Namaku Yan Zhi Chun.
Akulah「Raja Jidao」.
Pepatah kuno berkata: 360 profesi, tiap bidang punya「pintu」nya. Yang mencapai puncak disebut「Jidao」.
Taoisme juga berkata: Tiga ribu Dao, tiap jalan bisa「menyentuh Dewa」.
Tapi makna「Jidao」adalah meninggalkan semua Dao lain, hanya fokus pada satu jalan.
Tapi jalan yang kita tempuh ini bertolak belakang dengan semua pihak, bukankah terlalu berbahaya?
Kehidupan saya bukan mulai berubah sejak masuk ke 「Tanah Akhir」, melainkan sejak saya membuka mata dan melihat Domba Putih itu, segalanya sudah ditentukan.
Meskipun di Ruangan Wawancara kami selalu ada tiga 「shio」 yang berdiri - satu Domba Putih, satu anjing Shar Pei, dan satu domba biasa, tapi kami hanya bisa mengingat Domba Putih itu.
Dua 「shio」 yang tersisa bahkan tidak perlu bicara pun, kami pasti akan bergegas kalah dari Domba Putih yang dingin itu.
Nama game yang muncul di awal permainan ini adalah 「Pembohong」. Sembilan orang yang hadir di sini harus menceritakan kisah yang terjadi sebelum datang ke sini, lalu mencari tahu siapa pembohong di antara kami.
Kedengarannya sederhana, tapi sebenarnya kami sembilan orang sama sekali tidak saling mengenal.
Dengan identitas, profesi, asal daerah, dan gaya bekerja yang berbeda-beda, bagaimana mungkin kami tahu apakah mereka berbohong dalam cerita mereka?
Aku sulit menjelaskan betapa cerdiknya Domba Putih dalam merancang game ini. Aku juga sama sekali tidak ingat berapa kali kita mati dalam game ini, karena sebelum Domba Putih mengajari cara mengontrol「Gema」, aku sama sekali tidak bisa mempertahankan ingatan.
Ironisnya, kesembilan orang ini bukanlah「Pemilik Gema」yang kuat. Artinya kami tidak bisa menyimpan memori, setiap kali harus memulai dari awal, dan membuat pilihan yang sama persis dalam game.
Tanpa campur tangan kekuatan eksternal, kami hanya akan mengulangi perkataan sebelumnya, melakukan voting sembarangan, dan akhirnya mati tragis.
Sejak awal aku sudah menyadari pola dalam game ini. Kukatakan pada mereka bahwa karena delapan orang ini saling tidak mengenal, kemungkinan besar pembohongnya adalah wasit「Manusia Domba」. Tapi aku kurang pandai berkomunikasi, sama sekali tidak bisa meyakinkan yang lain...
Pendukungku hanya seorang pria paruh baya bernama Zhang Qiang.
Meski aku dan Zhang Qiang memilih「Manusia Domba」, tetap sia-sia. Jumlah kami kalah, kami tetap mati. Perasaan tidak berdaya ini sungguh menyiksa.
Aku sering berpikir, mengapa Domba Putih yang aneh itu mau membantu giliran serang untukku?
Dalam gamenya, setiap orang akan mendapatkan kartu identitas masing-masing, tapi dia malah menuliskan sebuah pesan di「kartu identitas」-ku.
Dia mengajari cara benar memanfaatkan emosi untuk memperoleh「Gema」. Aku tak tahu ini kali keberapa dia menulis pesan ini, atau berapa kali dia mengubahnya hingga akhirnya jadi seperti sekarang.
Tapi saat itu aku benar-benar penasaran, sebagai dalang di Ruangan ini, sebagai seseorang yang secara fisik hingga IQ jauh melampaui kita, apakah semua yang dilakukannya bukan untuk membunuh kita?
Kalau tidak, mengapa dia memimpin game Penciptaan「Dewa」ini? Mengapa repot-repot mengumpulkan kita dari berbagai provinsi?
Tapi Domba Putih itu benar-benar membantuku menemukan Momentum「Gema」-ku.
Selama aku sangat berusaha mengontrol mereka yang menentangku, aku akan memperoleh「Gema」khusus milikku yang bernama「Perampas Hati」.
Ini adalah Momentum yang bertolak belakang dengan cara yang pernah kugunakan sebelumnya. Dalam kehidupan, aku pernah menghadapi banyak orang yang menentangku, tapi aku tak pernah mau repot meyakinkan mereka.
Domba Putih memberitahuku bahwa 「Gema」ku saat ini masih belum cukup kuat, hanya bisa 「mengambil hati」 dengan susah payah. Jika suatu hari nanti aku bisa 「mengambil jiwa」, maka aku akan memiliki kemampuan yang sama dengan 「Dewa」 di tempat ini.
