Fang Ping yang otaknya dipenuhi ide mencari uang, segera dihantam realita lagi.
Saat keluar dari pintu kamar, Fang Yuan sudah lama menunggu di luar pintu.
Begitu melihat Fang Ping muncul, Fang Yuan langsung merengek dengan wajah memelas: "Lapar!"
"Kalau lapar ya makan!"
Fang Ping berkata dengan santai, sementara Fang Yuan mengembungkan mulut kecilnya kesal: "Nggak ada uang, di rumah juga nggak ada sisa makanan.
Uang 50 yuan yang Ibu kasih kemarin lusa itu buat makan siang kita berdua selama tiga hari.
Sekarang semua uang ada padamu, mau makan di mana?"
"Makan perlu uang?" Fang Ping terkekeh kaku seolah terkena pukulan: "Kamu pagi tadi nggak bilang soal ini ya?"
Waktu membelikan tusuk sate untuk gadis ini, dia makan dengan sangat lahap!
Kalau saja Fang Ping tidak merasa sayang, mungkin sisa 10 yuan itu sudah habis diboroskan si gadis.
Baru sekarang Fang Ping sadar, ternyata uang itu termasuk untuk makan siang hari ini.
Yang parah, sekarang dia cuma punya 10 yuan. Si gadis ini nggak mau pakai uang 5 yuan miliknya sendiri, jangan-jangan mau menghabiskan uangku sampai habis?
Seperti dugaan, Fang Yuan berkata dengan logika aneh: "Makan pasti perlu uang. Uangnya kan sudah kamu ambil, aku nggak perlu urusin soal makan. Fang Ping, aku lapar, sudah hampir jam 1 siang, aku mau makan!"
"Huh!"
"Fang Ping, aku lapar banget, sampai jalan aja nggak kuat..." Fang Yuan mengusap-usap perutnya sambil terus merajuk.
Fang Ping tidak tahu mau tertawa atau menangis. Ia menjitak pipi tembem gadis itu sambil menghela napas: "Ayo makan. Rupanya selama ini aku kira pakai uang jajanmu, ternyata semuanya uang makan."
"Aku sendiri sudah lupa hal ini, Anda malah ingat jelas."
"Dasar gadis nakal, berani-beraninya menjebak Kakakmu sendiri!"
"Syarat sebelumnya semuanya dibatalkan……"
"Jangan!" Fang Yuan buru-buru menggelengkan kepala, wajahnya penuh keengganan. Setelah beberapa saat, dia mengeluarkan uang 5 yuan dari saku sambil berkata dengan rindu: "Ini, kamu janji akan membelikanku makanan enak, baju baru, komputer... harus ditepati ya."
Meski sering bertengkar, sebenarnya Fang Yuan sangat akrab dengan kakaknya Fang Ping.
Janji Fang Ping untuk membelikannya makanan dan baju bagus di masa depan, meski sekarang mustahil, tetap membuat si gadis kecil ini berharap setelah Fang Ping lulus kuliah nanti.
Demi masa depan, Fang Yuan memutuskan menyumbang seluruh asetnya. Lagipula pagi tadi dia sudah makan sate 5 yuan punya Fang Ping.
Gadis kecil itu menghitung dengan cermat, membuat Fang Ping geli sekaligus frustasi.
Ternyata tanpa uang di kantong, memang tidak ada keberanian.
Kalau tidak, mana mungkin sampai ribut-ribut soal beberapa yuan dengan gadis ini.
……
Sepulang makan siang, Fang Ping benar-benar bangkrut. Seandainya uang 10.000 yuan itu bukan untuk uang sekolah, dia bisa jadi orang kaya.
Untungnya makan siang mereka hanya menghabiskan 10 yuan untuk dua porsi makanan cepat saji.
Uang 5 yuan Fang Yuan tetap tidak tega dipakai. Anak SMP juga perlu punya uang jajan.
Tanpa uang, sore itu kakak beradik ini pun tak berminat keluar rumah.
