“Ha?” Aku gemetar ketakutan, tak tahu di mana letak kesalahanku.
“「Tikus」, jujurlah padaku. Apa ini 「game」 yang kau pikirkan semalaman?” suara Kakak Domba terdengar keras.
“Aku…… Aku……” Kepalaku tertunduk lesu, “Maafkan aku, Kakak Domba…… Seharusnya aku tidak 「berbohong」……”
Nenek pernah bilang, 「nak」 yang baik tidak boleh 「berbohong」.
Kukira permintaan maafku akan meredakan amarahnya, tapi justru sebaliknya, Kakak Domba semakin murka.
“Mengapa minta maaf?” Dia berdiri dan mendekatiku, “Jika kamu menganggap 「berbohong」 sebagai kesalahan, bagaimana bisa bertahan hidup di sini? Ini pertama kalinya kamu mengakui kesalahan padaku, aku tak ingin ada kesempatan berikutnya.”
“Eh...?” Melihat ekspresinya, aku bingung harus berbuat apa.
“Tikus, aku menuliskan sebuah game untukmu.” Kakak Domba mengeluarkan buku catatan dari sakunya yang penuh tulisan, “Hari ini kamu harus menjalankan game ini.”
Tiga paman di belakangku segera berkerumun melihat.
Nama Game: Gudang Penipuan.
Tiket dua butir 「Dao」.
Orang pertama masuk terlebih dahulu, mengamati semua barang di gudang. Orang kedua masuk lima menit kemudian, juga mengamati barang-barang gudang.
Setelah itu masing-masing mengambil satu barang, lalu melalui pengamatan kedua kali, menebak barang yang diambil lawan.
Jika kedua pihak tebakan benar, masing-masing mendapat satu butir 「Dao」. Jika kedua pihak salah, tak ada satupun 「Dao」 yang diperoleh.
“Jika dua orang memiliki satu yang salah dan satu yang benar, yang salah mendapat empat butir 「Dao」, yang menebak benar tidak mendapat hadiah.”
Ketiga paman berpikir sejenak, lalu mengangguk serempak.
“Begitu ya…” Paman Domba Hitam yang pertama berbicara, “Ini adalah standar 「Dilema Tahanan」, aturan ini akan membuat kemanusiaan tercabik-cabik, bahkan mungkin menghasilkan keuntungan besar.”
“Meskipun ini adalah game「Domba」, tapi keunggulannya ada di operasi yang sederhana.” Kakak Domba Putih berkata, “Hari ini coba jalankan dulu sesuai aturan ini, malam lapor padaku.”
Aku mengangguk setengah mengerti, lalu melihat ke arah beberapa paman.
“Tikus kecil, hari ini adalah hari pertamamu bekerja, ingat harus berperilaku baik ya.” Paman Harimau mengelus kepalaku, “Kalau lupa aturan, keluarkan buku catatan kecilmu untuk melihat.”
“Bekerja…?”
Paman Harimau mengangguk: “Iya, Tikus kecil, mulai sekarang ikuti kami, rajin mengumpulkan「Dao」, makan yang cukup, kami dan Kakak Domba akan membantumu.”
Paman Ular juga mengedipkan mata padaku: "Patuh, jangan ikuti Paman Harimau yang Rugi, hari ini usahakan jangan merugi."
"Ah, baik... baiklah."
Aku mengangguk, tapi melihat beberapa paman mulai merapikan pakaian mereka.
Mereka meluruskan topeng mereka, merapikan kerutan di baju, lalu berduyun-duyun keluar dari pintu.
"Ayo, Tikus kecil." Paman Harimau memanggilku.
Kusimpan buku catatan dari Kakak Domba Putih di dada, lalu bergegas mengikuti.
Paman Ular dan Paman Harimau memegang tanganku, kami bertiga berjalan di koridor mengikuti Kakak Domba Putih dan Paman Domba Hitam.
Kuperhatikan pintu di kedua sisi koridor perlahan terbuka, orang-orang dengan berbagai topeng berdatangan keluar.
Awalnya kukira mereka sangat takut pada Paman Harimau, selalu menyingkir saat melihatnya. Tapi tak disangka beberapa paman dan bibi bertopeng malah langsung ketakutan dan mundur ke dalam pintu saat melihat Kakak Domba Putih.
“Apakah Kakak Domba lebih galak daripada Paman Harimau?”
Kami sedang berjalan maju tiba-tiba dihadang seseorang.
