Bab 96 Tidak bisa? Aku akan mengajarimu
Gu Qingyou dibawa kembali ke ranjang oleh Jiang Jun.
Mata Gu Qingyou terpejam, tapi dia tidak tertidur. Saat Jiang Jun membaringkannya di ranjang, perlahan dia membuka bola matanya, memandang pria yang saat ini merawatnya seperti harta karun.
Jiang Jun tetap dalam posisi membungkuk, kedua tangan menopang di sisi tubuhnya, menunduk untuk menempelkan ciuman lembut di dahinya. "Sayang, tidurlah. Aku mau mandi dulu," bisiknya lembut.
Gu Qingyou menggelengkan kepala.
"Kalau begitu aku akan menemanimu di sini sampai kau tertidur, baru aku mandi."
Gu Qingyou tetap menggeleng, matanya menatapnya sambil mengangkat lengan untuk merangkul lehernya.
Jiang Jun kembali mengangkat tubuhnya, mencium penuh kasih di mulut kecilnya. Ia bersandar di kepala ranjang, merangkul erat wanita itu dalam dekapannya.
Gu Qingyou menempel erat di dada Jiang Jun, membiarkan dirinya tenggelam dalam kerinduan yang tak terbendung.
"Bisakah kau memberitahuku, mengapa dia bisa berakar begitu dalam di relung hatimu?"
Mendengar pertanyaan Gu Qingyou, Jiang Jun menatapnya dalam-dalam sebelum menunduk.
“Gu Qingyou seolah bisa merasakan pandangan dalam yang Jiang Jun arahkan ke tubuhnya. Suaranya yang sudah kembali tenang terdengar serius, 'Bahkan jika kau membenci seseorang hingga merasuk ke sumsum tulang, bukankah itu justru membuktikan bahwa kau mencintainya sama dalamnya?'”
“Dia bisa memilih untuk menyerah karena tekadnya terlalu kuat, begitu kuat hingga mampu mengendalikan kesadarannya agar tak dikuasai perasaan. Tapi hatinya, dia tak bisa kendalikan. Orang itu, meski dibencinya, hingga kini masih menempati seluruh relung hatinya.”
“Jiang Jun menatapnya lama sekali, bibir tipis yang dingin itu tetap terkunci rapat membentuk garis lurus.”
“Waktu berlarian dalam keheningan. Saat Gu Qingyou mengira Jiang Jun tak akan menjawab, terdengar suaranya yang selalu bernuansa dingin namun tenang:”
“‘Qingyou, tak perlu lagi memikirkannya. Orang ini... dia tak mungkin kembali ke duniaku selamanya.’”
“Dia tidak menyangkal ucapannya tadi, malah memberinya komitmen. Ini membuktikan, dia mengakui masih mencintai orang itu.”
“Di ketukan waktu ini, sakit hati yang mencekik terasa di hatinya.”
“Meski ini jawaban yang sudah dia antisipasi, tetap saja tak tertahankan.”
“Benar, orang yang dicintainya ternyata mencintai orang lain. Bagaimana mungkin hatinya tak remuk?”
Namun dia tak bisa mengeluhkannya. Sejak awal, dia sudah tahu bahwa ia memiliki seseorang yang dicintai. Ia juga pernah menjelaskan padanya bahwa ia tak bisa menentukan kapan bisa melepaskannya, tapi ia ingin memulai yang baru bersamanya. Jika dia bersedia menunggu... Dan akhirnya, dirinyalah yang setelah merenung dalam-dalam, menyetujuinya.
Karena itu, dia tak berhak menyalahkannya karena masih begitu mencintai orang itu.
"Tapi Jiang Jun..." Gu Qingyou perlahan membuka matanya, bulu mata panjangnya lembap oleh kelembaban samar, bergetar tak terkendali. "Kau memang menjadikanku pengganti dirinya, bukan?"
Jiang Jun memegang tengkuknya, mengangkat wajah mungilnya yang anggun.
Gu Qingyou tahu betapa menyedihkan penampilannya di hadapannya saat ini, karena matanya dipenuhi kesepian.
"Qingyou..." Jiang Jun memanggilnya lagi dengan dalam. Sejak dia menerimanya, ia sering memanggil seperti ini. "Jika kau ingin dengar, akan kukatakan... Pertama kali melihatmu, aku sudah melihat bayangannya dalam dirimu."
