Bab 120 Mengetahui Identitas Ayah
Membuat keputusan untuk pergi, satu-satunya yang membuat Gu Qingyou merasa bersalah adalah Pasangan Direktur Jiang.
Saat ini mendengar pesan Nyonya Jiang Dong, hatinya semakin tersiksa.
“Qingyou, perjalanan ke Kota N ini anggap saja jalan-jalan dengan Jiang Jun, jangan banyak khayalan, Mama sudah mengingatkan Jiang Jun untuk lebih sering menemanimu…… Kalian harus baik-baik, Ayah dan Ibu akan menunggu di rumah.”
Gu Qingyou mengangguk, lalu memeluk Nyonya Jiang Dong.
Saat berpelukan, rasa bersalahnya pada Nyonya Jiang Dong mencapai puncaknya.
Tapi apa lagi yang bisa dilakukannya?
Setiap kali teringat perasaan Jiang Jun pada Su Mo, hatinya seperti tertusuk-tusuk……
Dia hanya istri yang dianggap cocok oleh Jiang Jun, bukan kekasih sejatinya. Jika terus begini, hatinya tak akan pernah tenang……
Dia tak ingin merusak kebahagiaan orang lain, hanya ingin memiliki cinta tulus yang menjadi miliknya sendiri.
Jika Jiang Jun tidak menghadapi perasaannya pada Su Mo, dia tak akan pernah tahu apakah sudah melepas Su Mo……
Jika dia menghadapi perasaan pada Su Mo namun tetap tak bisa rujuk dengannya, Gu Qingyou akan menunggu di tempat itu. Asalkan Jiang Jun datang mencarinya……
Setelah berpelukan cukup lama, Gu Qingyou akhirnya melepaskan pelukannya dari Nyonya Jiang Dong.
Dengan wajah penuh kasih sayang, Nyonya Jiang Dong mengantarkan Gu Qingyou hingga ke pintu.
Gu Qingyou melambaikan tangan terakhir kali kepada pasangan Direktur Jiang sebelum naik ke mobil.
Di dalam mobil, Jiang Jun sedang membaca dokumen. Saat Gu Qingyou duduk di sampingnya, ia secara natural melingkarkan tangannya di pinggangnya.
Gu Qingyou menatap lama sosoknya yang serius bekerja.
Tiba-tiba, Jiang Jun menutup dokumen dan menoleh menatap matanya. "Mengapa kau menatapku seperti itu?" tanyanya dengan lembut.
Karena kau membuatku tak tega melepaskanmu.
Sayangnya kau tak mencintaiku.
Gu Qingyou tersenyum tipis, "Aku terpesona melihatmu saat bekerja serius."
Jiang Jun terkekeh. "Mulut kecilmu semakin pandai bersilat lidah."
……
Penerbangan dari Kota C ke Kota N hanya memakan waktu empat jam lebih. Sekitar pukul lima sore, mereka telah tiba dengan lancar di Kota N.
Jiang Jun harus menangani urusan mendesak di proyek. Setelah mengantarnya ke hotel, ia langsung menuju lokasi laut.
Proyek hotel tujuh bintang ini berada di tengah hamparan luas N Hai. Pembangunan telah dimulai. Di dalam hotel, Gu Qingyou membuka TV dengan bosan. Hampir semua saluran memberitakan proyek ini. Setelah memutar saluran acak dan mendengar berita, barulah ia tahu urusan mendesak yang ditangani Jiang Jun ternyata cukup rumit.
Prakiraan cuaca Kota N mengatakan dalam dua hari ke depan akan ada topan kuat yang masuk. Penanggung jawab proyek membutuhkan keputusan Jiang Jun apakah akan menghentikan operasi sementara selama beberapa hari. Namun jika dihentikan, beberapa peralatan yang sudah terpasang harus berhenti beroperasi. Peralatan ini jika dihentikan wajib dievakuasi, kalau tidak akan langsung berkarat dalam air laut. Tapi pemasangan ulangnya membutuhkan waktu beberapa hari lagi.
Jadi, masalah ini sangat rumit.
Jika terus bekerja saat topan masuk, personel akan menghadapi bahaya besar. Tapi penghentian operasi akan menunda jadwal proyek setidaknya dua minggu.
Jiang Jun perlu membuat pertimbangan yang tepat.
Gu Qingyou percaya Jiang Jun akhirnya akan menyelesaikan masalah ini. Dia bangkit dari sofa, bersiap mandi untuk menghilangkan lelah perjalanan sebelum tidur nyenyak. Pagi tadi di kamar mandi Hotel Hantian, dia kembali membuatnya kelelahan.
