Aku menatap mata pria itu, setelah lama akhirnya berkata: "Terima kasih paman..."
"Paman...?" Sepertinya ia tidak menyukai panggilan itu, "Lebih baik panggil aku「Zhu Que Daren」."
"Zhu Que Daren?" Aku agak bingung, ini bukan zaman kuno, kok masih ada orang yang menyebut diri sendiri sebagai「Daren」ya?
Tapi Zhu Que Daren memang menyelamatkan nyawaku.
Jika bukan karena kemunculannya, pasti aku sudah mati di sini.
Dia seharusnya orang yang sangat baik.
"Adik kecil, hari ini kamu telah membuat keputusan yang sangat mulia." Zhu Que Daren tersenyum, "Mulai sekarang kamu tidak akan kelaparan maupun dihina orang lagi."
"Ah?"
“Waktu hampir malam, ikutlah denganku.” Tuan Zhu Que melambaikan tangan dan melangkah keluar pintu.
Setelah keluar, baru kulihat jubah bulu merah menyala yang dikenakannya.
“Tu-Tuan Zhu Que, kita mau ke mana?” Aku segera menyusulnya.
Dia menunjuk ke tanah lapang tak jauh, di mana muncul sebuah 「pintu」 yang berkilauan.
“Kau sudah menjadi「shio」, setiap malam harus pergi ke「kereta api」, ini aturan pertama.” Kata Zhu Que, “Semoga kau mendapat teman baru.”
“Shio……kereta api……teman?” Aku sama sekali tak mengerti.
Tapi sekejap mata, Tuan Zhu Que tiba-tiba menghilang.
Apakah dia dewa yang datang menyelamatkanku?
Melihat sekeliling semakin gelap, aku terus berjalan menuju「pintu」bercahaya itu. Pintu ini sepertinya pintu dari dongeng mitos, melayang di udara namun menghubungkan ke tempat lain.
Aku perlahan melangkah masuk, mendapati diri berada di sebuah koridor panjang. Di kedua sisi koridor terpasang pintu-pintu kayu. Saat itu, banyak orang bertopeng sedang keluar dari dalamnya. Mereka tak berlama-lama, justru berjalan menuju ujung koridor yang lain.
Ketika menoleh, kusadari pintu cahaya tempat masuk tiba-tiba telah menghilang. Di belakangku hanya tersisa sebuah pintu kayu.
"Apa yang terjadi di sini……?" Apakah aku juga keluar dari pintu kayu itu?
"Minggir, jangan menghalangi jalan." Suara kasar bergema di belakangku.
Keterkejut, aku segera menyamping. Baru kusadari seorang pria tinggi bertopeng harimau putih berdiri di belakangku.
"Makhluk apa…… Kok ada yang segini pendek?" Dia melirikku dengan pandangan merendahkan, lalu berjalan pergi tanpa menoleh.
"Ah……" Baru kusadar, kuberlari mengejarnya, "Paman!"
Pria tinggi itu tertegun mendengar panggilan itu, lalu perlahan menoleh.
"Apa……?" Nada suaranya tiba-tiba melunak.
“Paman…… ka、kamu baik……” Aku menundukkan kepala ke arahnya, lalu bertanya, “Bolehkah aku bertanya, di manakah ini?”
Pria tinggi itu memandangku dengan ekspresi sangat rumit, kemudian perlahan berkata: “Di sini adalah「Kereta Api」, tempat para「shio」beristirahat.”
“Tempat「shio」beristirahat?” Aku tak begitu mengerti, “Mengapa aku bisa datang ke tempat peristirahatan「shio」ya?”
Paman Harimau tinggi itu seolah kembali tertegun.
Kukira dia akan menjawab pertanyaanku, tapi setelah lama terdiam, dia baru mengeluarkan empat karakter: “Kamu... berapa umur?”
“Paman, aku sebentar lagi sepuluh tahun.” Jawabku dengan serius.
“Sepuluh tahun...?” Dia mengedipkan mata, “Apakah kamu lapar?”
“Lapar...?” Aku agak malu mengusap kepala, “Aku... memang agak sedikit lapar...”
“Ayo, kubawakan makan.” Dia mengulurkan telapak tangan besarnya menggenggamku, membuatku merasa hangat.
Kami baru melangkah beberapa kali, dari balik「pintu」di depan muncul paman lain.
Dia mengenakan topeng kulit ular, aroma tubuhnya sangat menyengat.
