Dalam kegelapan pekat, Xiao Cheng menutup rapat kedua matanya.
Dia merasa dirinya seharusnya sudah menginvasi mimpi Qi Xia.
Udara di sekelilingnya diembus angin aneh yang menyentuh kulitnya dengan tekstur hangat.
Meski dalam mimpi tak bisa mengendus bau apapun, Xiao Cheng merasa lubang hidungnya dipenuhi kilasan gas yang garang.
Sensasi ini sangat tidak masuk akal, sepertinya yang dihirupnya bukan udara melainkan gas aneh.
Setiap sel di tubuhnya saat ini mengirim sinyal bahaya, alam bawah sadar juga memberitahunya bahwa sekarang harus kabur, sama sekali tidak boleh membuka mata.
Seolah yang diinvasinya bukan mimpi seseorang, melainkan neraka tanpa akhir yang dipenuhi raksasa.
Meski tak melihat apapun, naluri dari kedalaman otak terus bereaksi - sebelum sempat membuka mata, seluruh bulu kuduk di tubuhnya sudah tegak berdiri sementara punggung terasa dingin.
Xiao Cheng pernah beberapa kali menyusup ke dalam mimpi, tapi tak sekalipun mengalami situasi seperti ini. Seolah mimpi orang ini bukan「pertahanan psikologis yang sangat kuat」, melainkan benar-benar gila.
“Kak Qi... Kau pernah membantuku... Kini giliranku membantumu... Kau takkan menyakitiku, kan?”
Xiao Cheng perlahan membuka matanya, menghadapi mimpi Qi Xia. Hanya dengan satu pandangan, nyaris jiwa-nya tercabut.
Ia pernah menyaksikan mimpi sekitar delapan orang. Baik mimpi biasa maupun mimpi buruk, tak ada yang menyentuh jiwa sekuat pemandangan di depan matanya ini.
Inikah benar-benar sebuah mimpi?
Pertama yang menyambut pandangan Xiao Cheng adalah hamparan warna merah darah. Ruang yang sangat luas ini sekilas menyerupai sudut kota berukuran sedang, tapi bila diamati, baik jalan raya di bawah kaki maupun gedung-gedung dalam jangkauan pandangan—semuanya dibangun dari daging dan darah merah gelap yang berdenyut.
Daging dan darah ini berwarna merah pekat luar biasa, berdenyut nadi dengan ritme ringan. Di atasnya menyelimuti kabut darah merah. Ungkapan「neraka tanpa akhir」pun tak cukup akurat menggambarkan ini. Rasanya lebih mirip diri sendiri yang ditelan masuk ke perut binatang buas raksasa.
Di jalanan merah menyala ini, berjejal sosok-sosok yang berdiam seribu bahasa. Setiap dari mereka telah「kehilangan」wajah.
Wajah mereka bagai permukaan datar licin, semua fitur wajah menghilang tanpa bekas. Kini mereka tetap berdiri di tempat, otot-otot wajah terus menggeliat, seolah membuat ekspresi, atau pun membuka mulut berbicara.
Darah di seluruh tubuh Xiao Cheng mendadak menjadi dingin membeku.
Ia baru menyadari sosok-sosok tanpa wajah itu sama sekali tak bergerak, hanya berdiri kaku bagai「orang-orangan sawah」. Perlahan ia mulai tenang, dalam hati terus membisikkan「Ini cuma mimpi belaka」pada dirinya sendiri.
Kemudian dia mengangkat kepala dengan bingung ke arah langit, dan menemukan bahwa 「Langit」di sini juga merupakan seonggok daging dan darah raksasa. Di permukaannya terdapat denyut nadi yang bergetar halus, seolah ini benar-benar berada di dalam tubuh sesuatu, sementara langit merah darah itu adalah dinding perut monster raksasa.
Untungnya dalam mimpi tidak bisa mencium bau, jika tidak Xiao Cheng sudah bisa membayangkan bau busuk dahsyat yang tak tertahankan bagi manusia di sini.
Dia menelan ludah, memindahkan pandangannya dengan kosong dari 「kiri」ke 「kanan」menyapu 「Langit」merah darah. Beberapa 「detik」kemudian, dia kembali terpaku di tempat.
Pada gumpalan daging sebesar langit itu, sebuah bola mata raksasa yang aktif sedang melihat ke sekeliling. Saat Xiao Cheng 「melihat」nya, bola mata itu juga seketika memutar pandangannya, bertemu dengan tatapan panik Xiao Cheng.
Hanya dengan sekali pandang, Xiao Cheng merasa jiwanya tercabut dari tubuh. Bulu kuduk di punggungnya semua merinding, bergesekan dengan baju.
Mengapa di dunia ini ada bola mata sebesar ini?
Pupil bola mata raksasa itu terus bergetar halus, seolah sedang mengamatinya dari atas ke bawah.
Bola mata ini tumbuh di langit yang terbuat dari daging dan darah... Apakah「daging」ini benar-benar makhluk hidup?
Jika itu makhluk hidup, lalu sebenarnya benda apa ini...?
“Itu juga seharusnya tidak bisa melihatku...” Xiao Cheng bergumam pada diri sendiri, seperti sedang menyemangati diri sekaligus berusaha menenangkan hati, “Bagaimanapun aku hanya pendatang... Kemampuanku rendah, itu tidak mungkin melihatku...”