Kepalanya aneh, bukan topeng maupun bulu hewan... Dia seperti... kadal?
“Domba Bumi, apa yang kau lakukan lagi?” Lelaki kadal itu menatapku bertanya.
“Bekerja.” Kakak Domba berkata dingin, “Minggir.”
“Berani-beraninya kau bekerja?” Lelaki kadal menghadang Kakak Domba, “Tianlong sangat menghargaimu, tapi murid-muridmu malah semakin payah. Daripada mendidik mereka, malah merekrut si kerdil ini. Apa kau mau memecahkan guci dan membiarkannya jatuh?”
“Muridku urusanku.” Suara Kakak Domba menggeram, “Kau ini makhluk apa? Berani ikut campur urusanku?”
“Aku pengelola semua 「shio」 tingkat bumi!” Lelaki kadal meraung, “Mengapa aku tak boleh mengurusmu?!”
“Kau bisa jadi pengelola karena aku tak mau bersaing. Kau boleh pamer pada orang yang menjilatmu, tapi jangan berdiri di hadapanku.” Kata Kakak Domba Putih, “Kalau kau memang mau muka tapi tak mau muka, aku tak peduli kau atau bukan, pasti akan membuatmu kehilangan muka.”
Beberapa orang di belakang manusia kadal tiba-tiba maju. Salah satu yang memakai topeng kepala kuda menunjuk dengan garang ke Kakak Domba Putih: “Domba Bumi, jangan mau muka tapi tak mau muka!”
“Bangsat Kuda, kau ngomong sama siapa?!” Paman Harimau juga berteriak, tapi setelah melihatku, dia berhenti sejenak lalu mengubah kalimatnya: “Xiao Ma, dengan siapa Anda berbicara?”
Topeng kepala kuda terlihat takut, menyembunyikan diri di belakang manusia kadal lalu berteriak: “Manusia Harimau, jangan kira badanmu kuat bisa merundung orang! Suatu hari kalau aku sudah tanda kontrak, pasti kembali mencabikmu!”
“Kalau begitu aku... terpaksa harus meminta Anda untuk selamanya jangan 「keluar」!”
Dua orang itu mulai bertindak, kali ini Kakak Domba tidak menghalangi.
Paman Harimau dengan cepat mengalahkan Topeng Kepala Kuda, lalu mencoba merobek topengnya: "Laozi... maksudku... aku ingin melihat wajah aslimu!"
Paman Ular yang tampak khawatir menarikku ke belakangnya: "Jangan takut, tidak apa-apa."
Saat topeng hampir terlepas, Kadal Gurun bertindak. Dia melangkah maju dan mencoba meninju punggung Paman Harimau. Tapi tiba-tiba Kakak Domba muncul, menendang tinju Kadal Gurun.
Awalnya kukira ini cuma perkelahian biasa, tapi suara benturan tinju dan tendangan mereka begitu keras sampai hampir membuatku terjatuh.
"Domba Bumi! Berani-beraninya kau melawanku?!" Kadal Gurun gemetar marah. "Apa aku terlalu lunak selama ini?!"
“Tidak, aku yang terlalu baik padamu.” Kakak Domba menjawab, “Sebaik itu sampai membuatmu berpikir bisa seenaknya melawan orangku.”
“Kamu…” Manusia Kadal menutupi pergelangan tangannya, kumisnya terus bergetar, “Berani macam-macam denganku… Nanti kamu akan menyesal…”
“Aku tak perlu menyesal.” Kakak Domba menjawab, “Soalnya sekarang aku sedang memikirkan cara untuk membunuhmu.”
“Apa?! Kamu…” Manusia Kadal mengatupkan gigi, “Bunuh aku? Bahkan Tianlong pun tidak kamu hiraukan lagi?!”
“Setelah membunuhmu, aku akan menghadap sendiri untuk meminta hukuman.” Kakak Domba tersenyum, “Jika dia menghukum mati aku, dua jenderal penting akan hilang sekaligus. Jadi demi rencana jangka panjang, probabilitasnya aku akan diampuni.”
“Kamu ini orang gila apa sih?” Suara Manusia Kadal mulai melemah, “Berani-berannya menggunakan siasat licik pada Tianlong?”
“Sayangnya Tianlong memang menyukai rencana licikku.” Kakak Domba berkata, “Kalau kamu sudah mengerti, cepat minggat. Jika menghambat semua orang untuk bekerja… kerugian semua orang yang hadir hari ini akan kamu tanggung.”
