Senjata api? Itulah benda yang bisa menambah keberanian begitu menggenggamnya.
Saat pelatuk ditarik, butir peluru melesat keluar dari selongsong didorong daya ledak mesiu, berputar kencang melewati alur laras sebelum akhirnya menghunjam jaringan otot manusia dengan kecepatan dan putaran mematikan - semua terjadi lebih cepat dari kedipan mata telanjang.
Tiga gembong pemburu ilegal di _No Man's Land_ bisa tetap damai mencari untung masing-masing justru karena saling menguasai senjata. Perang terbuka hanya akan berakhir saling melukai, bahkan mungkin memberi celah bagi pihak ketiga untuk memanen keuntungan dari pertikaian ini.
Bahkan pemimpin grup seperti Li Kun pun tak berani mengatakan pasti takkan mati dalam pertempuran sengit, inilah kuncinya.
Li Kun sudah biasa melihat tim kriminalnya menjalankan misi. Penjahat paling kejam sekalipun pasti panik saat berhadapan dengan senjata api. Maka dua pucuk pistol itulah yang memberinya keyakinan saat menghadapi kedatangan Ren He.
Menurut Li Kun, meski pemuda bernama Lü Xiaotu itu jago bela diri, seharusnya dia hanya bisa menyerah begitu saja saat berhadapan dengan senjata api.
Tapi dia melebih-lebihkan ancaman senjata api terhadap Ren He, dan meremehkan kemampuan bertarung Ren He.
Sebelumnya, Ren He pernah berhadapan dengan Badan Keamanan Nasional AS dan CIA. Mana mungkin kedua lembaga ini tak memiliki kekuatan dahsyat? Ren He sangat paham: manusia tak mungkin lebih cepat dari peluru, tapi bisa lebih cepat dari orang yang memegang senjata.
Selama musuh belum siap dengan senjata terarah dan tembakan bertubi-tubi, Ren He berani terjun ke masalah rumit ini.
Orang bersenjata yang telah dikukantoi dengan satu pukulan itu terbaring di tanah dalam kondisi hidup atau mati tak diketahui. Ren He masih mengontrol kekuatannya - tenaga pukulan ini setidaknya seratus kilogram. Jika mengenai organ vital manapun secara langsung, orang ini pasti sudah mati. Namun Ren He mengarahkan pukulannya ke bahu kanan. Keretakan tulang selangka dan lengan tak terhindarkan, tapi masih bisa diselamatkan.
Saat itu, lima enam orang menghunus golok menyerang Ren He, sementara Li Kun mundur cepat. Kelompok ini nekat mengawal Li Kun untuk mengambil senjata api! Asal ada senjata, pemuda ini pasti mati!
Cahaya redup kuning di depan toko gelap memantul pada bilah-bilah golok, memancarkan bukan kehangatan, melainkan niat membunuh!
Lima orang di depan, satu di belakang. Semua telah menjalani hari-hari penuh darah selama belasan tahun seperti menjilati darah di ujung pisau. Meski kemampuan bertarung Ren He sehebat apapun, takkan membuat mereka gentar menghunus golok.
Di padang gurun ini, siapa pun yang ingin berdebat logika dengan para pemburu liar ini, harus terlebih dahulu melewati golok di tangan mereka!
Golok mereka bukan untuk dilihat!
Di hati, beberapa orang ini berpikir keras: masa enam orang tidak bisa membabat mati seorang remaja belasan tahun?
Namun tepat saat mereka mengangkat golok, ekspresi tiga orang tiba-tiba berubah. Entah bagaimana, mereka tiba-tiba merasa mual. Rasa mual ini datang sangat aneh, seolah... seseorang meremas perut mereka hingga tak tersisa ruang sedikitpun, sehingga "makanan" di dalam terdesak keluar melalui kerongkongan!
Huek!
Kru syuting yang sedang menyaksikan pertarungan tertegun. Kok tiba-tiba muntah pas berantem? Apa... mereka kebanyakan minum?
Benar-benar lega! Brengsek! Kalian menduduki toko gelap ini sambil mabuk selama 3-4 jam, pantas saja muntah pas berantem!
Sementara tiga orang di sisi lain, air mata mereka tiba-tiba meluap deras bagai tanggul jebol, sama sekali tak bisa dibendung.
Semua kru di lokasi syuting melihat bos besar mereka sama sekali tidak menghiraukan tiga orang yang sedang muntah, dengan lincah menghindar sambil melompat, kaki terangkat tiba-tiba mengerahkan kekuatan dan menendang ketiga orang yang menangis hingga jatuh. Ketiganya seperti domino, terjatuh ke permukaan tanah.
