Beberapa menit kemudian, Fang Ping keluar dari ruangan 201.
Mengunci pintu, di tangannya tergantung kantong plastik hitam.
Ia tak mengambil uang tunai atau pisau tempur, hanya membawa 6 botol pil ajaib.
Pil-pil ini sangat berharga. Fang Ping tak mau mengambil risiko dicolong pencuri.
Huang Bin kembali disumpal mulutnya dan didorong masuk ke bawah tempat tidur.
……
Saat meninggalkan kompleks, alis Fang Ping berkerut.
"Pil sudah kubawa, tapi nilai kekayaan tak bertambah. Apa syaratnya belum terpenuhi, atau benda fisik ini tak dihitung, hanya uang tunai?"
“Seharusnya ini bukan masalah cash, toh tadi aku juga sudah memegang cash-cash itu.”
Fang Ping menilai dalam hati sejenak, menduga bahwa uang dan obat ini sebenarnya belum sepenuhnya menjadi miliknya.
Soalnya kalau urusan ini tidak diolah dengan baik, harta-harta ini belum tentu jatuh ke tangannya.
Nilai kekayaan belum bertambah, Fang Ping untuk sementara juga tidak buru-buru.
Prioritas utama sekarang adalah menyelesaikan masalah besar bernama Huang Bin.
Orangnya sudah ditangkap, sesuai rencana awal, tinggal serahkan ke jebakan saja.
Tapi sekarang, Fang Ping tidak rela begitu saja menyerahkannya.
Huang Bin bukan orang bisu, kalau masuk dan ngomong, semua sesuatu yang diambilnya sendiri ini, dirinya yang sekarang tidak akan tahan menghadapi tekanan dari pihak jebakan.
Fang Ping berpikir ke sana kemari, urusan ini harus minta bantuan orang lain untuk berbagi tekanan.
Paling-paling, bagi hasil jarahan.
Kalau Fang Ping punya kemampuan mengolah urusan lanjutan, dengan karakternya, tentu akan dimonopoli sendiri.
Tapi diri yang sekarang ini masih kurang kemampuan seperti itu.
Untuk saat ini, terpaksa harus merelakan sebagian, daripada tidak dapat sama sekali.
Minta siapa berbagi tekanan?
Dalam benak Fang Ping muncul siluet Wang Jinyang.
Ini juga langkah darurat, bukan karena dia tahu Wang Jinyang sedang memburu Huang Bin.
Tapi karena Fang Ping hanya mengenal satu petarung ini!
Bukan petarung, tidak akan punya kemampuan menahan tekanan, baik orang tua maupun guru sekolah, termasuk orang-orang lain yang dikenalnya.
Dari semua orang yang dikenalnya, satu-satunya yang punya kemampuan dan harapan untuk mempertahankan harta ini hanyalah Wang Jinyang.
Selain itu, Wang Jinyang adalah murid Universitas Seni Bela Diri, ini juga status yang sangat penting.
Fang Ping pernah berinteraksi dengannya beberapa waktu, tidak bisa dibilang benar-benar mengenalnya.
Tapi dari percakapan, bisa diperkirakan bahwa Wang Jinyang sepertinya bukan tipe orang yang jahat.
Sekalipun pembagian hasil tidak merata, kemungkinan dia memmonopoli memang ada, tapi sampai merebut nyawaku rasanya tidak.
Dia murid Universitas Seni Bela Diri, petarung resmi, masa depan cerah.
Demi beberapa juta yuan, kemungkinan membunuhku untuk menguasai semuanya kecil.
Konsekuensi terburuk adalah Wang Jinyang mencaplok semua keuntungan.
Sedikit lebih baik, Wang Jinyang ambil bagian terbesar, setidaknya menyisakan sedikit untuknya.
Lebih baik lagi, seperti yang Fang Ping perkirakan, bagi rata sama-sama, ini akhir terbaik bagi Fang Ping.
……
Setelah mempertimbangkan sebab-akibat dan memastikan keamanannya, Fang Ping sudah bulat tekadnya.
Saat ini, satu-satunya ide Fang Ping adalah dirinya masih terlalu lemah.
Andai dia lebih kuat, menjadi petarung, monopoli pun tak masalah?
Menangkap buronan, tak sengaja membunuhnya, itu pembelaan diri, pihak berwajib Yangcheng berani membuat masalah?
Petarung di Yangcheng jumlahnya sedikit, statusnya terhormat.
Sekalipun tahu dia mencaplok keuntungan, tidak akan diumbar.
Tapi sekarang tidak mungkin, dia hanya siswa kelas 3 SMA biasa, siapa yang peduli?
Huang Bin baik mati maupun diserahkan ke polisi, selama terlibat dengan Fang Ping, dia takkan dapat keuntungan besar.
