"Jangan gugup," Zhao Panggung memberi semangat pada Ren He dengan sedikit pengalamannya: "Di industri kita, pengecut mati kelaparan, yang berani akan kenyang. Asal tidak gugup, aktor seperti apapun bisa diterima. Sutradara paling benci aktor yang nervous."
Kru panggung membawakan 30 set zirah untuk Ren He dan kawan-kawannya ganti. Melihat tingkat kerincian zirah standar ini, Ren He langsung paham mungkin ini benar-benar produksi besar serial TV silat klasik.
Kru panggung di samping berkata dingin: "Zirah-zirah ini pesanan khusus dari ahli. Jangan sampai rusak, kalau rusak kalian pasti tak sanggup mengganti."
Ren He melirik sinis. Zirah ini memang bernilai tinggi, tapi omongan "tak sanggup mengganti" itu jelas berkoar-koar...
Tapi zirah ini cantik memang, cuma terlalu berat. Pantas saja tim produksi harus cari pemain khusus. Yang posturnya di bawah 175 cm benar-benar tak sanggup memikul.
Sepuluh lebih orang yang direkrut Zhao gemuk rata-rata postur 175-180 cm. Sementara Ren He 184 cm agak menonjol seperti bangau di antara ayam. Saat mengenakan zirah, Zhao gemuk merasa ada kesan anak zaman now campur manusia kuno yang memalukan saat melihat yang lain. Tapi ketika melihat Ren He, seolah zirah yang bisa mendukung aura heroik ini memang cocok secara alami untuknya.
Zhao si Gendut melihat perut besarnya sendiri, kemungkinan besar tidak bisa masuk ke dalam zirah!
"Kondisi tubuhmu yang seperti rak baju ini benar-benar hadiah dari leluhur pendiri! Harus dihargai baik-baik!" Zhao si Gendut berkali-kali mengingatkan. Dia sangat khawatir kejadian pagi tadi terulang lagi, kesempatan emas yang sudah di tangan bisa menghilang begitu saja.
Meski masih punya sedikit integritas, tak tega menghisap darah para pemeran latar standar ini, tapi setiap kali ada yang pergi harus ganti sedikit uang, lama-lama juga tidak kuat!
Ren He tersenyum lebar: "Tenang, pasti kumainkan dengan baik! Dijamin sukses, malem traktir minum arak!"
"Minum arak apaan, mainkan dulu yang bener," Zhao si Gendut melotot, lalu bergumam pelan: "Kalian para miskin ini punya berapa duit... Mau traktir minum lagi..."
Saat itu wakil sutradara datang memberikan pengarahan: "Kalian memerankan Pengawal Kaisar, tokoh utama akan menembus dari sini dengan membunuh semua penghalang, kalian akhirnya tewas semua, paham? Nanti pelatih jurus bela diri akan mengajarkan cara berakting, gerakan harus penuh kekuatan dan keberanian. Siapa yang lemas seperti belum makan, lebih baik enyahlah sekarang!"
"Mengerti!" serentak mereka menjawab.
Tiga puluh orang ini terdiri dari dua kelompok - satu kelompok bawah Zhao Si Gemuk, satunya dari koordinator figuran Zhao Shuai. Konflik antar figuran memang tak terhindarkan, kedua kelompok ini pun mulai bersitegang.
Wakil sutradara sampai harus memanggil Zhao Si Gemuk dan Zhao Shuai: "Kendalikan anak buahmu! Urusan internal kalian tak kupedulikan, tapi kalau sampai merusak adegan, kami tak akan kembali lagi! Kalian bisa mati kelaparan!"
Kedua koordinator itu segera menjilat: "Takkan terjadi, Sutradara. Tenang saja."
"Deng pelatih koreografi bela diri tiba, pertama-tama menjelaskan gerakan ke orang lain, lalu khusus memberi pengarahan ke Ren He: "Nanti kamu harus bertukar sepuluh jurus dengan tokoh utama, kamu harus tampil gagah berani untuk menonjolkan keberanian tokoh utama, mengerti?"
"Mengerti!" Ren He mengangguk, daun hijau yang mendukung bunga merah. Kalau pakai figuran jelek untuk menonjolkan tokoh utama, mana bisa kelihatan bagus?
Pelatih koreografi lalu mendemonstrasikan gerakan. Semua orang kini memandang ke arah sini. Begitu Ren He menguasai gerakannya, syuting bisa dimulai. Sekilas terlihat gerakan mengayun dan menebas yang penuh tenaga dari pelatih itu, bahkan terkesan seperti jenderal perang di medan pertempuran. Ren He menduga ini pasti ahli bela diri sejati.
