Dua puluh lebih prajurit tangguh mulai menyambar ke depan, hasilnya satu per satu dijatuhkan oleh tokoh utama dengan tembakan. Bimbingan jurus menembak untuk tokoh utama sangat megah, sungguh memesona.
Ren He hanya bersandar pada golok panjang di belakang, menunggu sampai orang di depan hampir semua mati barulah ia dengan aura pembunuh menyeluruh mengarah ke tokoh utama sambil memegang golok panjang terbalik.
Entah mengapa, langkahnya yang satu ini tiba-tiba membuat semua orang seolah benar-benar berada di medan perang kehampaan itu. Aura pembunuh yang dipancarkan pemuda itu dari zirahnya berwujud padat bagai nyata.
Aura pembunuh selama ini hanya menjadi kata sifat belaka. Dalam hidup biasa, tak seorangpun benar-benar menyaksikannya. Namun sekarang, penindasan yang terasa itu benar-benar nyata adanya.
Tokoh utama Cheng Xin dan Ren He langsung berhadapan sekejap. Pertarungan keduanya layaknya dua jago catur seimbang. Cheng Xin dengan tombak mǎ chuò-nya memamerkan kilau permata yang menyilaukan, sementara Ren He justru membuat para leluhur tertegun dengan golok panjang Mo Dao-nya yang menyiratkan kejam tak tertandingi.
Sutradara tiba-tiba berkomentar dengan apresiasi: "Inilah prajurit tangguh yang kuinginkan! Lihatlah, orang-orang yang kalian rekrut selama ini seperti apa?"
Pria gemuk Zhao di samping segera menjilat: "Sutradara Li, ini hasil investasi besar-besaran kami. Pasti bersinar terang!"
Mata pria gemuk Zhao nyaris lenyap karena tertawa. Brengsek, sebenarnya dia juga tak menyangka Ren He bisa begitu memukau dalam drama periode kuno!
Ia berpikir, kalau dia yang jadi sutradara, pasti akan menjadikan Ren He sebagai pemeran utama!
Sebenarnya ide ini sudah lama ada di benak Zhang Ming, mana mungkin giliran Zhao Pangzi...
Sutradara Li melirik Zhao Pangzi sambil tersenyum: "Kali ini rekomendasi orangnya sangat bagus! Kedepannya kalau ada yang seperti ini, berapa pun akan saya pakai!"
Apa maksudnya ini? Mata Zhao Pangzi berbinar, ini benar-benar rejeki nomplok! Malam nanti bukan cuma Ren He yang harus mentraktirnya minum, bahkan dia yang mentraktir pun tak masalah!
Namun saat itu, adegan ini sudah mendekati akhir. Tinggal adegan dimana sang tokoh utama menikam Ren He dengan tombak kuda. Cheng Xin yang sedang asyik berakting, dengan gagahnya menikamkan tombak kuda untuk menunjukkan kilau sang protagonis.
Sebenarnya tadi pelatih koreografi bela diri berbicara secara halus: Untuk membuat adegan ini semirip mungkin dengan nyata, tombak prop harus benar-benar ditusukkan. Lagipula tombak prop tidak akan melukai orang, nanti bagian luka dan darah Ren He bisa ditambahkan di tahap pasca produksi.
Dalam situasi seperti ini, para figuranlah yang kena sial. Nyeri selama seminggu masih termasuk sedikit. Tapi tentu ahli bela diri tak bisa berkata begitu.
Ren He menyaksikan tombak kuda yang penuh momentum itu menusuk ke arahnya. Perasaan krisisnya melonjak drastis. Insting yang diberikan oleh keahlian bela diri master dan pengalaman berulang di ujung maut membuatnya hanya mengangkat siku dengan lihai untuk memalingkan tombak itu, lalu menendang dada Cheng Xin. Cheng Xin yang sejak awal tak berniat menarik tenaga, tiba-tiba merasakan kekuatan dahsyat menghantam dadanya. Tubuhnya terhempas tak terkendali ke belakang... Langsung pingsan!
Semua orang terpaku... Sutradara terpaku... Ahli bela diri terpaku... Pria gemuk Zhao juga terpaku! Bahkan Ren He sendiri tertegun!
Brengsek! Figuran menendang tokoh utama sampai jatuh?!
Wakil sutradara merasakan aura darah mengalir deras ke ubun-ubunnya. Mata pria gemuk Zhao berkunang-kunang, hampir jatuh pingsan karena serangan amarah!
Kesempatan yang susah payah diperoleh kembali, ternyata hancur lebur oleh tendangan ini! Pria gemuk Zhao melihat wajah hitam sang wakil sutradara, hampir saja mengompol!
Tiba-tiba mereka teringat ucapan Ren He sebelumnya: "Cukup jago dalam berantem..."
Jagoan telur anjing! Siapa yang suruh kamu melawan sekarang?!
Sutradara Li yang duduk tertegun tiba-tiba berseru: "Jujur saja, adegan tadi cukup memukau, sangat mengena inti sari."