Paling-paling dapat sedikit bonus untuk tindakan heroik.
"Tapi dibandingkan dengan harta jutaan itu, hadiah uang berapa sih, Fang Ping sama sekali tidak tertarik."
……
Lebih dari sepuluh menit kemudian, sekitar pukul 11 pagi.
SMA Negeri 1.
Pelajaran terakhir berakhir.
Baru keluar dari kelas, Wu Zhihao langsung melihat Fang Ping yang izin pagi tadi sedang melambai-lambai ke arahnya di luar kelas.
Wu Zhihao menghampirinya penasaran, "Fang Ping, kamu sakit? Wali kelas bilang pagi tadi kamu kurang enak badan."
"Gak apa-apa, cuma kelelahan latihan, istirahat sebentar pasti pulih."
Fang Ping tidak bertele-tele, langsung ke inti, "Waktu kita jemput Mas Wang dulu, kan kamu punya nomor HP-nya? Masih tersimpan?"
"Tentu!"
Wu Zhihao punya HP. Waktu menjemput, sekolah juga memberikan nomor HP Wang Jinyang padanya untuk memudahkan penjemputan.
Wong dia itu petarung, susah-susah dapat nomornya, mana mungkin Wu Zhihao tidak menyimpannya.
"Bagus. Pinjam HP-mu sebentar boleh kan?"
"Kamu..."
Wu Zhihao ragu-ragu, "Jangan-jangan mau nelpon Mas Wang?"
"Iya, ada urusan butuh bantuan Mas Wang."
Wu Zhihao kaget setengah mati, buru-buru menasihati, "Fang Ping, Mas Wang itu petarung. Meski baik ke kita, tapi ngapa-ngapain..."
Fang Ping paham maksudnya, tersenyum, "Santai, ini urusan bagus. Kalau khawatir, kasih saja nomornya. Aku yang nelpon di luar."
"Ini..."
Wu Zhihao masih ragu, akhirnya mengeluarkan HP dari saku dan memberikannya, "Teleponlah. Tapi pake basa-basi yang banyak. Kalau Mas Wang gak mau bantu, jangan dipaksa. Jangan sampai bikin dia tersinggung."
“Apakah aku sebodoh itu?”
Fang Ping tersenyum kecut, menerima telepon, lalu cepat-cepat melihat buku telepon.
Saat melihat catatan "Senior Wang Jinyang", Fang Ping langsung menghubungi nomor tersebut.
……
Gunung Cangshan.
Pintu masuk pegunungan Yangcheng.
Sejak masuk gunung pada sore tanggal 9, Wang Jinyang menghabiskan satu hari penuh hingga malam tanggal 10, hampir menjelajahi seluruh rangkaian pegunungan di wilayah Yangcheng.
Hasilnya sudah bisa ditebak: nihil.
Mempertimbangkan jadwal kembali ke kampus, meski agak kecewa, Wang Jinyang terpaksa memilih untuk keluar dari gunung.
Wang Jinyang yang baru keluar dari Gunung Cangshan terlihat letih dan kesal.
Tiga hari terbuang percuma. Selain sedikit hasil dari SMA 1, target utamanya tak tercapai.
Hadiah 500 ribu yuan tak diraih. Untuk mengumpulkan sumber daya sendiri, mungkin butuh waktu lama.
Di akhir semester ini, kemungkinan besar dia takkan bisa mencapai Terobosan Tingkat Tiga.
Menghela napas berat, Wang Jinyang bukan tipe yang mudah putus asa. Paling-paling mencari misi lain.
Sambil membawa tas ransel, Wang Jinyang berencana pulang dulu sebelum naik kereta malam menuju kampus.
Saat baru sampai di jalan dekat pintu masuk gunung, ponsel dalam tasnya bergetar.
Ponsel ini jarang dipakai. Selama memburu buronan di gunung, Wang Jinyang selalu melemparnya ke dalam tas.
Getaran halus itu takkan terasa kecuali oleh petarung sepertinya.
Andai masih di gunung, Wang Jinyang pasti malas mengangkat. Soalnya nomor ini bukan kontak penting.
Tapi karena tak ada urusan lain, Wang Jinyang tetap membuka tas dan mengambil ponselnya.
Melihat sekilas nomor tersebut, nomor lokal Yangcheng, tidak tahu apakah dari pihak sekolah atau beberapa pemilik perusahaan Yangcheng yang mencari dia.
Setelah berpikir sejenak, Wang Jinyang tetap mengangkat telepon.
"Kak Wang?"
Begitu telepon tersambung, mendengar suara di seberang garis, alis Wang Jinyang sedikit terangkat.
Dia tidak sampai pelupa, baru dua tiga hari ini, meski suara telepon agak terdistorsi, Wang Jinyang tetap mengenali lawan bicaranya.
