Stasiun kereta api.
Fang Ping refleks menjepit tangan yang mengendap-endap mendekat, mencubit pergelangan tangan lawan hingga seketika membiru.
Yang mengejutkan, pihak lain tidak melawan atau mengeluarkan golok, malah mengangguk-angguk sambil memandang Fang Ping dengan sorot mata memohon.
Fang Ping menggeleng pelan, lalu melepaskan cengkeramannya.
Begitu melihat si pencuri lari lebih cepat dari boneka, bahkan beberapa temannya di sekitarnya juga menghilang sekejap mata.
Fang Ping tak bisa tidak berdecak: Dunia sudah berbeda, bahkan pencopet pun hidup menyedihkan.
Di dunia yang ada petarung, siapa yang tahu apakah orang di sebelah kita seorang praktisi bela diri?
"Sekadar mencuri biasa, bertemu seorang petarung, meski jago berkelahi, tetap harus menunduk dan berlaku seperti cucu."
Jelas, Fang Ping dengan mudah menjepit, membuat lawannya menyadari mungkin menghadapi petarung.
……
Insiden di stasiun kereta api hanyalah selingan.
Pukul 4:20 sore, Fang Ping tiba dengan selamat di Stasiun Kereta Api Yangcheng.
Kembali ke Yangcheng, saat melangkah keluar dari stasiun, Fang Ping tak bisa menahan desah haru.
Ingat pertama kali bertemu Wang Jinyang, pihak lain juga berdecak kagum tak terhingga.
Saat itu, Fang Ping tak bisa merasakan perasaan ini.
Tapi kali ini pulang ke Yangcheng, meski tak menjalankan misi apapun, tak mengalami banyak pertarungan hidup-mati, beberapa jam sebelumnya dia sendiri telah membunuh dua petarung muda.
Kota kecil seperti Yangcheng selalu begitu tenang, begitu santai.
Petarung, bertakhta tinggi di atas singgasana, namun jauh dari kehidupan masyarakat.
Sepanjang tahun, mungkin tak ada satu kasus pembunuhan pun yang muncul.
Adakah yang tahu Wang Jinyang menguasai wilayah luar dengan reputasi bergema?
Adakah yang tahu Fang Ping bukan saja menjadi petarung, tapi juga membunuh dua petarung level satu bintang puncak?
Tak ada yang tahu!
Mereka hanya tahu peristiwa besar di internet, tahu Master Ma Pinguin mencapai terobosan ke level delapan, tahu Master Ma Ali resmi menjadi master.
Di mata mereka, dunia hanya sebesar ini, petarung sesederhana itu.
"Ini juga tak apa..."
Berdiri di luar stasiun, Fang Ping berbisik lembut.
Masuk universitas bela diri sebulan, beberapa hal bukan tak diketahui sama sekali oleh Fang Ping.
Setiap tahun banyak petarung yang tewas, setiap tahun ada petarung yang melakukan kejahatan karena kegilaan dan tekanan, menciptakan kasus berdarah yang membuat mati lemas.
Tapi semua ini disembunyikan oleh tingkat atas.
Di antaranya, universitas bela diri juga berperan dalam menutupi.
Di kehidupan sebelumnya, Fang Ping pasti akan komentar pedas, ini merampas hak tahu kita!
Tapi di kehidupan ini, Fang Ping justru merasa hal-hal seperti ini memang pantas disembunyikan.
Rakyat biasa menjalani hidup biasa, bahagia dan tenang, meski tidak terlalu makmur, tapi tidak ada yang sampai mati kelaparan.
Apa untungnya jika hal-hal ini tersebar?
Selain menciptakan kepanikan, sama sekali tidak ada gunanya!
Jika benar-benar bertemu petarung jahat, rakyat biasa tidak bisa melawan, hanya akan menambah korban.
Jika Anda tidak tahu, meski bertemu penjahat ini, pihak lain belum tentu akan menghiraukan Anda.
Jika langit runtuh, ada orang tinggi yang menopang. Jika orang tinggi tak sanggup, masih ada petarung kelas bawah seperti Fang Ping.
Jika bahkan Fang Ping dan kawanannya tak sanggup, barulah rakyat berhak tahu, karena kelas khusus sudah tak bertahan - mungkin benar-benar akhir zaman.
Ide-ide ini melintas sekejap, Fang Ping menggelengkan kepala dan berhenti memikirkannya, melangkah pulang.
……
Kompleks Guanhu.
Gerbang utama.
Fang Ping baru sampai di gerbang, tiba-tiba seseorang berteriak: "Fang Ping!"
Mendengar suara itu, Fang Ping langsung tersentuh, pipinya merekah senyuman cerah. "Dasar gadis ini, sampai menungguku di gerbang. Aku kan tidak bilang pulang hari ini."