Secara realistis, jika Fang Ping tidak membawa 10 ribu yuan, saat kebelet pipis di jalan dan menemukan toilet berbayar, dia bahkan tidak bisa masuk.
Fang Yuan masih punya pelajaran yang harus dikerjakan. Mengetahui kakaknya miskin sampai bunyi gemerincing, dia tidak terus menipu kakaknya, lalu pulang ke kamar mengerjakan PR dengan patuh.
Sementara Fang Ping, juga masuk ke kamarnya sendiri dan mulai merencanakan masa depan.
Saat ini, di benak Fang Ping hanya ada dua hal penting: pertama, mempersiapkan ujian Fakultas Bela Diri; kedua, mencari uang.
Memperbaiki kondisi keluarga sebenarnya nomor dua, hal ini tidak perlu terburu-buru untuk sementara.
Yang krusial adalah tanpa uang, kecil kemungkinannya bisa lulus ujian Fakultas Bela Diri.
Meski memiliki sistem yang kurang bisa diandalkan itu, Fang Ping merasa bahkan jika tidak masuk universitas bela diri, di masa depan dia tetap bisa menjadi petarung.
Tapi masalahnya, apakah petarung hanya sekadar memiliki qi dan darah yang kuat?
Bagaimana dengan teknik bela diri?
Cara melatih tubuh untuk melampaui batas?
Fang Ping sama sekali tidak mengerti semua ini. Tanpa pelatihan profesional, siapa yang tahu kapan bisa mempelajari pengetahuan ini. Ujian masuk perguruan tinggi jelas jalan tercepat.
Untuk semua ini, tentu perlu dibuat perencanaan.
……
Sekitar pukul 3 sore, Ibu Li Yuying kembali sambil membeli sayuran untuk makan malam.
Meski disebut shift setengah hari, jam kerjanya hampir 8 jam, tidak semudah yang dibayangkan orang.
Fang Ping menyerahkan kartu ATM dan menunjukkan 10.000 yuan. Li Yuying tidak mengambilnya kembali, hanya menyuruh Fang Ping mendaftar sendiri besok.
Mungkin tahu putra-putrinya sudah tidak punya uang, Li Yuying memberi Fang Ping 50 yuan lagi untuk makan.
Mungkin khawatir putrinya dibohongi lagi oleh putra, kali ini Li Yuying memberikan 20 kuai secara terpisah kepada Fang Yuan. Gadis kecil itu langsung sumringah tak bisa menutup mulut setelah mendapat uang.
Fang Ping sangat ingin memberi tahu ibu, mana mungkin aku yang membohongi si gadis itu? Dia itu licik sekali, justru menjebak kakak sendiri!
……
7 April, Senin.
Dibandingkan dengan kebingungan dua hari lalu, Fang Ping yang kembali ke sekolah hari ini terlihat jauh lebih tenang dan percaya diri.
Teman sebangku Chen Fan datang lebih awal daripada Fang Ping.
Ketika Fang Ping tiba, lembar jawaban di depan Chen Fan sudah dikerjakan setengah. Entah dikerjakan pagi ini atau sudah disiapkan sebelumnya.
Chen Fan tidak mendaftar jurusan ilmu bela diri, sehingga fokusnya sepenuhnya pada pelajaran sastra.
Jika tak bisa masuk jurusan bela diri, masuk universitas sastra ternama setelah lulus tetap lebih bergengsi dibanding lulusan universitas biasa.
Melihat Fang Ping datang, Chen Fan meletakkan pulpennya dan menengadah: "Fang Ping, apakah kamu sudah mengerjakan kertas ujian matematika yang dibagikan guru dua hari lalu? Mari kita cocokkan jawaban."
"Aduh?"
Fang Ping terkekeh kikuk. Siapa yang tahu apakah dia sudah mengerjakannya? Sejak dibagikan dua hari lalu, tasnya bahkan belum dibuka. Mana mungkin tahu sudah dikerjakan atau belum.