"Ayo, coba tirukan gerakan tadi. Setelah latihan beberapa kali, kita bisa mulai mencoba pola jurus bertarung..."
Hasilnya, sebelum instruktur bela diri selesai bicara, ia menyaksikan Ren He mengangkat golok properti dan mulai menebas persis seperti gerakannya tadi. Satu tebasan ke depan bahkan menciptakan suara angin yang menderu. Meski berjarak 5 meter, insting latihan sang instruktur langsung membuat bulu kuduknya meremang. Ia yakin andai berada di posisi lawan, takkan sanggup menahan serangan itu!
"Apa kamu pernah belajar bela diri?" Instruktur itu terpaku.
"Tidak," jawab Ren He jujur. Memang tak pernah belajar seni bela diri Tiongkok, tapi ia perlu klarifikasi: "Aku sering olahraga, dan lumayan jago berantem..."
Sekeliling mereka bereaksi gelagapan. "Jago berantem? Apa-apaan ini?"
Tak disangka, seorang pria paruh baya tiba-tiba berkomando: "Lanjutkan adegannya! Biarkan Cheng Xin langsung berlatih dengannya. Kalau scene ini bisa difilmkan dengan baik, hari ini kita dapat bonus!"
"Baik, Sutradara!" Pelatih silat menghormati pria paruh baya itu. Ren He baru menyadari bahwa pria ini adalah sutradara sebenarnya. Namun karena kurang mengenal dunia hiburan di kehidupan ini, ia tidak mengetahui reputasi sutradara tersebut.
Zhao si gemuk di sampingnya berseri-seri. Sejak tadi ia mondar-mandir di sekitar sutradara, kebetulan mendengar sutradara besar itu diam-diam memuji gerakan Ren He tadi kepada wakil sutradara.
Ucapan aslinya agak tidak jelas diingat Zhao, intinya mengatakan pemeran latar seperti Ren He yang bisa menampilkan kekuatan nyata dalam jurus silat sangat langka. Jika memungkinkan, perannya bisa ditambah.
Zhao tentu paham maksudnya: selama tidak ada hambatan, Ren He sangat mungkin menjadi pemeran tetap kelompok!
Saat itu setengah wajah Ren He tertutup helm baja. Hanya dengan berdiri tegak sambil bertumpu pada golok, ia memancarkan aura seperti jenderal legendaris dalam kisah kepahlawanan kuno.
Saat itu tokoh utama sudah selesai dirias dan datang. Pemeran lawannya bukanlah pria lemah, dengan macu (senjata sejenis tombak) di tangan, langkahnya terlihat sangat gagah.
"Cheng Xin, kamu langsung latih jurus dengannya," teriak sutradara.
Aktor bernama Cheng Xin mengangguk: "Baik!"
Di bawah sorotan seluruh kru, ahli Larangan tangan demi tangan membimbing Ren He dan Cheng Xin melalui dua kali pengulangan alur: Keduanya bertarung jarak dekat - satu menggunakan macu, satu menggunakan golok panjang. Akhirnya Ren He harus tertusuk kepala macu di bawah tulang rusuk, mundur ke tembok kota, lalu perlahan duduk dan menemui ajal.
Ahli Larangan menjelaskan: "Cheng Xin memang bukan praktisi bela diri. Tusukan terakhir mungkin kurang akurat dan intensitasnya. Tapi tak perlu khawatir, macu ini pesanan khusus dari master. Ujungnya tidak terlalu tajam, pasti tidak mematikan. Kalau sakit, tahan saja."
Ren He mengangguk memberi isyarat bahwa ia memahami, sebagai figuran memang menerima tunjangan seperti ini. Rasa sakit selama proses berakting adalah hal yang tak terhindarkan. Sebenarnya Ren He merasa tidak takut sakit, bagaimanapun ini demi merasakan pengalaman sebagai figuran, ditahan-tahan saja akan berlalu.
Setelah semua orang menempati ruang masing-masing, sutradara di belakang membawa pengeras suara: "Mulailah!"
Zhao si pria gemuk di sini akhirnya bisa menarik napas lega. Sampai tahap ini seharusnya tidak akan ada kesalahan lagi, pihaknya akhirnya akan melahirkan bakat baru. Entah seberapa jauh Ren He bisa melangkah di jalan ini?