Kakak-beradik tetap kakak-beradik, keluarga tetaplah keluarga.
"Bahkan jika tidak tahu kamu akan pulang, tetap menunggu dengan penuh harap, terus menanti."
Fang Ping yang merasa terharu, awalnya ingin mencubit pipi bulat yang montok itu, sekarang malah ragu untuk bertindak.
"Fang Yuan, kamu sudah dewasa ya, tapi tak perlu menjemput. Kakak sekarang adalah petarung, koper kecil ini bisa kuangkat sendiri."
Fang Ping berjalan mendekati Fang Yuan sambil memuji adiknya.
Fang Yuan menunjukkan ekspresi ketakutan, gugup berkata: "Fang Ping, kenapa pulang sore-sore begini?"
"Pagi terlalu ramai, sore lebih sepi. Pulang sore justru bagus..."
"Oh, iya sih bagus..."
Fang Yuan menelan ludah, lalu buru-buru berkata: "Pulang tiba-tiba tanpa telepon dulu. Ayo cepat naik!"
Fang Ping tersenyum: "Tidak perlu buru-buru. Sudah berapa lama menunggu di sini? Padahal cuaca panas, seharusnya tunggu di rumah saja..."
"Kakak Sulung!"
"Kak Fang, kami datang!"
"Kakak Sulung, hari ini kita harus memberi pelajaran ke anak-anak SMP Affiliated! Mereka berani merebut wilayah kita!"
"Kakak Sulung, kok melibatkan cowok? Tidak baik itu!"
"Kalau cari juga yang lebih kekar. Yang ini kayaknya kurus deh..."
“……”
Fang Ping: "..."
Fang Ping menoleh dan melihat tujuh delapan cewek kecil seusia Fang Yuan berlompatan mendekat.
Meski masih kecil, ucapan mereka penuh dengan implikasi mencurigakan.
"Kakak Sulung?"
Ekspresi Fang Ping langsung gelap seperti dasar wajan!
"Selama dua bulan aku tidak di rumah, sebenarnya apa yang terjadi?"
"Yuan Yuan yang bundar itu jadi bos wanita?"
"Berarti tadi bukan menunggu aku, tapi menunggu gadis-gadis kecil ini untuk merebut wilayah bersama?"
"Apa yang terlewat olehku??"
Fang Yuan dengan wajah stres berkata sambil merengek: "Kalau kubilang ini salah paham, apa kamu percaya?"
"Huh!"
"Kak, dengarkan penjelasanku..."
"Kakak?"
Saat Fang Yuan menyebut "Kakak", tiba-tiba salah satu gadis kecil berseru girang: "Bos Fang kembali, kita punya sandaran diri sekarang!"
"Kak Ping kembali!"
"Kak Ping kan petarung, Komunitas Yuan Ping kita akan terkenal!"
"Halo Bos!"
“……”
Gadis-gadis kecil itu bersorak riuh. Melihat ekspresi Fang Yuan berubah, dua teman dekatnya tiba-tiba berteriak: "Cepat lari!"
"Bos, kami salah orang, bukan mau cari Yuan Yuan!"
"Larilah!"
"Kenapa harus lari?"
"Jangan tanya, lari dulu!"
“……”
Para gadis kecil itu berlarian kocar-kacir. Fang Ping bahkan belum sempat membuka mulut, mereka sudah menghilang dari pandangan.
Fang Ping menggerutu sambil mencubit pipi Fang Yuan: "Hebat kau ya, kemampuanmu meningkat!"
"Kakak Sulung!"
"Kapan sih Yuan Yuan jadi kakak sulung?"
"Bahkan bikin Komunitas Yuan Ping!"
"Kuhancurkan komunitas Yuan Pingmu! Kukutuk gelar bos wanitamu! Kularang jadi gadis nakal!"
“Fang Ping emosinya tak terkontrol, sambil mencubit pipi adiknya, mengetuk keningnya!”
Aku baru pergi berapa lama?
Gadis ini sudah jadi orang liar!
“Kok, wushí yuānwǎng de (Kakak, Aku tidak bersalah) ……”
Fang Yuan yang pipinya dicubit, menggerutu, menjelaskan dengan suara tak jelas.
“Bohong! Aku lihat langsung, Fang Yuan, sekarang kamu sudah punya kemampuan ya? Kakakmu di universitas bela diri saja tidak berani jadi bos, kamu malah lebih dulu!
Lagian, Akulah kakak tertuamu, apa maksudnya Yuan Ping Society?
Kenapa tidak disebut Ping Yuan Society?
Tidak, ah, bubarkan semua society itu!”
Fang Ping satu tangan mencubit pipi adiknya, satu tangan menyeret koper pulang.
