Bab 78: Menerima
Gu Qingyou yakin itu kesungguhan untuk "membujuk"nya. Sepanjang malam, hasratnya yang membara saat memeluk tubuhnya beberapa kali nyaris tak tertahankan, tapi dia tak mengambilnya.
Kenyataannya, dia memang tak melakukan apapun.
Mereka hidup damai semalaman. Meski sepanjang malam Gu Qingyou membelakanginya, saat fajar tiba, dia masih menitipkan ciuman di dahinya.
Entah apakah dia tahu kalau dirinya sudah terbangun. Saat Jiang Jun berpakaian rapi hendak meninggalkan kamar, Gu Qingyou membuka mata. Tenggorokannya serak ingin mengatakan sesuatu, tapi akhirnya membiarkannya pergi.
Memang benar ia sangat sibuk. Saat dia berada di kamar mandi, dia mendengarnya sedang menelepon. Hari ini adalah rapat pemegang saham pertama untuk proyek Hotel Bintang N Sea yang dijadwalkan pukul sembilan pagi. Namun sebagai penanggung jawab proyek ini, ia malah membuat semua pihak terkait harus menunggu.
Setelah pria itu pergi, dia terpaku menatap langit-langit kamar. Dalam pikirannya terus terngiang perkataan yang ia ucapkan semalam, tapi tak kunjung menemukan jawaban.
……
Nyonya Jiang Dong memperhatikan kegelisahannya sepanjang pagi, mengira putrinya sedih karena harus berpisah. Dengan lembut ia menghibur, "Pria di usia ini memang gila kerja. Ayahmu dulu juga begitu. Hanya saja Ayah tak punya kecerdasan Jiang Jun. Berjuang seumur hidup tapi tak bisa menyaingi prestasi Jiang Jun yang diraih dalam lima tahun..."
Gu Qingyou menghela napas pelan, lalu menyandarkan kepala di bahu mertuanya. "Ibu, menurut Ibu, jika seseorang sangat mencintai tapi hatinya dibuat mati oleh orang itu, mungkinkah dia bisa jatuh cinta lagi?"
Alis Nyonya Jiang berkerut, "Bukankah Jiang Jun selalu setia padamu?"
Qingyou bergumam lirih, "Ini tentang temanku. Aku cuma ingin tahu pendapat Ibu berdasarkan pengalaman hidup Ibu."
Senyum tipis mengembang di bibir Nyonya Jiang, "Tentu saja bisa. Bagaimana mungkin tidak?"
Dengan serius Qingyou bertanya, "Tapi bukankah cinta sejati itu seumur hidup?"
“Bodoh, menurutmu, jika seseorang kehilangan pasangan, maka ia tidak akan menikah lagi seumur hidup?” Nyonya Jiang Dong menggelengkan kepala. “Orang yang tak bisa melepaskan, pada akhirnya akan dilupakan waktu. Jadi di dunia ini banyak yang kehilangan kekasih, tapi mereka tetap bisa menemukan cinta baru.”
“Tapi bukankah ada juga yang setia seumur hidup?” Gu Qingyou bertanya lagi.
“Tentu ada jenis orang seperti itu... mereka disebut tak bisa move on, jadi ditakdirkan hidup kesepian sampai tua.”
Kesepian hingga akhir hayat?
Gu Qingyou merenungkan ucapan Nyonya Jiang Dong dengan seksama.
Tiba-tiba, bayangan Jiang Jun beruban yang kesepian berdiri di depan jendela kaca terlintas dalam pikirannya. Hatinya menggigil.
Bahkan membayangkan sosok kesepiannya pun tak sanggup ia hadapi.
“Qingcheng, Mama tahu kedatangan Jiang Jun kemarin pasti karena kalian bertengkar. Ia pergi pagi-pagi, Mama juga tak tahu apakah kalian sudah berdamai. Tapi melihatmu murung begini, Mama khawatir kau salah paham padanya...” Suara Nyonya Jiang Dong tiba-tiba penuh kebijaksanaan. “Jiang Jun adalah anak Mama. Mama lebih mengerti dia daripada siapapun. Mungkin penampilannya terlihat sulit didekati, tapi hatinya lembut. Di masa depan, ia akan merawatmu, melindungimu, memberimu kehidupan yang kau idamkan.”
Kata-kata Nyonya Jiang Dong bagai cahaya dalam kegelapan, membimbingnya melangkah ke depan.