Adik tingkat yang mendapat berkah dari musibah, energi dan darahnya melonjak drastis.
"Ini aku, Adik Kelas Fang Ping?"
Fang Ping bicara terus terang: "Kak Wang, ada hal yang ingin kusampaikan. Kalau memungkinkan, bisakah Kakak kembali ke Yangcheng?"
"Hmm?"
Wang Jinyang sedikit mengerutkan kening, tidak menyebutkan bahwa dirinya masih di Yangcheng, tersenyum tipis: "Tidak tahu ada urusan apa dari Adik Fang Ping? Kalau memungkinkan, bisa dibicarakan lewat telepon."
"Ini agak rumit. Sebenarnya aku juga tidak yakin apakah Kakak bisa membantu."
"Tapi satu-satunya petarung yang kukenal hanyalah Kakak."
"Detailnya sulit dijelaskan lewat telepon. Kurang lebih aku bertemu dengan seseorang yang diduga buronan, tak sengaja melukainya."
"Sekarang ada sedikit masalah. Aku bingung apakah harus menyerahkan langsung ke polisi."
"Takut setelah melukai orang, ada konsekuensi hukum. Apalagi aku sebentar lagi ujian masuk perguruan tinggi, kalau sampai tertunda..."
Fang Ping menjelaskan secara singkat. Tanpa penjelasan memadai, mustahil Wang Jinyang mau membantu tanpa alasan.
Tapi Fang Ping sengaja tidak membeberkan detail, intinya tetap meminta bantuan.
Ini bisa dianggap sebagai ujian kecil Fang Ping, menguji watak Wang Jinyang, dan melihat apakah Wang Jinyang punya kemampuan untuk menyelesaikan masalah berikutnya.
Setelah Fang Ping selesai berbicara, alis tengah Wang Jinyang tiba-tiba berkedut.
Saat ini dia sangat sensitif dengan kata "buronan".
Dalam sekejap, pikirannya langsung tertuju pada Huang Bin.
Tapi rasanya mustahil, Huang Bin adalah petarung puncak tingkat dua, bahkan Wang Jinyang sendiri harus berhati-hati jika bertemu.
Fang Ping mengaku melukai lawannya, Wang Jinyang secara refleks mengesampingkan kemungkinan itu adalah Huang Bin.
Jika dia sudah kembali ke Kota Jiangcheng dan Universitas Bela Diri Nanjiang, Wang Jinyang pasti tidak akan ikut campur karena tidak terlalu dekat dengan Fang Ping.
Tapi sekarang dirinya berada di Kota Yangcheng, sementara energi Fang Ping tidak rendah dan berpotensi lolos ujian jurusan bela diri.
Jika semuanya lancar, kemungkinan besar pemuda ini akan diterima di Universitas Bela Diri Nanjiang tahun ini. Memberi bantuan kecil pun tak masalah.
Setelah mempertimbangkan semuanya, Wang Jinyang langsung bersuara: "Aku sudah paham situasinya. Kebetulan aku masih di Yangcheng, mari cari tempat untuk kamu ceritakan detailnya. Jika tidak merepotkan, bisa kubantu uruskan."
Dia juga perlu mampir ke kantor detektif. Meski buronannya kabur, tetap harus memberi laporan.
Jika kasus Fang Ping tidak serius, bisa sekalian memberi tahu si pria gemuk itu. Dengan restunya, melukai buronan bukan masalah besar.
Tentu saja, jika urusannya rumit, Wang Jinyang tidak akan terlalu terlibat.
"Dia dan Fang Ping sebenarnya tidak terlalu akrab, sudah cukup baik membantu memberi salam."
……
Sekolah Menengah Pertama 1, mulut tangga.
Fang Ping memutuskan telepon, di pipinya tersungging senyuman tipis.
Tak disangka Wang Jinyang masih berada di Kota Yang, ini cukup memudahkan.
Selain itu dirinya tidak menyebut soal harta, hanya bilang ingin minta bantuan, tak disangka Wang Jinyang juga langsung setuju.
Saat ini, Fang Ping merasa lebih lega di hati.
Dengan karakter seperti Wang Jinyang, meski mengambil bagian terbesar, pasti akan memberikan sedikit keuntungan untukku, mungkin ini hasil terbaik saat ini.
"Masih agak sayang juga..."
Bergumam pelan, Fang Ping menggelengkan kepala, memang tak ada cara lain. Saat ini, menikmati keuntungan sendiri konsekuensinya sangat berat.
Memikirkan ini, Fang Ping menggigit gigi dalam-dalam. Kali ini dirinya harus lulus ujian jurusan bela diri!
Kalau tidak, kejadian seperti ini mungkin akan terulang lagi.
