banyak menodai nyawa. Meski ingin mengalami kehidupan, setiap kali peluru ditembakkan untuk membunuh, di kedalaman hatinya tetap terasa gentar.
Ini reaksi normal yang seharusnya dimiliki manusia biasa di era peradaban. Jika seseorang membunuh sesamanya tanpa merasa apa-apa, berarti ia sudah bukan manusia lagi.
Saat turun dari mobil, Ren He ragu sejenak. Dengan geli di selangkangan ia menatap cangkir kartun di kursi penumpang depan... Bawa atau tidak?
Masalah ini sebenarnya lebih rumit daripada memutuskan bawa atau tidaknya peluncur granat. Yang terutama, Ren He sendiri tidak bisa menerima dalam hati - pria sejati menggunakan cangkir beruang pink ini, sungguh...
Bawa saja. Di padang gurun ini tak tahu berapa lama waktu yang akan terbuang. Sedikit rasa geli di selangkangan mana bisa dibandingkan dengan pentingnya sumber air bersih? Meski konon di padang gurun No Man's Land ini bisa ditemukan banyak sumber air asin yang bisa diolah untuk diminum, tetap ada risiko masalah. Lagipula dirinya bukan seperti Li Kun dan kawan-kawannya yang sudah bertahun-tahun hidup di wilayah tak berpenghuni, sama sekali tidak familiar dengan daerah sini. Lebih baik bawa persediaan air sendiri.
Lagian benda ini toh didapat dengan menukar satu hadiah tingkat sempurna, kalau tidak digunakan juga tidak rela.
Ren He menyelipkan cangkir kartun ke dalam baju tempur. Senter cahaya kuat itu memang cukup praktis, selalu diletakkan di sebelah belati di kantong pinggang.
Di bawah terik matahari, ia bergerak menuju titik merah di alat deteksi. Jarak antara kedua pihak hanya tinggal 5 kilometer.
Setelah setengah jam, Ren He tiba-tiba menyadari titik merah itu berhenti mendadak. Dengan penuh kewaspadaan ia mulai merayap perlahan, menghindari kemungkinan terdeteksi lawan. Sekaligus mengantisipasi jebakan yang mungkin dipersiapkan jika lawan menyadari ada yang mengikuti dari belakang.
Setelah maju 2 kilometer lagi, Ren He menemukan lima mobil milik Li Kun tersembunyi di area bagian belakang cahaya, mobil-mobil tersebut sudah kosong tak berpenghuni.
Lanjutkan perjalanan.
Hingga titik merah sudah berada dalam jangkauan dekat tak terjadi kecelakaan apapun, Ren He tidak dijebak. Diperkirakan Li Kun dan kawan-kawan tidak menyangka ada yang membuntuti mereka. Ren He bersembunyi di balik lereng bukit lalu mengintip ke luar, tepat melihat siluet Li Kun dan rombongan sedang mendirikan tenda.
Lokasi ini hanya berjarak 1 kilometer dari danau yang tertera di peta. Tampaknya Li Kun dan kawan-kawan sudah mempersiapkan pertempuran panjang, mengingat yak liar di wilayah ini lebih langka daripada elang, hampir punah. Di radius ribuan kilometer sekitar Karamay, diperkirakan hanya ada 20 ekor saja - syukur langit dan bumi!
Li Kun dan kawan-kawan telah bertekad baja menunggu yak muncul di sini, langsung mendirikan barak militer. Namun Ren He terjebak dalam situasi memalukan - jika tak ingin jejaknya terdeteksi, ia tak bisa mendirikan tenda di dekat lokasi. Siapa tahu apakah grup brengsek ini akan mondar-mandir di sekitar?
Tapi jika jaraknya terlalu jauh, bagaimana jika saat grup ini menemui jejak yak liar, ia tak sempat menjemput tepat waktu?
Perlu diketahui, begitu seekor yak menemui ajal, panca indranya akan lumpuh selama satu bulan. Jika benar-benar ada yang mati, mata tak bisa melihat, telinga tak bisa mendengar - bukankah ia pasti menemui kematian di Padang Gurun?
Tak ingin ketahuan, namun harus melindungi yak secara real-time. Bukankah ini berarti harus tidur di bawah langit terbuka dengan bumi sebagai alas? Brengsek...
Setelah sensasi segar _No Man's Land_ perlahan memudar, semakin lama Ren He bertahan di gurun, semakin ia menyadari misi yang diterbitkan Sistem Hukuman Langit ini benar-benar jebakan. Tugas seperti ini jauh lebih menguras tenaga dibanding misi olahraga ekstrem. Yang jadi pertanyaan: apa salah yak sampai harus menerima nasib seperti ini?
Ren He bahkan mulai mempertimbangkan, "Bagaimana jika misi ini terlalu sulit? Aku bisa menggunakan hak imunitas untuk membebaskan diri dari tugas ini. Lagipula, misi ini terkait langsung dengan nyawa orang."
Saat itu, Sistem Hukuman Langit tiba-tiba bersuara dalam pikiran Ren He: "Misi cabang baru: Jika inang menyelesaikan misi tanpa membunuh, akan ada hadiah tambahan berupa peningkatan ramuan muntah tingkat lanjut menjadi skill tetap dengan 3 kali kesempatan penggunaan harian."
Ren He tertegun sejenak, "Sialan, ramuan muntah tingkat lanjut?!"
"Meski benda ini jijik banget, tapi kalau benar-benar bisa menjadi skill tetap..." Ren He berpikir sambil menggaruk dagu, "Sepertinya cukup berguna."
Dengan kata lain, jika Ren He bisa melindungi 20 yak sekaligus tidak membunuh, selain hadiah utama dia juga akan mendapatkan skill tambahan. "Bayangkan, bisa memerintahkan 'muntahkan kotoran' kapan saja. Ngeri ga tuh?"
"Misi ini sepertinya mendapat perhatian khusus dari Sistem Hukuman Langit. Apakah yak terlalu berharga... atau mungkin menyiksaku itu sangat menghibur?" Ren He menggumam sambil menghela nafas, "Jawabannya pasti yang terakhir, brengsek!"