Melihat Gu Qingyou tidak bersuara, Nyonya Jiang Dong melanjutkan, "Percayalah pada Mama, percayalah pada suamimu, ia pasti tidak akan mengkhianatimu."
Setelah waktu yang sangat lama, Gu Qingyou mengangguk pada Nyonya Jiang Dong. "Ibu, aku mengerti... tenang saja, mulai sekarang aku dan Jiang Jun tidak akan bertengkar lagi."
Nyonya Jiang Dong mengangguk lega, "Ya."
……
Saat tengah hari, di dalam kamarnya sendiri, Gu Qingyou menelepon Sheng Jingchuan.
Sheng Jingchuan memberinya waktu satu minggu untuk mempertimbangkan. Jika dia memutuskan meninggalkan Jiang Jun, Sheng Jingchuan akan segera mentransfer uang tersebut.
Namun...
Setelah sambungan telepon tersambung, Gu Qingyou menarik napas dalam-dalam lalu dengan tenang berkata pada Sheng Jingchuan, "Kak Sheng, maaf, aku tidak ingin meninggalkannya."
Sheng Jingchuan jelas tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti ini. Di ujung telepon, ia terdiam cukup lama.
"Aku tahu kau menginginkan yang terbaik untukku, tapi aku tidak ingin menyesal di kemudian hari."
Sheng Jingchuan akhirnya bersuara, "Dia berjanji akan bercerai dengan Xia Qingchen?"
Gu Qingyou tidak menjelaskan secara detail fakta bahwa Jiang Jun dan Xia Qingchen sebenarnya tidak pernah menikah. Dia menjawab, "Ya, jika tidak ada hambatan, kami akan segera menikah."
Sheng Jingchuan tiba-tiba menghela napas berat, "Qingyou..."
Senyum merekah di wajah putih nan anggun Gu Qingyou, "Tenang saja, aku akan bahagia."
Sheng Jingchuan kembali terbenam dalam kesunyian, baru berbicara setelah waktu yang lama, "Jika ini keputusanmu, aku tak bisa mengendalikan... Semoga kau bahagia."
"Terima kasih, Kak Sheng... Bisakah kita tetap berteman di masa depan?"
"Mengapa tidak bisa berteman?" Sheng Jingchuan berkata tenang. "Hanya saja aku akan memperlakukanmu sebagai teman, sedangkan aku dan Jiang Jun takkan pernah bisa berteman."
"Itu sudah cukup."
Setelah menutup telepon dengan Sheng Jingchuan, Gu Qingyou lama berdiri di depan jendela kaca kamarnya, memandang taman yang penuh nyawa di bawah meski musim gugur telah tiba.
Dia tidak yakin akhir seperti apa yang akan menantinya, tapi dia pasti: jika menolak lamaran pernikahannya, penyesalan akan mengikutinya di kemudian hari.
Tak ingin terus terombang-ambing, dia memutuskan untuk mengambil risiko dalam hidupnya. Sekalipun petualangan ini mungkin baru berbuah saat uban menghiasi rambutnya, dia yakin hari itu akhirnya akan tiba...
Dering ponsel memecah pikiran melayangnya.
Melihat nomor telepon di layar, dia menolak sambungan. Penelepon tak mencoba lagi.
Dia lalu membuka SMS dan mengirim pesan ke nomor tersebut.
Untuk saat ini dia hanya tak ingin berbicara, tapi hasil keputusan bisa diberitahukan.
Aku percaya kau takkan mengkhianatiku—— Hanya mengirimkan kalimat singkat itu, tanpa embel-embel lainnya.
Balasannya datang, bahkan lebih ringkas: Takkan.
Gu Qingyou menyimpan ponselnya. Tak ada telepon susulan yang masuk.
Sungguh aneh, langit yang awalnya muram, awan hitam perlahan tersibak, masak bisa masih ada beberapa seberkas cahaya senja yang menembus dari awan gelap itu.
Dia menengadahkan wajah menyambut cahaya-cahaya tipis.
Hatinya belum benar-benar rileks, tapi tak pernah ada saat seperti ini, dia merasa cahaya senja begitu indah.
Di luar pintu kamar terdengar suara hormat Rui'er yang memanggilnya untuk turun minum sup, dengan riang dia membalas satu kalimat, kemudian wajahnya yang anggun dan cantik terlihat kemerahan diterangi cahaya senja, dia tersenyum lembut ke arah mentari.
