Harimau Bumi mondar-mandir di dalam ruangannya seolah mencari sesuatu.
Tapi setelah mencari lama, tetap tidak menemukan.
Hei Yang di sampingnya hanya bisa memandanginya dengan pasrah.
“Kamu mencari apa?” Hei Yang berkata kesal, “Mencari 「mati」?”
“Urus saja dirimu sendiri!” jawab Harimau Bumi, “Ini urusanmu apa, bangsat?!”
Keduanya lalu diam, sama-sama memalingkan kepala ke arah berlawanan dengan kesal.
Harimau Bumi terus mengobrak-abrik sampai debu beterbangan di dalam rumah, sementara Hei Yang mengernyitkan alis melihat tumpukan makanan di atas meja.
“Ini yang kamu maksud 「mentraktirku makan」?” Hei Yang menggelengkan kepala, “Membosankan, aku pergi.”
“Ketemu!”
Harimau Bumi berseru gembira, lalu berbalik badan sehingga Hei Yang melihat benda yang digenggamnya.
Sebuah kantong plastik yang terlihat masih cukup baru.
“Benda apa……?” Hei Yang tampak bingung, “Kamu dari tadi cari kantong plastik?”
“Makanya aku bilang ada urusan bangsat apa denganmu?”
Harimau Bumi berjalan mendekati Hei Yang dengan geram, mengambil sepotong paha ayam dari piringnya dan melemparkannya ke dalam kantong plastik, disusul roti dan buah-buahan di piring itu.
Hei Yang tertegun menyaksikannya merampas barang dari piringnya seperti perampok, merasa otaknya 「hang」.
“Tunggu, sebentar……” dia mengulurkan tangan menghalangi Harimau Bumi, “Ini ngapain sih?! Adegan ini kok terasa familiar?”
“Siapa yang salah? Kamu sendiri dari tadi nggak makan.” kata Harimau Bumi, “Ambil lagi sendiri dari meja.”
“Aku cuma nggak ngerti…… Ini buat siapa?”
“Aku memberi……” Harimau Bumi melihat ke arah Hei Yang, lalu alisnya berkerut, “Urusanmu apa?!”
“Baiklah, baiklah. Sungguh gila aku sampai mau mengurusmu.” Hei Yang juga menggigit giginya berkata, “Pantas saja dari sekelompok orang ini hanya aku yang mau menanggapimu. Aku pergi.”
Setelah mendengar itu, Harimau Bumi terdiam sejenak, lalu berpura-pura tidak mendengar sambil terus memasukkan makanan dari piring Hei Yang ke dalam kantong plastik.
Hei Yang bangkit berdiri dan melangkah tiga kali ke arah pintu ruangan, lalu suara ketukan terdengar.
Dia juga ikut tertegun, kemudian mengulurkan tangan untuk membuka pintu.
Di luar pintu berdiri Anjing Bumi dan Tikus Bumi.
“Waduh, Pemimpin. Sehari tidak bertemu, dahi Anda masih segelap ini.” Tikus Bumi tersenyum pada Hei Yang sambil mendorong pintu terbuka.
Anjing Bumi juga mengangguk malas ke arah Hei Yang: “Selamat malam.”
“Kalian berdua……” Hei Yang tampak bingung dengan kondisi saat ini.
“Pak Pemimpin Bermuka Hitam, Anda tidak kenal saya? Saya 「pengkhianat」!” Tikus Bumi menepuk dada depannya dengan bangga memperkenalkan diri, “Di sana juga ada si Anjing Lembur.”
Kalimat ini membuat Hei Yang naik darah: “Baiklah, terserah kalian mau jadi siapa.”
Anjing Bumi tak menghiraukan percakapan kedua orang itu. Setelah masuk, dia mengangguk lemas ke Harimau Bumi, lalu berbaring di sofa sambil mengantuk berat, matanya hampir terpejam.
Harimau Bumi dan dia saling pandang beberapa 「detik」, terpengaruh suasana mengantuk itu, lalu keduanya menguap berbarengan.
Hei Yang semula mengira takkan ada pengunjung hari ini, khawatir 「muka」 Harimau Penggelapan Uang terlalu tersudut, makanya mampir sebentar. Tak disangka kenalan lama datang lagi.
Setelah mencerna situasi, dia menatap Harimau Bumi: “Hari ini Anda juga mengundang mereka berdua?”
“Tidak ada.” Harimau Bumi mengisi kantong plastik hingga penuh, lalu menyembunyikannya ke dalam saku sendiri, “Tapi tenang saja, orang yang datang kemarin pasti akan kembali hari ini, jumlahnya bahkan lebih banyak dari kemarin.”