Namun saat itu Li Kun sudah membungkuk untuk mengambil senjata. Ren He melesat ke udara, lompatannya yang mendadak itu bahkan merambah lima meter hingga sampai di depan Li Kun. Sikutnya terangkat tinggi, seiring kuda-kuda yang menyusun kekuatan, satu hantaman sikut langsung menghempaskan Li Kun ke tanah.
Aksi secepat kilat nan tak terduga ini membuat seluruh kru terpana. Mereka tak menyangka bos besar mereka dalam hal berantem... ternyata kuat sampai level absurd!
Seberapa ekstrem? Sebelumnya mereka selalu berpikir adegan satu orang melawan sepuluh hanya ada di serial TV genre silat Sutradara Zhang. Bagaimanapun dalam realita sebenarnya, bahkan praktisi bela diri legendaris sekalipun, saat benar-benar bertarung tidak seanggun di serial TV, lebih mirip berantem pasar biasa.
Namun kesan yang Ren He berikan kepada mereka bagai menonton film, sangat santai. Ini karena Ren He sama sekali tidak terlibat pertarungan dengan siapapun, semuanya mencapai efek Menaklukkan Musuh dalam satu serangan, sehingga terlihat seperti film sungguhan.
Terutama lompatan lima meter terakhir itu, benar-benar sentuhan ilahi.
Hanya saja semua agak bingung, mengapa para penjahat yang hendak menebas dengan golok itu belum juga selesai muntah...
Dan tiga lainnya... Ini dipukuli sampai nangis?
Tak ada harga dirinya... Menurut mereka meski dipukuli, takkan sampai menangis seperti itu...
Ren He yang membawa buff Bikin Nangis berdiri di hadapan Li Kun, ia memungut dua pistol yang berserakan di tanah: "Ini sumber keyakinanmu, ya? Padahal aku cuma ingin berbisnis baik-baik denganmu."
Punggung Li Kun terasa nyeri luar biasa akibat sikut Ren He, seolah tulang punggungnya mau patah. Tapi ia tahu tulangnya tak retak, kalau tidak pasti sudah tak bisa merasakan sakit.
Dengan susah payah ia membalikkan tubuh hingga telentang, terengah-engah berkata: "Aku meremehkanmu. Kau pasti sniper itu."
Li Kun menggunakan kalimat biasa.
Ren He tersenyum lebar bertanya: "Sniper apa?"
Li Kun tak melanjutkan pertanyaan. Dalam hal 'yang menang jadi raja, yang kalah jadi penjahat', berbicara lebih banyak tak berguna. Ia beralih bertanya: "Apa rencanamu? Membunuhku lalu menguasai wilayah kekuasaan ini sendiri? Tidak, kurasa kau tak tertarik."
“Serahkan ke polisi saja,” kata Ren He sambil menoleh ke bos toko gelap yang bersembunyi di samping. “Bos, ambilkan beberapa tali yang kokoh, ikat mereka semua!”
“Iya iya, baik!” sang bos mengangguk cepat-cepat, takut pemuda ini melampiaskan amarah padanya. Dalam hati ia sudah bulat hati: Malam ini juga kabar ini harus disebarkan! Kelompok Li Kun memang pantas kalah – pemuda ini adalah naga ganas yang melintasi sungai!
Berbaring di tanah, Li Kun merenung: Pemuda ini mau menyerahkanku ke polisi? Sebenarnya sampai detik ini Li Kun belum paham motivasi sebenarnya sang pemuda. Mengapa datang ke sini? Mengapa awalnya bicara bisnis? Jika tujuannya tanduk yak, kenapa menghalanginya dengan tembakan sniper? Kalau bukan dia sang sniper, bagaimana penjelasan tentang pelacak? Li Kun jelas bukan orang bodoh.
Ren He tidak menghiraukannya, tahu bahwa ia takkan bisa bangun dalam waktu dekat. Ia meminta bos untuk mengikat yang lain. Mereka yang masih muntah dan menangis namun punya tenaga untuk melawan, masing-masing ditinju sekali oleh Ren He hingga mengerut seperti udang, keringat bercucuran akibat kesakitan.
Setelah semua orang termasuk Li Kun terikat, Ren He menghapus sidik jari dari pistol. Dalam sekejap mata, senjata itu dibongkar dan dilempar ke tanah. Melihat pemandangan ini, Li Kun semakin merasa hati terasa pahit - lawannya bukan hanya jago bertarung tangan kosong, tapi juga ahli dalam urusan senjata api!