Tak ada yang tahu bahwa Gu Qingyou saat ini menahan napas, menekan kepahitan yang meluap di dada, seolah emosinya tak berguncang sedikitpun, mendengarkan dengan tenang kelanjutan ucapannya.
"Dia sepertimu, matanya jernih bagai air laut. Saat menatap seseorang, kau takkan sadar tertarik masuk ke dalam bola mata yang terang benderang ini." Jiang Jun berbicara perlahan.
“Hanya kemiripan mata?” Gu Qingyou bersuara tenang, ketenangan yang bahkan Jiang Jun pun belum tentu bisa melihat kepedihan di relung hatinya.
“Karakter.”
“Karakter?”
“Dia sangat kokoh, persis seperti dirimu. Yang membedakan, kau memikul utang ibu, sedangkan dia menanggung nama terkenal sebagai anak haram. Kalian berdua tak pernah mengeluh pada takdir meski dihantam kesulitan sebesar apapun. Kemiripan terbesarnya adalah senyum kalian - kehangatan selalu terpancar dari tubuh kalian.”
Rupanya mereka memiliki begitu banyak kesamaan...
Pantas saja pria sedingin ini justru memperlakukannya dengan kelembutan sejak pertemuan pertama mereka.
Pantas pula ia mudah memberinya satu juta untuk menyelesaikan kesulitan yang dihadapi ibunya saat itu. Jelas sekarang mengapa tatapannya selalu menusuk saat berbicara. Pasti ia memandangi matanya - sepasang bola mata yang membuatnya bisa menyulapnya menjadi bayangan sang kekasih.
Ia ingat perkataan Yaru dulu: "Dia memanjakkanmu." Ternyata ini bukan semata karena kedewasaan dirinya.
Gu Qingyou tersenyum, "Terima kasih atas kejujuranmu."
Jiang Jun jelas melihat kegelapan di kedalaman matanya. "Tak perlu tangisi... Qingyou. Sejak keinginan pertama untuk menjadikanmu milikku, bayangannya sudah tak lagi menghantui relung hatiku."
“Tapi tepat beberapa hari sebelum kau terbang ke sini, kau meneleponku sendiri. Kau bilang 'kau merindukanku'... Saat itu, kau masih menganggapku sebagai dia.” Dia sangat ingin mendengar setiap kata yang diucapkannya, tapi tak ingin mendengar kebohongan, sekalipun itu niat baik.
Jiang Jun berkata dengan suara serak rendah, "Hal-hal dalam alam bawah sadar tak bisa kukendalikan. Tapi saat itu dalam kesadaranku yang jernih, kau hanyalah kau. Jika kusamakan kau dengan dia, takkan ada keinginan untuk menahanmu di sini."
Kesepian di dasar mata Gu Qingyou terhenti tiba-tiba.
Dia teringat, selain beberapa malam pertama mereka bersama saat dia tak menyebut namanya, setelahnya setiap kali bersama, dia sering bergumam "Qingyou" di telinganya...
Jika dia hanya menganggapnya sebagai orang itu, saat kesadaran mereka berdua dikuasai nafsu tubuh, seharusnya alam bawah sadarnya pun akan tetap memanggil nama orang itu. Tapi saat itu dalam alam bawah sadarnya, dia jelas-jelas memanggil namanya, artinya dia tahu dia bukan orang itu.
Meskipun neraca kemenangan dalam hatinya yang awalnya condong ke satu sisi kini mulai seimbang, dia tetap punya alasan untuk membantahnya. "Dengan menahanku di sini, kau bisa melanjutkan hubungan masa lalu dengan dia. Semua kasih sayang dan perhatian yang ingin kau berikan padanya, bisa kau terapkan padaku... Selama aku tak pergi, mimpi indah ini bisa kau lanjutkan terus."
Gu Qingyou menggunakan alasan ini untuk menjelaskan mengapa dia ingin menahannya di sisinya.
Jiang Jun menjawab dengan suara lembut namun penuh makna, "Mungkin pada awalnya sentuhan terhadapmu memang merupakan proyeksi dirinya, tapi Qingyou, kau mengabaikan satu hal—kau bukan dia. Perlahan-lahan kau menunjukkan perbedaanmu dengannya, juga menunjukkan pesonamu yang menarik hatiku... Seperti keberanianmu. Selama beberapa tahun ini, tak ada yang berani menghinaku sepertimu. Meski tahu akan bermusuhan denganku, kau tetap tak mundur. Ini mencerminkan kebaikan dan kejujuran hatimu. Sedangkan dia orang yang rasional, dalam situasi saat itu, pasti takkan bertindak seperti ini." Tatapan matanya yang gelap dan misterius menatapnya intens. "Jadi, karakteristik indah dalam dirimu telah menerobos status yang kutetapkan padamu sebagai penggantinya. Perlahan kau membuatku tak bisa lagi menganggapmu sebagai dirinya, juga membuatku merasa bahwa dengan menahanmu di sisiku, masa depanku akan penuh keunikan dan nyawa. Dan kau pasti bisa membawaku ke dunia yang sama sekali baru."