“Yo!” Paman Ular berseru, “Ini bukan Xiao Huzi? Baru sehari tak jumpa, sudah dapat pacar kecil?”
“Minggir.” Suara Paman Harimau sangat kasar, “Percaya tidak aku akan mencabik-cabikmu?”
“Wahahaha!” Paman Ular tiba-tiba tertawa terbahak-bahak, “Kau mau mencabikku di 「Kereta」? Ayo ayo ayo ayo ayo... Aku mau lihat nanti Kakak Domba bilang apa.”
“Kalau gitu aku patahkan jarimu.” Paman Harimau menggeram, “Kalau bukan karena muka Kakak Domba, sepuluh jarimu sudah patah semua.”
“Aduh... Sudahlah...” Paman Ular memeluk bahu Paman Harimau, “Kita kan 「teman sekelas」, ngapa marah-marah begitu?”
“Pergi.” Paman Harimau melepaskan pelukannya, “Apa maksudmu 「pacar kecil」? Hati-hati bicaramu.”
“Haha! Ini dia?” Paman Ular membungkuk melihatku, “Tikus kecil tipe lolita? Keren juga kau.”
Aku sedikit menelan ludah, menatap mata orang itu dan berkata: 「Paman... pamam, halo...」
Begitu kalimat ini keluar, Paman Ular juga tertegun.
「Hah?」 Raut wajahnya berubah, dia buru-buru menoleh ke Paman Harimau, 「Bercanda apa... suara ini... ini masih anak kecil!」
「Bangsat, baru sadar?」 Paman Harimau menggelengkan kepala, 「Tadi omongan sampah apa yang kau ucapkan?」
「Aku... aku...」 Paman Ular buru-buru menepuk mulutnya sendiri, 「Sial, mana bisa kuduga?! Tapi kenapa bisa begini?」
「Sudah, biar Kakak Domba yang cari cara.」 Paman Harimau menarikku ke depan, melihat sekeliling lalu bertanya, 「Ngomong-ngomong, si Lao Hei mana? Sudah mati?」
Begitu kata-katanya selesai, pintu di depan kita terdorong terbuka.
Seorang bertopeng kepala domba hitam keluar berjalan.
Dia memandang dingin kami bertiga, lalu berjalan menuju arah lain.
“Bangsat……” Paman Harimau mengumpat, “Sama-sama 「Domba」, lihat dia saja aku sudah geram.”
“Sudahlah……” Paman Ular menepuknya sambil tersenyum, lalu menunduk berkata padaku, “Nak, kamu pasti lapar sekali ya? Paman akan ajakmu makan.”
Aku tersenyum malu-malu. Kalau bukan karena Paman Ular ini muncul, mungkin aku sudah pergi makan sejak tadi.
Kedua orang itu masing-masing menggenggam satu tanganku, berjalan maju di antara kerumunan orang bertopeng.
Paman Harimau tampaknya sangat disegani. Banyak orang minggir memberi jalan selama perjalanan.
Kami mengikuti Paman Domba Hitam berjalan cukup lama, baru berhenti di depan sebuah pintu.
Aku penasaran. Semua pintu di sini tampak sama persis. Bagaimana mereka bisa tahu tujuan masing-masing?
Paman Domba Hitam mengetuk pintu dengan sikap sangat hormat, “Kakak Domba, kami sudah datang.”
“Masuk.” Suara pria terdengar dari dalam.
Ketiganya perlahan mendorong pintu setelah mendengar. Di dalam adalah ruangan yang menyerupai restoran.
「Di atas meja makan terhampar banyak makanan, aku langsung terpana.」
「Ada ayam panggang, iga bakar, ikan, dan banyak lagi yang tidak kukenal!」
「Baru saja aku menelan ludah, mataku kembali tertuju pada orang yang duduk di depan meja makan.」
「Dia tidak memakai topeng, melainkan memiliki kepala domba putih murni yang asli, persis seperti siluman dalam kisah Perjalanan ke Barat.」
「Pandangan dinginnya menghentak di tubuhku sejenak, lalu dia mengangkat mata ke arah Paman Harimau: "Harimau, apa yang kau lakukan?"」
「Suara orang ini terdengar sangat muda, tidak mirip 「paman」, malah lebih seperti 「kakak」.」
「"Kakak Domba..." Paman Harimau menarik tanganku mendekat, "Terjadi keanehan, ada nak kecil menjadi 「shio」."」