Chen Fan yang melihat reaksinya langsung menebak situasinya, mengerutkan kening: "Fang Ping, ujian nasional sudah dekat. Meski sekarang hanya sesi review, semakin banyak soal yang dikerjakan, semakin besar kemungkinan keluar di ujian nanti."
"Benar, benar! Perkataan Xiao Fan Fan sangat tepat. Aku agak pusing beberapa hari ini, nanti pasti akan kukerjakan."
"Kamu..."
Chen Fan merasa agak kesal, bukan karena panggilan Fang Ping, toh si Fang Ping sudah memanggilnya seperti ini sejak lama.
Dia hanya merasa Fang Ping sengaja menjatuhkan diri sendiri.
Meski status petarung lebih tinggi dari rakyat biasa dalam masyarakat, tapi rakyat biasa pun memiliki strata berbeda.
Yang kaya, miskin, punya sedikit kekuasaan, pekerja pabrik, karyawan perusahaan besar, buruh pabrik...
Semua ini mendapat perlakuan yang sama sekali berbeda.
SMA 1 adalah sekolah terbaik di Kota Yang. Nilai Fang Ping di kelas 3-4 tidak terlalu menonjol, tapi juga tidak buruk.
Dengan usaha lebih, masih ada harapan masuk universitas prioritas.
Jika beruntung, bahkan bisa masuk universitas ternama setelah siswa terbaik mendaftar jurusan ilmu bela diri.
Tapi jika menyerah sekarang, jangan universitas ternama, masuk universitas prioritas pun sulit.
Selama dua tahun duduk sebangku, Chen Fan tahu kondisi keluarga Fang Ping yang mirip dengannya, bahkan lebih sulit karena ada dua anak.
Ingin menasihati lagi, tapi urungkan karena Fang Ping baru malas beberapa hari ini.
Saat mereka berbincang, Yang Jian si calon janggut tebal di depan berbalik sambil tersenyum: "Fang Ping, Chen Fan, sudah lihat berita?"
Fang Ping membalikkan mata putih. Lelaki berotot berjanggut ini kok suka gosip.
Chen Fan juga malas menanggapi. Lebih baik mengerjakan soal daripada nonton berita.
Yang Jian tidak menghiraukan tanggapan mereka, berkata sambil tertawa riang: "Ada kabar baru beredar di internet, duel antara Master Ma dan Thum akan digelar akhir bulan ini.
Bahkan lokasi duelnya sudah dibocorkan, tepatnya di negara kita, Hua Guo!
Sekarang banyak wartawan yang berburu ke sana, mungkin nanti ada video yang bisa beredar..."
Yang Jian berbicara penuh semangat, duel antar master tingkat 8 sangat langka bahkan di dunia.
Sebelumnya mungkin pernah terjadi, tapi entah karena usia mereka masih terlalu muda sehingga ingatan tidak jelas, atau duel dilakukan diam-diam sehingga orang hanya tahu hasilnya tanpa mengetahui prosesnya.
Kali ini berbeda, mungkin terkait perkembangan jaringan internet saat ini, informasi menyebar terlalu cepat. Semua mendapat kabar lebih dulu, melalui internet mungkin mereka bisa menyaksikan lewat video.
Setelah menggosipkan soal duel Xiao Ma, Yang Jian segera mengalihkan topik ke dirinya sendiri: "Pendaftaran jurusan bela diri dimulai hari ini. Ayahku bilang, berapapun biayanya akan dibayar. Keluarga Yang berharap besar padaku untuk lulus ujian dan menjadi petarung. Tekanan ini sangat berat, bagaimana kalau gagal?"
Fang Ping tertawa kecut: "Ini pamer atau pamer sih?"
Yang Jian tersenyum kecut, menggelengkan kepala: "Bukan pamer, tekanan ini nyata. Kalian tahu kondisi ku, lima rintangan ujian bela diri. Lolos tiga saja sudah bagus, selebihnya terlalu riskan."
"Lima rintangan ujian bela diri?"
Awalnya Fang Ping tidak terlalu tertarik dengan topik Yang Jian.
Tapi tiba-tiba matanya berbinar.
