BAB 64: RESPONS AKTIF PERTAMA KALI
Karena tubuh Gu Qingyou yang kaku, Jiang Jun mengerutkan alisnya yang tampan dan berjalan mendekat dari teras.
"Ada apa?"
Sandwich di tangannya terjatuh, wajah Gu Qingyou pucat, ujung jari yang memegang ponsel bergetar halus, tak menjawab.
Jiang Jun berdiri di depan Gu Qingyou, melihat nama yang terpampang di layar ponsel. Ekspresi dingin dan angkuhnya yang biasa tak berubah sama sekali. Ia mengambil ponsel itu dan langsung menekan tombol mematikan.
"Jika di kemudian hari dia menghubungimu lagi, kau tak perlu menanggapinya."
Gu Qingyou mengangkat kepala, memandangnya dengan rasa sakit. "Jadi, kau benar-benar ingin menempatkanku di posisi paling hina di dunia ini?"
Ibunya pernah berkata padanya, ayahnya adalah pria yang sudah berkeluarga. Dulu ketika ayahnya kembali ke keluarganya yang sah, ibunya dibuang begitu saja.
Terhadap nasib ibu, ia tak pernah merasa kasihan. Menurutnya ini adalah bukti bahwa orang yang patut dikasihani pasti punya sisi yang patut dibenci. Ibu yang merusak rumah tangga orang lain, apa haknya mengeluh karena dibuang?
Karenanya ia pernah bersumpah dalam hati, seumur hidup tak akan menjadi seperti ibu.
Tapi sekarang...
Setelah transaksi mereka berakhir, ia gagal menghentikannya. Secara objektif, ia telah menjadi pihak ketiga dalam pernikahan orang.
Apapun kehendak subjektifnya, ini sudah menjadi kenyataan.
"Aku tak menempatkanmu di posisi seperti itu," suara Jiang Jun berat.
Gu Qingyou tak mengerti.
Jiang Jun menundukkan pandangan, tatapannya menjadi lebih dalam. "Aku dan Xia Qingchen tidak memiliki pernikahan seperti yang kalian kira."
Gu Qingyou mengerutkan alisnya sedikit, sejenak mengira dirinya salah dengar. "Semua orang tahu kau dan Xia Qingchen menikah secara resmi di New York."
Jiang Jun mengangkat alisnya, "Kau yakin 'semua orang tahu' itu mewakili fakta sebenarnya?"
Gu Qingyou menggelengkan kepala, mencoba menembus jiwanya melalui sorot matanya. "Aku tidak percaya omonganmu."
Jiang Jun menatapnya, tiba-tiba tersenyum lebar. "Bukan omonganku yang tidak kau percayai, tapi kenyataan ini. Namun hatimu saat ini berguncang hebat karena ucapanku, benar kan?" Tatapannya mengunci mata Gu Qingyou, berhasil menangkap kilauan gemetar di pupilnya. Ia tersenyum puas. "Masih mau menyangkal bahwa kau sudah memasukkanku ke dalam hatimu?"
Gu Qingyou menundukkan kelopak mata, berkata dengan tenang, "Aku tak pernah punya pacar resmi. Kebingungan sesaat bukan berarti suka atau cinta."
"Aku dan Xia Qingchen memang tidak terikat hubungan pernikahan secara hukum." Jiang Jun tiba-tiba bersuara, tatapan lembutnya kembali menjadi gelap. "Meski ini hanya kebingungan sesaatmu, aku tetap berharap fakta ini bisa memberimu sedikit hiburan."
Gu Qingyou mengangkat kepala, akhirnya menunjukkan ekspresi terkejut yang luar biasa. "Kau serius?"
"Ucapanku membuatmu begitu tidak percaya?"
"Dulu kau mengajariku untuk tidak mudah mempercayai orang lain." Gu Qingyou tanpa ekspresi, berbicara perlahan.
Jiang Jun tersenyum tipis. "Tak kusangka kau begitu lihai berargumentasi."
Gu Qingyou bertanya sekali lagi dengan serius, "Benarkah kau dan Xia Qingchen tidak menikah?"
Senyuman Jiang Jun semakin dalam. "Sepertinya ini bukan sekadar perasaan sesaat yang membara."
Gu Qingyou tertegun sejenak.
