Melihat Qi Xia tak punya serangan lanjutan, ia langsung melangkah lebar maju.
Qi Xia tanpa ragu mendorong dua kursi di sampingnya ke depan, menghalangi dirinya dengan Zhang Shan.
Tubuh besar Zhang Shan yang memang agak lamban, kini terhambat oleh dua kursi ini hingga hampir terjatuh.
“Naga bertarung di padang luas, jalannya menemui kebuntuan.”
Qi Xia mengambil ancang-ancang, menginjak kursi dan melompat. Sebelum Zhang Shan sempat menstabilkan posisi, ia langsung menerjang dan menunggangi tubuh lawan.
Dia tahu Zhang Shan memiliki perbedaan mendasar dengan Xiao Yanjing dan Lao Lü, mustahil membuatnya menyerah hanya dengan intimidasi. Maka sebelum lawan sempat bereaksi, dia langsung melompat menunggangi tubuh lawan dan menghujani pipi Zhang Shan dengan pukulan acak.
Zhang Shan segera menekuk kedua lengannya untuk melindungi dagu dan pipi, sambil matanya fokus pada bahu lawan untuk memprediksi arah pukulan, terus-menerus menangkis serangan Qi Xia.
Pukulan Qi Xia yang bertubi-tubi seperti hujan menghantam lengan lawan, terasa sekeras memukul tembok.
"Bocah... Kau cari mati!"
Memanfaatkan celah saat lawan berbicara, Qi Xia menyelipkan tinjunya di antara kedua lengan Zhang Shan dan menghantam langsung hidungnya.
Tapi Zhang Shan seolah sudah memprediksi gerakan itu, langsung menjepit dengan kedua lengannya sehingga tinju Qi Xia tak bisa maju setengah sentimeter pun. Dia mengunci sendi Qi Xia, lalu menangkap lengannya dan memuntir ke samping, membuat Qi Xia terguling ke sisi sementara Zhang Shan berhasil melepaskan diri.
"Aku benar-benar meremehkanmu..." Zhang Shan bangkit perlahan, menyapu debu di bajunya, "Sebelum datang ke sini, apa kau ini seorang pembunuh? Bertarung seenaknya saja!"
Wajah Qi Xia juga tegang saat dia berdiri, napasnya terengah-engah.
Serangan tadi sudah merupakan usaha mati-matiannya, tapi nyaris tak berpengaruh sama sekali pada lawan.
"Hei, hei, hei!!" Kacamata Kecil berlari mendekat dengan wajah panik, "Kalian berdua baik-baik saja kok tiba-tiba berkelahi... Tenang dulu..."
"Aku tidak bisa tenang." Zhang Shan tertawa geram, "Hari ini harus kubikin anak ini mengaku kalah sepenuh hati."
Sebelum Qi Xia sempat memikirkan strategi berikutnya, Zhang Shan telah menerjang sambil membalikkan semua kursi. Lengan kekarnya yang seperti pilar menyambar ke arah wajah Qi Xia.
Pada detik-detik kritis, Qiao Jiajin mengait lengannya.
“Si Badung, kau tidak boleh pukul dia.”
Zhang Shan yang melihat dirinya dihalangi, menambah tenaga tapi menemukan pria kurus berlengan bunga ini memiliki kekuatan luar biasa. Lengannya sama sekali tak bisa bergerak.
“Muncul lagi si pahlawan.” Zhang Shan mendengus, “Mengapa 「Aku」 tidak boleh memukulnya?”
“Karena dia adalah 「otak」ku.” Qiao Jiajin tersenyum ramah, “Jika kau hancurkan kepalanya, kita berdua akan jadi bodoh.”
“Dia 「otak」mu?” Zhang Shan merasa pria ini menarik, “Lalu kau ini apa?”
“Aku…” Qiao Jiajin melepas genggaman, melepas jaket memperlihatkan tato penuh dan otot berbalut, “Kalau harus diibaratkan, aku adalah 「kepalan tinju」nya.”
Zhang Shan mengangkat alisnya dan berkata, "Cukup menarik, kalau begitu aku akan bertarung dengan si 「tinju」 ini."
Setelah berkata demikian, Zhang Shan mengambil posisi tinju, satu lengan ditekuk untuk melindungi dagu sementara lengan lainnya diayunkan ke arah Qiao Jiajin seiring putaran pinggang.
Qiao Jiajin langsung membungkuk dan menerjang ke depan, menghindari pukulan sekaligus mendekati lawan, lalu mengayunkan tangan kanannya untuk melancarkan pukulan uppercut.
Zhang Shan menyandar ke belakang untuk menghindar, kemudian segera menyesuaikan postur tubuhnya dengan menempatkan tangan kanan di depan, menjaga jarak dari Qiao Jiajin.
Hanya dari gerakan singkat ini, keduanya langsung tahu bahwa pastilah lawannya pernah berlatih bela diri, tak mungkin memiliki kemampuan seperti ini tanpa latihan.