Gu Qingyou mengeluarkan piyama dari koper. Saat hendak ke kamar mandi, bunyi SMS terdengar dari ponsel di dalam tasnya.
Mengira itu SMS dari Nyonya Jiang Dong atau sahabat An Yaruo, Gu Qingyou segera mengambil ponselnya.
Ternyata SMS itu dikirim oleh Xia Qingchen.
"Ada wartawan yang familiar memotret Jiang Jun dan kau di Kota C. Aku ingin bertemu... Tahu kau pasti membenciku karena urusan anak, tapi kau akan datang demi ayahmu... Ya, kata yang sangat asing bagimu ini. Jika ingin tahu siapa dia, temui aku di kafe terbuka hotelmu sekarang."
Ayah?
Dua kata ini terasa begitu asing bagi Gu Qingyou, namun karena disebutkan oleh Xia Qingchen, tiba-tiba seperti menghantam keras relung hatinya.
Sejak kecil, Ibu tak pernah menyebut-nyebut orang ini, dan ia hampir lupa bahwa di dunia ini masih ada seseorang yang memiliki hubungan sedarah dengannya...
Apakah dia benar-benar ada?
……
Gu Qingyou akhirnya pergi ke kafe terbuka hotel untuk menemui Xia Qingchen.
Godaan kata "ayah" terlalu besar, meski takkan ada pengakuan, ia tetap ingin tahu siapa orang ini.
Dari kejauhan, matanya langsung menangkap sosok Xia Qingchen.
Meski mengenakan kacamata hitam, penampilan modis Xia Qingchen selalu mencolok di kerumunan.
Gu Qingyou berjalan ke bawah payung terik, lalu duduk berseberangan dengan Xia Qingchen.
Xia Qingchen mengamati Gu Qingyou dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Sweter rajut polos lengan lima, celana jeans gelap, sepatu putih bersahaja.
Penampilan Gu Qingyou sekarang jauh berbeda saat menyamar sebagai Xia Qingchen - tanpa merek mewah, tapi justru terlihat lebih muda dan cantik seperti mahasiswa baru lulus.
"Saat kau tak lagi meniruku, ternyata memang ada perbedaan antara kita." Sifat tak mau mengalah membuat Xia Qingchen takkan pernah mengakui kekalahan, maka dengan nada mencibir ia berkata.
Gu Qingyou bersandar di sandaran kursi, tidak terburu-buru, perlahan membuka mulut, "Bagaimana Nona Xia bisa mengetahui tentang ayahku?"
"Karena aku yang mengajakmu keluar, tentu akan kuhilangkan keraguanmu. Tapi mungkin kau perlu mempersiapkan dirimu secara psikologis terlebih dahulu." Xia Qingchen tersenyum kompleks.
Bibir tipis Gu Qingyou terkunci rapat, diam-diam mendengarkan Xia Qingchen melanjutkan.
……
Sebelum menemui Xia Qingchen, dia penasaran bagaimana Xia Qingchen mengetahui status ayahnya, dan mengapa Xia Qingchen mengangkat topik tentang ayah?
Sekarang keraguan itu telah terjawab.
Gu Qingyou masih terpaku duduk di sofa, bahkan ketika suara gagang pintu yang diputar terdengar di kamar, pikirannya masih melayang.
Jiang Jun masuk dari luar. Melihat Gu Qingyou duduk memeluk lutut di sofa dengan ekspresi termenung, ia melepas mantel jasnya lalu mendekatinya.
Gu Qingyou masih belum sadar dari lamunannya, hingga Jiang Jun merangkul bahunya dari belakang dengan lembut, barulah kesadarannya kembali ke realita.
"Kau pulang..."
Jiang Jun sudah mendapat laporan dari bodyguard bahwa Gu Qingyou sebelumnya menemui Xia Qingchen. Dipangkunya Gu Qingyou di atas pahanya. Entah sejak kapan, ia mulai terbiasa berkomunikasi dengannya seperti ini.
"Apa yang Xia Qingchen katakan padamu?" Jiang Jun bertanya pelan.
Gu Qingyou tahu urusannya menemui Xia Qingchen tidak bisa disembunyikan dari Jiang Jun. Dia menatap pandangan penuh kasihan pria itu, berkata jujur, "Dia ingin aku meyakinkanmu untuk mengampuni ayahnya."
Jiang Jun yang sangat cerdas itu membuka bibirnya perlahan, "Menurutmu?"