Fang Yuan dengan wajah memelas buru-buru mengikuti, dalam hati menggerutu: Siapa tahu kamu pulang hari ini? Lagian, society buatanku, tentu namaku di depan.
Lagian, berhenti cubit pipi dong, bisakah bicara baik-baik?
……
Sampai di rumah, Fang Ping tidak membuka pintu sendiri, tetap satu tangan mencubit pipi, satu tangan membawa koper: “Buka pintu!”
Fang Yuan membalikkan mata putihnya, kecanduan mencubit ya kamu!
Sayangnya skillnya kalah dan tertangkap basah, Fang Yuan terpaksa mengeluarkan kunci.
Pintu terbuka, Fang Ping mendengar suara ibu: “Yuan Yuan sudah pulang?”
“Bu, ini aku.”
“Ping Ping?”
Li Yuying buru-buru keluar dari dapur, begitu melihat Fang Ping, wajahnya langsung berseri-seri: "Kupikir kau tidak akan kembali, kemarin kau tanya bilang belum pasti? Benar-benar, pulang juga tidak menelepon, aku sudah telepon ayahmu, suruh dia bawa masakan bumbu saat kembali nanti..."
"Bu!"
Fang Yuan yang diacuhkan di samping menunjukkan wajah penuh kekesalan, takkah kau lihat Fang Ping mencubit pipiku?
Pipi hampir bengkak, masih juga tidak menyelamatkan putrimu?
Li Yuying seolah baru menyadari kehadiran putrinya, melihat kakak-beradik ini baru bertemu sudah ribut, ia berkata dengan perasaan campur aduk: "Ada apa ini?"
Fang Ping menghela napas: "Bu, harus lebih ketat mengawasi gadis ini. Coba tebak apa yang kulihat di lantai dasar tadi?"
"Ini mau kacau balau! Gadis ini malah bikin perkumpulan, mau merebut wilayah juga..."
"Kau sebut apa... Perkumpulan Yuan-Ping?"
Perkataan Li Yuying membuat Fang Ping terdiam membeku, jadi ibu kita juga sudah tahu?
Li Yuying juga menghela napas: "Memang harus diberi pelajaran, gadis ini, sungguh tak bisa diatur.
Masih kecil, nekat berdagang bareng teman-teman sekolahnya, tiap hari berebut lapak sampai guru-guru sekolah pada tahu.
Kalau mau bekerja sambil kuliah, kenapa tidak berjualan di tempat lain? Beberapa gadis kecil nekat jualan di sekolah sampai para guru pada keberatan.
Sudah kelas 3 SMP masih tidak serius mempersiapkan ujian SMA, emangnya keluarga kita kekurangan uangmu?
Ah, mungkin nasihat Ping Ping bisa membantu, sekarang gadis ini sudah tidak mau mendengar kata-kata orang tua..."
"Berdagang lapak? Berebut wilayah?"
Fang Ping terdiam sejenak, situasi apa ini?
Secara refleks melepaskan pipi adik perempuannya, sepertinya ada kesalahpahaman!
Fang Yuan menggerutu sambil menggosok pipinya, merajuk: "Fang Ping, cuma menjual sedikit barangmu kan? Perlukah mencubitku sampai sekarang? Lagipula kamu sudah tidak memakainya, aku memanfaatkan barang bekas, membuka pasar..."
"Tutup mulut!"
Fang Ping membentak, kesal: "Sudah kubilang dari tadi, jangan lakukan hal-hal ini, kamu malah mengacau lagi!
Mengacau sendiri belum cukup, ajak teman sekelas ikut ribut!
Tidak dengar ibu bilang?
Guru sudah keberatan!"
Fang Ping mengambil kesempatan untuk mengalihkan topik, sama sekali tidak merasa bersalah atas kesalahpahamannya.
Sambil berkata, Fang Ping kembali memasang wajah serius: "Barang apa yang kau jual?"
Fang Yuan diam membisu.
Li Yuying tertawa geli: "Selain dua set pakaian ganti, semua barangmu sudah hilang."
"Apa?"
Fang Ping tertegun, sejak kecil sampai besar, meski tidak punya banyak barang, bukankah selama ini banyak barang-barang kecil yang terkumpul?
Sekarang ibu bilang apa?
Semua hilang!
Fang Ping tidak bicara lagi, buru-buru berlari ke kamarnya.
……
Satu menit kemudian, wajah Fang Ping menghitam seperti besi saat keluar dari kamar.
"Fang Yuan, kau benar-benar hebat!"
"Sikat gigiku saja hilang!"
"Sandalku mana?"
"Cangkirnya?"
"Handuk juga tidak ada!"