Kata-kata yang diucapkan Jiang Jun dengan serius dan suara parau akhirnya membuat Gu Qingyou tak menemukan lagi bantahan.
Jadi, yang benar-benar ingin dipertahankannya adalah dirinya?
Benarkah?
Hati yang terpuruk di dasar jurang seketika hidup kembali, memulihkan nyawa yang sempat hilang.
Jiang Jun perlahan mengusap rambut lembutnya, melanjutkan dengan suara parau, "Aku tahu pada akhirnya pasti akan jatuh cinta padamu, tapi duri racun yang tertanam di relung hati ini harus kucabut terlebih dahulu..."
“Baik.” Gu Qingyou dengan mata jernih yang seakan dibasahi air menatapnya tanpa berkedip. “Aku akan sabar menungguimu mencabut racun di relung hatimu ini, tak peduli berapa lama.”
Jiang Jun kembali menekannya ke dadanya, lalu menunduk mencium rambut panjangnya dengan lembut.
Gu Qingyou menutup matanya, kedua tangan yang sebelumnya tak tahu harus ditempatkan kini erat memeluknya. “Bahkan jika dia muncul lagi di hadapanmu, aku tak akan menyerahkanmu padanya.”
“Kemungkinan itu tak akan ada, karena mulai sekarang dan seterusnya, aku hanya milikmu.”
“Ya.”
Mendengar jawabannya, Jiang Jun kembali mencium rambut panjangnya, kali ini lebih lama.
……
Malam itu Gu Qingyou tidur nyenyak hingga saat terbangun ia mendapati seluruh tubuhnya kembali menggelantung di tubuhnya.
Sebenarnya Gu Qingyou jengkel dengan posisi tidurnya sendiri, namun saat tertidur, bahkan dirinya pun tak bisa mengontrol.
Dengan malu ia perlahan menggeser kakinya, melihat lelaki di sampingnya tak terbangun, ia menghela napas. Tapi saat bangkit hendak turun ranjang, lengan panjang tiba-tiba meraih pinggulnya. Sebelum sempat bereaksi, tubuhnya sudah tertindih di bawahnya.
Napas Gu Qingyou seketika terhenti beberapa detik. Matanya yang baru saja sadar menatap takut ke dalam sorot matanya yang malas namun menggoda.
“Kau...”
Pagi-pagi begini, ini mau melakukan apa?
“Meski sudah menduga, tapi momen seperti ini di pagi buta yang langsung ‘begitu’ hampir jarang terjadi, karena biasanya di malam hari dia sudah ‘memberi makan’ku sampai kenyang.”
Menatapnya, suaranya yang jarang terdengar malas terdengar parau. “Pagi ini aku tidak ke perusahaan.”
Gu Qingyou menelan air liur di lehernya. “Bukannya… setiap pagi kamu ada rapat rutin?” ujarnya lemah.
Hal yang paling dia takuti adalah tatapan matanya seperti ini, karena itu berarti tubuhnya akan ‘diperas’ lagi. Tapi pagi ini dia masih ingin mengunjungi Bibi Shu di rumah sakit...
“Aku bos, rapat atau tidak itu urusanku.”
Gu Qingyou, “...”
Jiang Jun membalikkan badan, membuatnya kini berada di atas tubuh pria itu.
Di siang bolong, pose seperti ini membuat seluruh tubuhnya memerah seperti udang rebus. “Hei...” jarinya mencubit lembut lengan yang mencengkeram pinggangnya.
“Hari ini kamu yang di atas.” Katanya padanya.
“Aku tidak bisa...”
“Aku bisa mengajarimu...”
“……”
“Sungguh, aku tidak bisa...”
“Hm.” Jiang Jun tetap pada pendiriannya. “Aku yang akan mengajarimu.”
Gu Qingyou ingin menangis tapi tak keluar air mata.
Maka, sarapan indah itu mereka habiskan berdua di dalam kamar.