Gu Qingyou mengulurkan tangan, menjerat leher Jiang Jun, meninjau ulang wajah tampannya dengan seksama.
Di hadapannya, jarang sekali ia menunjukkan raut dingin. Selalu kelembutan yang ia berikan padanya.
"Dulu aku menuduhmu memaafkan dan memelihara kejahatan, tak bisa bedakan hitam-putih. Kini aku tarik kembali ucapan itu." Suara Gu Qingyou penuh kelembutan.
Jiang Jun berkata tenang, "Saat itu jika kuhukum Xia Qingchen, rencanaku akan terpengaruh. Tapi hutang ini sudah kucatat dalam relung hati."
Hidung Gu Qingyou sedikit bergetar. "Awalnya kukira kau tak peduli..."
"Mana mungkin aku tak peduli?" Jiang Jun mencium dahi Gu Qingyou penuh kasih. "Dia juga anakku."
"Tapi nyawa ganti nyawa, ini..."
"Kau takut?" Jiang Jun menyipitkan mata, kegelapan dalam pandangannya semakin dalam.
Gu Qingyou tak menjawab.
Jiang Jun tersenyum tipis, "Sisi gelapku yang kusembunyikan darimu jauh di luar bayanganmu. Inilah alasanku... Sekarang, prediksiku terbukti benar." Melepaskan pelukannya, ia menidurkan wanita itu kembali di sofa. Melepas dasi di leher, ia beranjak pergi.
Namun tak disangka, Gu Qingyou yang sudah bangkit dari sofa tiba-tiba memeluknya dari belakang.
Jiang Jun seketika melepaskan dasinya yang terikat, tangannya membeku sejenak saat meraih tangan wanita itu yang melingkari pinggangnya.
Wajah Gu Qingyou menempel erat di punggung lebar Jiang Jun, suaranya parau, "Aku sama sekali tidak takut, dari awal sampai akhir, aku tak pernah merasa takut padamu..."
Jiang Jun menggenggam kedua lengan rampingnya, lalu berbalik badan.
Gu Qingyou mengangkat kepala, tatapannya penuh kejujuran mengarah padanya.
Jiang Jun membiarkan tangan Gu Qingyou memeluk tubuhnya, bertanya lembut, "Benar tidak takut?"
Gu Qingyou mengangguk, "Aku tahu kau bukan orang kejam dalam arti sebenarnya, kau juga tidak akan menyakiti orang tak bersalah. Seperti saat kau menjebak Kak Sheng dulu, tapi sekarang kau memberinya kesempatan berkembang lebih baik."
Jiang Jun mengangkat tangan, jari telunjuk dan tengahnya mengelus lembut pipinya yang halus, penuh kasihan. "Jika seseorang ingin bertahan di masyarakat, hanya bermodal kebaikan hati itu belum cukup."
"Aku tahu."
"Nyawa kecil tak bersalah itu mereka tega bunuh, pantas mereka menerima balasan setimpal."
"Tapi..." Gu Qingyou menggigit bibirnya pelan. "Xia Dongcheng adalah ayahku..."
Jiang Jun terlihat tidak terkejut dengan fakta ini. Dia menghentikan gerak tangannya, menatap dalam-dalam ke pupil matanya yang jernih. "Jika kau tidak mau aku menyakitinya, aku akan mendengarmu."
“Kau tahu?” Gu Qingyou tertegun sejenak. Tunggu, dia tadi menyebutkan Xia Qingchen berharap bisa meyakinkannya untuk membebaskan Xia Dongcheng. Ia sama sekali tidak menunjukkan keraguan, bahkan menanyakan pendapatnya. Jadi...
“Dulu saat aku meminta tiga anggota keluarga Xia membuat pilihan, Xia Dongcheng memilih mengorbankan diri untuk melindungi dua orang lainnya di rumah. Tapi saat hendak menembak dirinya sendiri, dia memohon padaku, demi gengsi sebagai ayahmu, agar diberikan jalan hidup...”
“Mengapa kau tidak memberitahuku?”
“Ingat sebelum membawamu ke Amerika melihat cahaya kutub, kita menemui ibumu?”
Gu Qingyou mengangguk.
Jiang Jun berkata tenang, “Selain memberi salam ‘Ibu mertua’ saat itu, di ruang kunjungan aku juga membahas ayahmu dengannya. Dia mengkonfirmasi perkataan Xia Dongcheng.”
Leher Gu Qingyou terasa kaku, suaranya serak parau. “Sebenarnya aku selalu heran, dia yang sangat mencintai uang itu, tapi dari awal sampai akhir tak pernah mencari ayahku...”