Jiang Jun menyimpan senyumannya, mengangkat dagunya dengan lembut, menatapnya dengan mata hitam yang seperti kolam dalam.
Gu Qingyou melepaskan genggaman Jiang Jun, berjalan ke tirai putih, menatap pantai mempesona di bawah sinar bulan.
"Jadi, meski Xia Qingchen tidak mau menikahimu, kau lebih memilih menjaga nama suami-istri dengannya?" Bisiknya mengungkap dugaan.
Jika fakta bahwa mereka tidak menikah benar, ini pasti satu-satunya penjelasan.
"Hal masa lalu tak ingin kubicarakan lagi," jawab Jiang Jun datar.
Bagi Gu Qingyou, jawaban ini jelas merupakan pengakuan diam-diam yang membuat hatinya perih.
Jiang Jun memeluknya dari belakang. "Percayalah, aku benar-benar ingin memulai baru. Harapanku, di masa depan kita bisa membangun keluarga yang bahagia." Katanya sungguh-sungguh.
Dia tak yakin pria ini bisa melupakan masa lalu.
"Kurasa antara kalian hanya ada kesalahpahaman. Cinta masih terjalin." Gu Qingyou berbicara jujur. "Baik saat bertemu maupun meneleponnya hari ini, kurasakan Xia Qingchen sangat-sangat peduli padamu. Jangan kau putus asa hanya karena salah paham."
“Aku sudah bertekad mengakhiri masa lalu sepenuhnya.” Suara Jiang Jun rendah serak, menekan tubuh tipis Gu Qingyou ke dalam baju. “Maukah kau memberi waktu lagi untuk kuselesaikan urusan dengan Xia Qingcheng? Jika sampai saat itu aku masih gagal menunjukkan kesungguhan, aku tak akan memaksamu lagi.”
“Aku tidak yakin… Mencintai seseorang sulit dilepaskan, apalagi orang sepertimu yang selalu jelas keinginannya.”
Jawaban Gu Qingyou membuat Jiang Jun tidak puas.
Jiang Jun memutar tubuhnya, memaksanya menghadap tatapannya. “Kau benar-benar tidak yakin pada diri sendiri?” Jiang Jun menyipitkan mata, memandang datar padanya.
Menghindari sorotan mata Jiang Jun yang mengamati, Gu Qingyou bertanya, “Lupakan ini, menurutmu orangtuamu bisa menerimaku? Mereka bahkan tak terima Nona Xia yang aktris.”
Jiang Jun mengangkat alis. “Urusanku bukan wewenang mereka.”
“Tapi aku peduli…” Suara Gu Qingyou lesu, “Sudah kubayangkan, jika mereka tahu aku cuma orang biasa, tumbuh tanpa keluarga utuh, ibuku punya rekam jejak buruk, kuliah di universitas biasa, bahkan dikeluarkan saat kuliah demi cari uang, tak punya ijazah, sampai… sampai berhubungan denganmu demi uang…”
Jiang Jun menempelkan jari telunjuk di Bibir merah Gu Qingyou.
Gu Qingyou berhenti bicara, matanya terasa kering, sedikit memerah.
Sebenarnya dia masih ingin mengatakan padanya, di antara mereka ada perbedaan langit dan bumi, jika ia ingin memulai kembali, sebaiknya mencari orang yang layak untuknya...
Jiang Jun tiba-tiba memeluknya, menunduk dan mencium bibirnya.
Semua pikiran di otaknya seketika hang, menyisakan kekosongan, seluruh inderanya hanya menangkap aroma maskulin khasnya, tenaga dominasinya yang semakin arogan...
Pertama kali, dia merasakan bibir tipisnya begitu keras menekan bibir lembutnya, membuatnya sakit.
Katanya pemilik bibir tipis lebih dingin dalam perasaan, mengapa ia tidak seperti itu?
Ia ahli dalam seni ciuman, belitan lidahnya langsung membuatnya mabuk kepayang, aura familiar nan dominan membanjiri seluruh napasnya. Gigitan kecil tak sabarnya menimbulkan rasa sakit samar, entah mengapa dia tak menolak, tanpa sadar tangannya merangkul lehernya, membalas ciumannya, ujung kaki perlahan terangkat...
Ia lalu mengangkat tubuhnya, sambil terus menciumnya, membawanya menuju ranjang besar yang masih berantakan tak jauh dari mereka.