Hei Yang merasa aneh, perlahan ia maju ke depan dan menatap mata Harimau Bumi lama-lama.
“Ngapain loe liat-liat?” Harimau Bumi bertanya.
Setelah mendengar itu, Hei Yang mengulurkan tangan dan menampar keras kepala besar Harimau Bumi.
“Hah!” Harimau Bumi langsung naik darah, “Lao Hei bangsat! Loe gila?!”
“Yg gila itu loe!” Hei Yang menurunkan volume suaranya, “Coba dengar lagi omongan tadi, apa mungkin keluar dari mulut idiot kaya loe? Loe ketemu dia?”
“Gua... Gua nggak tau loe ngomongin siapa.” Bola mata Harimau Bumi menghindar dari wajah Hei Yang, dengan sangat tidak natural ia memandang langit-langit.
“Bangsat! Ngapain nggak ngasih tau gua dari awal!” Hei Yang melanjutkan dengan berbisik, “Perlu sampe sembunyiin dari gua? Makanan ini buat Kakak Domba?”
“Hei……” Harimau Bumi menggaruk kepala, “Kamu ketahuan ya, tadinya mau biarin kamu liat betapa hebatnya aku.”
“Kehebatan dadakanmu ini bener-bener susah diterima.” Hei Yang membuka mulut, “Kakak Domba bilang apa lagi ke kamu?”
“Mesti ngomong apa?” Harimau Bumi mencerna sebentar, “Udah gak ada yang lain sih.”
“Bangsat... Kucing bodoh ini, 「rencana」nya mana?!” Hei Yang menekan suara, tapi dari ekspresinya sudah mulai kesal, “Kamu tau gak kalau di atas kepala kita semua sekarang menggantung 「pisau」? Kamu satu-satunya yang ketemu Kakak Domba, kenapa gak nanya soal 「rencana」?!”
“Elu baru biri-biri tolol.” Harimau Bumi juga berbisik, “Kakak Domba kehilangan ingatan! Gimana dia bisa jawab kalo ditanya?”
“Ini…” Hei Yang juga mengernyitkan alis, “Terus kita harus gimana? Bikin rencana sendiri?”
“Tapi…” Harimau Bumi menggaruk pipinya sendiri, berkata, “Kakak Domba bilang malam ini akan ada orang lain datang... Kayaknya orang itu tau sesuatu?”
“Masih ada yang datang?” Hei Yang mencerna beberapa 「detik」, “Kau juga memanggil orang lain?”
“Nggak kok, aku cuma memanggilmu dan si anjing yang menyerah itu.”
Tikus Tanah di situ memandangi dua orang yang sedang berkomplot keras dengan pasrah, lalu membuka mulut: “Pemimpin, sepertinya maksud kalian berdua adalah menyembunyikan ini dari kami ya?”
“Dengar-dengar apa kau di situ?” Harimau Bumi bertanya.
“Volume suara dua pemimpin terlalu keras, aku juga nggak ada tempat sembunyi.” Tikus Tanah berkata, “Mending kalian berdua jangan berbisik-bisik lagi, ngomong aja terang-terangan. Biar kalian nggak capek, kami yang dengar juga nyaman.”
“Minggir kau!” Harimau Bumi berkata, “Jangan lupa diri sendiri adalah 「pengkhianat」, aku juga belum anggap kau bagian dari tim kita.”
Tikus Tanah menggelengkan kepala pasrah, tersenyum tanpa kehangatan: “Tetap pemimpin yang paling bijak. Hati jadi tenang kalau ngikut pemimpin sebijak ini.”
Saat mereka masih berbicara, pintu ruangan terdorong lagi. Kelinci Bumi tinggi besar bertubuh luka-luka masuk dengan ekspresi muram.
“Waduh, Pemimpin Perban, Anda juga datang.” Tikus Tanah tersenyum menyambut, “Anda belum mati ya?”
Kelinci Tanah melirik Tikus Tanah, lalu memandang sekeliling ruangan ke arah para 「shio tingkat bumi」 yang terpencar, kemudian menundukkan kepala pasrah. “Saudara-saudara, kalian lihat 「Momen Kuda Langit」 hari ini?”
Semua orang tentu melihat 「Momen Kuda Langit」. Saat itu mereka berdiri di luar area permainan, menyaksikan para peserta dibantai habis di depan mata.
Hal-hal yang harus kami usahakan mati-matian, 「tingkat langit」 cukup dengan satu pikiran saja.
“Semuanya, untuk apa sebenarnya kita menjadi 「Langit」?” Kelinci Tanah kembali bertanya.