“……”
Fang Ping hampir ingin menampar gadis ini sampai mati, jadi kau pikir kakakmu tidak akan kembali ya?
Fang Yuan menundukkan kepalanya, bergumam, "Beli yang baru untukmu tidak boleh? Yang lama bisa ditukar tiga set baru, sedikit pun tidak tahu cara mengatur hidup…"
"Kau diam saja! Bisa sama? Yang lama ada perasaan, yang baru ada perasaan?"
"Toh sama saja, aku rasa yang baru lebih baik…"
"Berani membantah lagi?"
Fang Ping murka, kali ini tidak hanya mencubit pipi dengan satu tangan, kedua tangannya digunakan sekaligus, menjepit pipi Fang Yuan dan menarik ke dua sisi.
Fang Yuan dengan perasaan campur aduk bergumam, "Cukup ya, jangan cari-cari alasan lagi untuk mencubit pipiku, nanti aku berbalik melawan."
"Kau berani melawan?"
Fang Ping mencemooh, meremas-remas sebentar baru melepaskan Fang Yuan yang sudah seperti bulu kucing mengembang.
"Jangan lakukan hal seperti ini lagi! Dengar tidak? Kalau ada next time, langsung kupatahkan kakimu!"
Fang Ping memberi peringatan, gadis ini entah karena minat atau ikut-ikutan, seharian memikirkan hal-hal begini.
Masih kecil-kecil sudah begini?
Pokoknya Fang Ping tidak ingin Fang Yuan di usianya yang masih muda ini sibuk dengan urusan aneh-aneh.
Setelah memberi pelajaran pada adiknya, Fang Ping mengobrol dengan ibu tentang kehidupan kampus.
Di mulut Fang Ping, universitas digambarkan sangat indah.
Makanan di kampus gratis, tinggal di apartemen mewah single, mentor sangat menyukainya, obat bisa dimakan sesuka hati.
Teman-teman sekelas juga ramah, cewek-cewek sangat antusias…
Singkatnya, universitas versinya hampir seperti surga.
Fang Yuan yang mendengar sampai lupa pipinya masih tersayat, wajahnya dipenuhi kekaguman.
Li Yuying juga sangat senang, terutama karena sebelumnya sudah tahu putranya berhasil menembus level sebagai petarung.
Li Yuying juga menceritakan keadaan keluarga. Banyak yang sudah mengetahui Fang Ping berhasil menjadi petarung.
Fang Mingrong kini malah jadi pegawai tetap di Dinas Pendidikan, kerja jam kantor, tugas utamanya cuma minum teh dan baca koran.
Li Yuying juga sudah berhenti bekerja, bertugas merawat Fang Yuan.
Fang Yuan pun ikut diuntungkan. Di sekolah, dia jadi bos wanita sejati, para guru juga sangat memperhatikannya.
Di kompleks ini, ketua RT dan manajemen properti beberapa hari lalu berkunjung bersama membawa banyak hadiah. Sekarang setiap hari ada satpam berpatroli di bawah gedung mereka, meski tak ada gunanya praktis, setidaknya niat baik mereka sampai.
Soal biaya perawatan? Tak ada yang berani menagih. Petarung mau tinggal di kompleks kalian, itu sudah kehormatan besar, masih berani minta bayaran?
Semua baik-baik saja di rumah, semuanya berjalan lancar.
Fang Mingrong sering membawa pulang barang-barang dari kantor - makanan, minuman, semua tunjangan dari unit kerjanya.
Mendengar cerita sang ibu, Fang Ping merasa rileks.
Terkadang, manusia memang mudah merasa puas.
Saat ayah pulang, melihat wajahnya berseri-seri, lebih ceria dan sehat dari sebelumnya, Fang Ping semakin lega.
Keluarga ini menikmati makan malam mewah. Semuanya terasa indah.
Kecuali jika mempermasalahkan beberapa detail kecil...
Misalnya, saat makan Fang Ping menyadari set sumpit dan mangkuk di rumah sepertinya berkurang satu set.
"Contohnya, saat ingin minum, tidak menemukan cangkir..."
Fang Ping sangat ingin bertanya, siapakah orang bodoh yang membeli semua ini?
Namun melihat adik perempuan dengan ekspresi waspada, Fang Ping memutuskan untuk membiarkannya. Lagipula selama liburan ini, dia masih akan tinggal beberapa hari. Masih ada waktu untuk menuntut nanti.
"Tetap di rumah yang paling nyaman..."
Setelah kenyang, Fang Ping kembali berkomentar sambil tersadar akan rasa takut - pagi ini, andai dia terbunuh, bagaimana jadinya?
Menghela nafas, dia menekan pikiran-pikiran itu. Takut mati itu wajar, tak ada yang ingin mati.