Namun skenario tidak ditulis seperti ini, bagaimanapun epiknya tetap tak ada gunanya!
Wakil sutradara menerjang keluar: "Brengsek! Siapa yang mengizinkanmu berakting seperti ini?! Kau harusnya ditusuk sampai mati, mengerti?!"
Ren He buru-buru menjelaskan: "Maaf-maaf, ini reaksi insting... Aku benar-benar tak menyangka dia akan menusuk beneran!"
Kali ini giliran pelatih bela diri yang merasa kesal. Ucapannya yang diplomatik ternyata tak dipahami - bukankah sudah jadi kesadaran dasar seorang figuran untuk...
"Lagi-lagi reaksi insting macam apa brengsek ini, tendangan langsung bikin tokoh utama pingsan, kalian tahu?!"
Kru panggung yang bertugas P3K buru-buru mengangkat sang tokoh utama. Saat zirah di dadanya dibuka, terpampang jelas jejak sepatu ungu besar di dada sang tokoh utama. Duh, melihatnya saja sudah sakit...
"Gimana nih? Tokoh utama sudah pingsan, buat apa lanjut syuting?!"
Wakil sutradara menunjuk hidung Zhao si gemuk: "Kamu, urus sendiri masalah ini!"
"Urus sendiri" tak lain maksudnya menyuruh Zhao si gemuk mengusir Ren He. Namun tiba-tiba Sutradara Li menepuk tangan: "Hari ini tarik diri, semua libur setengah hari."
Lalu Sutradara Li menunjuk Ren He: "Kau!"
Ren He tertegun.
"Ya, kau! Besok ingat datang," Sutradara Li tersenyum: "Malam ini pelajari baik-baik, besok jangan ulangi kesalahan seperti ini lagi."
Kali ini Ren He benar-benar terpaku, besok ternyata masih diizinkan bermain peran? Ekspresi Zhao Pangzi memancarkan kegembiraan liar, rupanya kemampuan bertarung yang ditunjukkan Ren He benar-benar membuat Sutradara Li menghargai bakatnya. Sudah lama terdengar kabar sutradara ini baik hati dan perfeksionis dalam setiap adegan, tak disangka setelah kesalahan besar pun masih bisa tersenyum, bahkan mengizinkan Ren He kembali besok untuk memerankan prajurit garang ini.
"Cepat ucapkan terima kasih ke sutradara!" Zhao Pangzi tak sabar. "Diam saja seperti patung untuk apa?"
"Terima kasih Sutradara," ucapan Ren He tulus. Terlepas dari kualitas karya yang dihasilkan, setidaknya sutradara seperti ini bisa disebut pahlawan, bukan?
Saat kru mulai membongkar peralatan, Zhao Pangzi berbisik ke Ren He: "Malam ini kita makan rebusan daging kambung, aku yang traktir. Rayakan keberhasilanmu. Jangan ajak orang lain, tak sanggup bayar banyak..."
Ren He antara ingin tertawa dan menangis. Si gemuk ini benar-benar ahli berhemat. Namun tiba-tiba ia teringat pepatah: "Jiwa kesatria sering ditemukan di kalangan rakyat jelata."
Walau tidak tahu anjing telah melakukan kesalahan apa, tapi kalimat ini sebenarnya cukup masuk akal. Zhao Pria Gemuk yang sehari-hari numpang lewat di kota perfilman dengan kerja keras, masih mempertahankan hati aslinya yang penuh kejantanan, ini sudah sangat bagus.
Ren He tersenyum: "Sudah kubilang aku yang traktir, tenang saja, aku ini tajir."
Zhao Pria Gemuk merasa ekspresi Ren He saat bilang 'aku ini tajir' benar-benar brengsek mirip anak kandung bodoh keluarga tuan tanah...
Setelah urusan selesai, semua maestro pulang mandi. Yang punya pemanas air di rumah mandi air hangat, yang cuma ada air dingin mandi air dingin, yang kamar mandinya numpang ke tempat umum pergi ke pemandian umum...
Hasilnya malam itu saat Ren He membawa Jin Xiaolong menunggu Zhao Pria Gemuk di hot pot domba, tiba-tiba melihat Zhao masuk dengan murah lebam.
"Ini..." Ren He penasaran bertanya.
"Gapapa gapapa, haha," Zhao Pria Gemuk pura-pura ceria menjawab.
“Ini bekas dipukuli siapa?” Ren He mencari tahu akar masalah, luka di wajah Zhao Pangzi jelas-jelas akibat pukulan, mana mungkin tidak tahu!
Jin Xiaolong tiba-tiba berseru: “Pasti lagi gerombolan Zhao Shuai, sore tadi mereka merebut porsi adegan kita di lokasi syuting drama kostum, jadi balas dendam ke Pangzi. Kejadian kemarin juga seperti ini.”
“Oh…” Ren He mengangguk: “Makan malammu saya yang traktir. Habis makan kita bahas. Omongan saya siang tadi masih ingat, Kan?”
Zhao Pangzi bertanya hati-hati: “Yang soal jago berantem itu?”