Meski begitu, bola mata itu terus menatapnya tanpa berkedip, memaksa Xiao Cheng mengalihkan pandangan agar tidak terpengaruh.
Ada pepatah「Apa yang dipikirkan siang, akan bermimpi malam」, hal apa yang setiap hari dicerna Qi Xia hingga menciptakan mimpi buruk aneh ini?
Saat dia masih tertegun, suara gemericik air mengalir memasuki telinga. Dia memalingkan kepala dan mengikuti arah suara itu. Di pusat kota, terlihat sebuah 「Sungai」 kecil yang bergelombang mengalir melintas.
Jarak sungai itu cukup jauh darinya. Seolah untuk memudahkan pejalan kaki menyeberang, sebuah jembatan lengkung kecil buatan manusia dibangun di atasnya.
Xiao Cheng berkedip perlahan, lalu perlahan melangkah menuju 「Sungai」 itu.
Berdiri di atas jembatan lengkung, setelah mempersiapkan diri secara psikologis, dia melihat ke bawah. Darah kental saling bertabrakan dan bergolak, memercikkan bunga-bunga darah tak terhitung sebelum mengalir ke tempat yang lebih jauh.
Setelah diamati lebih seksama, di dalam sungai kecil itu ternyata ada ikan besar berwarna hitam legam. Mereka melompat mengikuti cipratan air yang bergejolak, nyaris mendarat di wajah Xiao Cheng.
Baru sekarang Xiao Cheng menyadari ikan-ikan ini sama seperti orang-orang yang berdiri di jalanan: sama sekali tanpa raut wajah.
Mereka sama sekali tidak memiliki mulut maupun mata, tubuh yang botak seperti pesawat ulang-alik melayang di depan Xiao Cheng sesaat sebelum terjungkit kembali ke dalam 「Sungai」, menyemburkan kilasan bunga darah.
Tampaknya lompatan ikan-ikan itu bukan untuk menyambut orang yang berdiri di tepian, melainkan karena kekurangan oksigen.
Mereka bergulat di sungai darah, ingin hidup, tapi tak bisa bernapas. Bahkan insang pun tak dimiliki, bagaimana mungkin bertahan dalam "air"?
Tidak...meski punya insang, ini bukan air, melainkan aliran merah gelap yang lengket dan pekat.
Ini bukan sekedar "mimpi buruk"?
Ini neraka yang sesungguhnya.
Seluruh tubuh Xiao Cheng menggigil tak terbendung, tak lama kemudian ia bertekuk lutut, tangan menyangga tuas jembatan sambil terus-terusan ingin muntah.
Dia pernah bertemu Qi Xia, bahkan melakukan percakapan singkat. Pria itu terlihat masih waras, tapi bagaimana dunia batinnya bisa serupa neraka?
Apakah setiap kali menutup mata, dia 「melihat」 dunia seperti ini......?
Meskipun Xiao Cheng tidak banyak memasuki mimpi, dia selalu merasa hanya orang gila yang antisosial yang bisa cocok dengan dunia psikologis mengerikan seperti ini.
“Apa-apaan ini…” Xiao Cheng ingin muntah cukup lama, kemudian mengulurkan tangan dan membersihkan mulutnya. Seluruh tubuhnya masih terus menggigil tak terkendali.
Meski tahu ini hanyalah mimpi, segala sesuatu dalam mimpi ini terasa terlalu nyata.
Dia berlutut di tanah, mengulurkan tangan untuk meraba jembatan lengkung di bawah kakinya, namun menemukan bahwa jembatan ini benar-benar seperti terbuat dari daging dan darah - tidak hanya memancarkan warna merah terang, tapi bahkan memiliki elastisitas ringan.
Dengan menempatkan telapak tangan dengan lembut di atasnya, seseorang dapat merasakan detak jantung kota ini.
Xiao Cheng bertanya pada dirinya sendiri: jika dia harus mengalami mimpi buruk seperti ini, dia lebih「memilih」untuk tidak pernah tidur lagi. Jika tidak, dalam waktu singkat dirinya sendiri pasti akan menjadi gila.
“Tidak bisa… Aku tidak bisa「mengurus」『mimpi』ini…”
Baik dari segi tingkat keanehan maupun luas area pemandangan, 「mimpi buruk」 ini sudah jauh melampaui jangkauan yang bisa Xiao Cheng intervensi. Mimpi kebanyakan orang terjadi di dalam satu ruangan atau area kecil yang tetap, tapi yang Xiao Cheng lihat di sini adalah kota berwarna darah.
Di kota ini, bukan hanya mencari suasana hati Qi Xia yang hancur, bahkan menemukan Qi Xia sendiri pun sulit.
Xiao Cheng perlahan menutup kedua matanya, lalu menarik napas dalam-dalam, bersiap untuk memutuskan 「Mimpi」-nya. Jika terus berada di sini, yang menunggunya hanyalah 「mati」.
Setelah beberapa 「detik」, Xiao Cheng perlahan membuka matanya.
Tapi yang menyambutnya bukanlah 「Tanah Akhir」, melainkan neraka merah ini.