Sejak hari aku mendapatkan 「Gema」, banyak hal yang sebelumnya tak pernah kupahami menjadi jelas.
Misalnya, aku tahu setelah game 「Pembohong」 bahkan ada ujian 「Tunas Setelah Hujan」 dan 「Kematian dari Langit」. Aku juga tahu Domba Putih akan bunuh diri setelah game pertama, bahkan menemukan 「Kontrak Taruhan Kenaikan Shio」 dari mayatnya -
Dia sama sekali tak ingin kita mati di dalam Ruangan, justru berharap kita semua keluar untuk berpetualang, lalu benar-benar menghilang dari dalam Ruangan.
Sayangnya, di bagian penanda tangan kontrak, namanya selalu tertutup oleh noda darah merah tua. Aku tidak tahu harus memanggilnya apa.
Suaranya dingin dan selalu mengenakan topeng domba putih, lebih baik kita panggil dia 「Kakak Domba」?
Game 「Tunas Setelah Hujan」 dan 「Kematian dari Langit」 meski tingkat kesulitannya sama tinggi, tapi aku punya keuntungan besar.
Yakni semua orang di dalam ruangan akan terkontrol olehku, lalu meniru gerakanku. Kebetulan baik saat memutar papan meja bersama maupun bergantung di langit-langit, selama 「peserta」 bisa menirukan gerakanku, probabilitas bertahan hidup sangat besar.
Aku tidak perlu berdiskusi dengan mereka atau mendengarkan omongan mereka, cukup menyuruh mereka menuruti perintahku.
Dengan cara ini, aku bisa sukses menggunakan 「Perampas Hati」 untuk memimpin semua orang kabur dari ruangan, lalu melewati koridor panjang menuju tanah misterius ini.
Sayang sekali, karena harus mengontrol sisa delapan orang untuk bisa berdiri di sini, jadi mereka menyimpan dendam padaku. Begitu tiba di kota, mereka bergegas menjauhiku dan memulai petualangan mereka sendiri.
Aku tidak berbeda dengan musibah di dunia nyata, selalu akan diisolasi.
Berjalan di jalanan yang suram, kuangkat jari dan kulihat pesan yang ingin kusampaikan pada diriku sendiri di usia enam belas tahun——「yna」.
Tapi benarkah aku tidak sebatang kara?
Meski enggan mengakuinya, orang di dunia ini akan mengisolasi kamu dengan alasan apa pun.
Keluarga miskin akan mengisolasimu, keluarga kaya akan mengisolasimu, terlalu pintar dalam belajar akan mengisolasimu, terlalu bodoh dalam belajar tetap akan mengisolasimu.
Terlalu berusaha tidak boleh, terlalu menganggur tidak boleh. Terlalu punya ide tidak boleh, terlalu tidak punya pendirian juga tidak boleh.
Mereka tidak bisa menerima orang yang terlalu berbeda dari diri mereka sendiri, baik perbedaan yang positif maupun negatif. Orang-orang berharap kamu tidak memiliki perbedaan yang mencolok dengan mereka, baru kalian bisa dianggap sebagai 「sejenis」, baru mereka akan ingin 「berteman」 denganmu.
Lalu orang-orang yang ingin bergabung dengan kelompok, satu-satunya cara adalah menjadi biasa-biasa saja.
Sayangnya aku terlambat mengerti logika ini. Di masa kecil, demi bisa bergaul dan memiliki cukup topik pembicaraan dengan teman sekelas, aku pernah khusus menyisihkan waktu untuk menonton anime atau drama idola yang sebenarnya tidak kusukai; Aku juga pernah ikut mengidolakan grup idola yang sedang dikejar-kejar semua gadis di kelas demi bisa diterima.
Tapi apa arti semua ini yang telah kusia-siakan dengan membuang begitu banyak waktu?
Aku merasa penyesalan, kehidupan sendiri 「 」 yang ternyata harus hidup demi menuruti orang lain, persahabatan yang harus ditukar dengan merendahkan diri dan mengorbankan prinsip - itu sebenarnya bukan persahabatan.
Kemudian Kakak Domba memberitahuku bahwa elit di dunia adalah minoritas. Jika menjadi rata-rata hanya untuk bisa diterima, suatu hari nanti akan tenggelam dalam kerumunan, menjadi bagian dari lautan umat manusia, berubah menjadi tipe orang yang paling umum di dunia.
Beberapa tahun kemudian Kakak Domba berkata padaku, sebisa mungkin harus melampaui 「massa」, berdiri di puncak menara.
Batu bata yang dibutuhkan di puncak piramida pasti paling sedikit jumlahnya.
Ini sesuai dengan apa yang kupikirkan. Sejujurnya sejak awal aku memang tidak membutuhkan teman atau rekan setim. Aku memiliki pemahaman yang jelas tentang hidupku sendiri, hanya perlu melakukan apa yang ingin kulakukan.