Zhang Shan hanya berpikir setengah detik sebelum melangkah maju lagi, melancarkan pukulan keras dengan tangan kiri.
Kali ini Qiao Jiajin tidak menghindar, malah menangkap lengan lawan sepenuhnya, lalu melompat ke udara sambil berputar 360 derajat, mengaitkan satu kakinya ke leher lawan dan menjatuhkan mereka ke lantai dengan memanfaatkan berat badannya sendiri.
Kedua tangannya menggenggam lengan Zhang Shan dan menempatkannya di antara pahanya, terus menarik ke belakang. Kedua kakinya juga sedang melakukan 「pencarian」 posisi yang tepat, satu menekan leher lawan, sedangkan yang satunya bersiap menekan dada lawan.
Zhang Shan terlihat tidak percaya, tapi kini sudah sadar. Ini adalah teknik darat yang umum dalam pertarungan campuran bernama 「armbar」. Jika lawan berhasil memelintir lengannya, dia pasti kalah.
Memikirkan ini, dia mengulurkan tangan kanan dan menggenggam erat tangan kirinya, jari-jari kedua tangan saling mengait, membuat Qiao Jiajin sementara tidak bisa meluruskan lengannya.
Bagaimanapun juga dia tidak mengerti bagaimana seorang preman yang berlagak jahat bisa menggunakan jurus standar seperti ini. Untungnya dia sedikit mempelajari teknik bela diri, walau belum bisa membongkar armbar lawan, setidaknya belum membiarkan lawan berhasil.
Qiao Jiajin menyadari tangan kiri Zhang Shan tidak bisa ditarik, lalu menginjakkan satu kaki di lengan kanan lawannya, menggunakan kekuatan paha untuk memisahkan kedua tangan lawan secara paksa.
Zhang Shan sudah berkucuran keringat saat ini, mengingat kedua tangannya hanya saling mengaitkan jari-jari yang tidak kokoh secara mekanis.
Tak lama kemudian, kedua tangan Zhang Shan terpisah. Tangan kirinya seketika terentang lurus, rasa sakit hebat membuatnya menjerit kesakitan.
Tapi berkat postur tubuhnya yang besar, dia segera memutar badan dan menghantam perut lawan dengan tangan kanannya.
Qiao Jiajin menarik lutut kanannya yang menindih leher lawan, menggunakan tempurung lutut untuk menahan serangan ini.
Zhang Shan seolah menemukan celah, terus menerus menyerang Qiao Jiajin dengan pukulan kanan, sementara Qiao Jiajin hanya bisa bertahan dengan lututnya.
Kunci keberhasilan teknik 「Shizi Gu」 ada dua: pertama, mengontrol satu lengan lawan dengan erat; kedua, menggunakan kedua kaki untuk menindih leher dan dada lawan.
Untuk menahan serangan lawan, Qiao Jiajin terpaksa menarik kakinya kembali. Kehilangan ikatan kaki kanan, Zhang Shan bisa bangkit.
Dengan gerakan cepat, dia menarik lengan kiri sambil membalikkan badan, berusaha membalikkan posisi dan menindih Qiao Jiajin.
Melihat lawan melepaskan diri, Qiao Jiajin segera mengulurkan kaki kanan untuk menahan gerakannya.
Zhang Shan yang tak bisa mendekat terus menghujani Qiao Jiajin dengan pukulan dua tinju.
Qiao Jiajin menyusun kedua lengan sebagai tameng sambil menjaga jarak dengan kaki kanannya.
Memanfaatkan kecerobohan Zhang Shan, kaki kanan Qiao Jiajin yang terangkat tiba-tiba menukik, menendang keras betis lawan.
Kehilangan keseimbangan lagi, Zhang Shan hampir terjatuh. Qiao Jiajin melesat ke belakang lawan, merangkul leher Zhang Shan dengan lengan kanan, mengaitkan tangan kiri ke lengan kanan untuk memperkuat cengkeraman, lalu melompat mundur sambil menjatuhkan kedua tubuh ke lantai - sebuah teknik "rear naked choke" penyekang leher.
Qiao Jiajin sedang bersiap mengunci leher lawan, tiba-tiba menyadari situasi yang tidak biasa.
Setelah diamati, ternyata Zhang Shan menempatkan satu tangannya di depan leher, membuat formasi 「」tidak bisa terbentuk sementara waktu.
Meski berhasil menahan serangan Qiao Jiajin, Zhang Shan juga tidak nyaman. Dia melindungi titik vitalnya, tapi tangannya sendiri justru terkunci.
Saat ini keduanya saling mengunci dan tidak bisa melepaskan diri.
"Hei... Si Badak..." Qiao Jiajin menggigit gigi berkata, "Mau menyerah? Panggil aku 'Da Lao', sekarang juga aku lepaskan..."
"Bodoh! Lebih baik mati di tanganmu daripada mengaku kalah!" Zhang Shan terus mengencangkan otot-ototnya, berusaha mencari celah. Tapi posisi Qiao Jiajin sangat stabil, belum ada kelemahan yang terlihat.
