Bab 22 Malam Ketiga
“Gu Qingyou tahu bahwa isi transaksi antara dirinya dengan Jiang Jun termasuk memenuhi kebutuhannya kapan saja, namun...”
“Dia tak mengerti, mereka baru saja bertengkar agak tak menyenangkan, tapi seketika ia bisa...”
“Saat Gu Qingyou masih terpana, Jiang Jun telah meletakkannya di sofa kulit hitam dalam kamar. Tubuhnya segera menindih tubuh wanita itu.”
“Mengingat Jiang Jun bukanlah orang baik seperti yang dibayangkannya, Gu Qingyou memalingkan wajahnya ke sisi.”
“Melihat itu, jari-jari panjang nan bersih Jiang Jun menangkup wajah anggunnya yang keras kepala dipalingkan. Dipaksanya bola mata jernihnya menatapnya. Suara bergemeranya menahan gejolak hasrat, parau bertanya, "Kau marah?"”
“"Berani mana aku marah padamu."”
“Gu Qingyou yang dipaksa melihat wajah tampan bak pahatan Jiang Jun, mengucapkan kata-kata tunduk namun dengan raut tak rela.”
“Jiang Jun menatap pupil matanya yang jernih penuh penghindaran, tersenyum santai, "Bagus kalau tak marah. Aku tak suka wanita yang marah-marah padaku."”
“Gu Qingyou merasa jawaban itu terlalu arogan. Dengan berani ia menyanggah, "Apa istri tak pernah marah padamu?"”
“"Ya."”
“Jiang Jun menjawab demikian.”
“Gu Qingyou terkejut.”
“Benarkah?”
“Xia Qingcheng tak pernah marah pada Jiang Jun?”
“Bagaimana mungkin?! Bukankah pertengkaran kecil biasa terjadi antara suami-istri? Atau... Apakah Xia Qingcheng mencintainya hingga tak tega marah?”
Ketika Gu Qingyou merenungkan hal-hal ini, Jiang Jun telah menyelipkan wajahnya ke lehernya yang semakin putih dan halus setelah mandi, menyerap aroma tubuh alaminya yang samar dan wangi sabun mandi. Tiba-tiba ia menggigit cuping telinganya yang jernih seperti kristal, "Bisakah kau fokus sedikit?"
Gu Qingyou tersentak karena rasa sakit itu. Baru sekarang ia menyadari bahwa tubuhnya telanjang bulat sementara tubuh kekar Jiang Jun yang berapi-api menindihnya...
Wajahnya langsung memerah seperti terbakar api.
"Kau... kau belum melepas pakaian..." Gu Qingyou tahu ia tak boleh menolaknya kapanpun selama transaksi berlangsung. Dengan panik dan malu, satu-satunya cara yang terpikir hanyalah menunda, "Aku... aku tidak bisa..."
Tapi baru sedetik kemudian ia sadar, kalimatnya itu bagai mengangkat batu dan menghempaskannya ke kaki sendiri.
"Lepaskan untukku..."
Gu Qingyou sampai merah hingga ke pangkal telinga. Suara terpotong-potongnya baru terdengar setelah setengah hari, "Aku tidak tahu caranya..."
Jiang Jun tepat waktu menangkap tangan putihnya yang ingin kabur, menekannya di tempat semula. Ia menarik diri dari lehernya, mata hitam pekatnya yang dipenuhi nafsu berapi menyala seperti binatang buas.
Saat Gu Qingyou terbangun dari tidur panjangnya, jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Jiang Jun sudah lama pergi.
Baru tiga hari mereka berkenalan, tapi Jiang Jun sudah menidurinya selama tiga malam...
Frekuensi seperti ini, meski Jiang Jun sedang terburu-buru ingin punya anak, bukankah agak... terlalu berlebihan?
Apalagi, perasaan saat ia bersama dia di malam hari, sepertinya tidak hanya sekadar melepaskan hasrat. Ia juga memintanya fokus, meminta kerjasama...
Apakah...apakah selama berhubungan ia sepenuhnya membayangkannya sebagai Xia Qingchen?
