Bab 126 Ia Pergi ke New York
An Yaruo terkejut menutup mulutnya. "Bagaimana bisa..."
Gu Qingyou terdiam selama beberapa detik, akhirnya kilatan keteguhan menggantikan kegelapan di matanya. "Sebelumnya sudah kukatakan padamu, aku akan berpisah dari Jiang Jun."
"Tapi kemudian kalian menetapkan tanggal pernikahan, kukira urusan Su Mo sudah kalian selesaikan."
"Aku memang pernah mencoba untuk terus melanjutkan hubungan ini dengan samar, tapi kemudian kusadari, aku tak sanggup melakukannya." Gu Qingyou berkata jujur, suaranya mulai parau.
An Yaruo memandangi wajah pucat Gu Qingyou yang diam dalam hening.
Gu Qingyou menundukkan bulu matanya, melanjutkan dengan suara lambat, "Dua SMS dari teman Su Mo membuatku langsung hancur, meski sudah berusaha keras membohongi diri, akhirnya kusadari aku takkan pernah bisa menerima kenyataan bahwa di relung hati Jiang Jun masih ada orang lain... Apalagi, dia dan Su Mo hanya mengalami kesalahpahaman. Saat Jiang Jun akhirnya mengalahkan iblis dalam hatinya, dia pasti akan kembali mencari Su Mo."
Meski dia berjanji takkan pernah rujuk dengan Su Mo, logika takkan pernah mampu melawan desakan hati, bahkan untuk sosok sekuat dewa seperti dirinya.
"Tapi Su Mo... mungkin takkan berumur panjang."
Gu Qingyou menarik napas pelan, mengangkat tatapannya lagi. Kesepian di dasar mata sesaat sebelumnya telah pulih menjadi keteguhan. "Rumah sakit di Amerika teknologinya sangat maju, Su Mo pasti akan sembuh."
An Yaruo menghela napas lembut, "Lalu bagaimana dengan pernikahan kalian?"
Gu Qingyou tersenyum tenang, "Kupikir Keluarga Jiang akan memberikan penjelasan yang masuk akal ke publik..."
An Yaruo teringat pertanyaan lain, "...Bibi Shu masih tinggal di sini untuk pengobatan?"
Gu Qingyou mengangguk. "Ia seharusnya tidak keberatan."
Mereka berpisah secara damai, jadi sebenarnya mereka sekarang bisa dianggap sebagai teman, meski mungkin teman yang tak akan bertemu lagi.
……
Ye Shuo kembali untuk melapor.
Di kantor direktur utama yang luas, sosok tinggi Jiang Jun yang diam bagai patung tegak di depan jendela kaca.
Punggungnya tegap, kedua kaki lurus memanjang, tangan terselip di saku celana hitam. Bayangan punggungnya yang gagah terlihat dingin dan angkuh.
Setelah mengetuk pintu kamar dengan lembut, Ye Shuo mendekat dan berdiri tak jauh di belakang Jiang Jun. Ia membungkuk hormat, "Direktur Jiang, cek sudah saya serahkan kepada Nyonya."
"Ya." Jawaban Jiang Jun nyaris tak terdengar, datar bagai angin sepoi.
"Tapi Nyonya menerimanya dengan terpaksa. Dari pengamatan saya, Nyonya tak akan mencairkan uang ini di bank. Selain itu..." Ye Shuo berhenti sejenak, menahan napas, "...Nyonya memaksakan untuk menyerahkan cincin pemberian Anda melalui saya, agar dikembalikan."
Kening Jiang Jun berkerut. Tiba-tiba, ia berbalik badan.
Ye Shuo gemetar ketakutan tidak berani menatap Jiang Jun, mengulurkan cincin itu padanya.
Beberapa saat lamanya, Jiang Jun baru mengambil cincin itu dari tangan Ye Shuo. Matanya yang dalam memandangi cincin itu, bola matanya seolah menyala api redup yang membara.
Ye Shuo saat ini mana berani berlama-lama di kantor. Menyadari suasana hati Jiang Jun yang sedang buruk hari ini, ia menundukkan kepala dan buru-buru meninggalkan ruangan.
Percikan api itu akhirnya redup perlahan di dasar mata Jiang Jun, kembali ke ketenangan tak terukur yang biasa.
Jiang Jun teringat kembali suasana hatinya saat membeli cincin ini.
Kala itu hanya merasa dia perlu sebuah cincin nikah. Saat menghadiri acara bisnis, kebetulan bertemu pedagang perhiasan dari Kota N, lalu memintanya mengirimkan beberapa cincin berlian.
Di antara beberapa cincin itu, matanya langsung tertambat pada cincin berlian merah muda dengan permukaan bulat ini.
Ini adalah cincin dengan desain sangat sederhana namun elegan dan indah. Mungkin karena kulitnya yang putih dan jari-jarinya yang ramping panjang, menurutnya dia tak perlu memakai cincin berdesain rumit. Jadi saat itu langsung merasa cincin ini sangat cocok untuknya.
Benar, selera matanya tidak meleset. Cincin itu terlihat sangat menawan di tangannya.
Saat itu belum benar-benar timbul keinginan untuk menahannya di sisi, namun sudah tak berniat untuk mengambil kembali cincin ini di kemudian hari.
Tak disangka, dia akhirnya tetap mengembalikan cincin itu padanya.
……
Pasangan Direktur Jiang telah mengetahui bahwa Jiang Jun dan Gu Qingyou kembali ke Kota C. Mereka mengira Jiang Jun dan Gu Qingyou selalu bersama, namun tak disangka pada pukul 10 malam yang tiba di Jiang Zhai hanyalah Jiang Jun seorang diri.
"Jun'er, mana Qingyou?"
Nyonya Jiang Dong segera mengejar bertanya karena telah merasakan keanehan. Jika malam ini Gu Qingyou menemani Bibi Shu yang baru selesai operasi di rumah sakit, setidaknya barang bawaannya akan dikembalikan dulu. Tapi saat ini pelayan hanya membawa beberapa dokumen yang dibawa Jiang Jun.
Direktur Jiang juga mengerutkan kening, namun tak seperti emosi meluap-luap istrinya, ia menyimpan kekhawatiran yang meresap ke relung hati.
"Untuk urusan pernikahan, Ibu bisa mencari penjelasan logis untuk umumkan pembatalan." Jiang Jun tetap membuka suara dengan nada menghargai seperti biasa pada ibunya, namun setelah berkata langsung melangkah pergi.
"Apa... dibatalkan?" Nyonya Jiang terdiam di tempat selama satu detik, lalu buru-buru mengejar Jiang Jun dan menghadangnya. "Jun'er, kau sedang bercanda apa dengan Mama?"
Jiang Jun menatap Nyonya Jiang dengan wajah tenang dan tatapan mantap.
Nyonya Jiang memandangnya, alisnya berkerut perlahan, bola matanya membulat lebar penuh ketidakpercayaan.
Barulah Jiang Jun bersuara, "Aku sudah melakukan semua upaya untuk membujuknya, tapi tekad hatinya sudah bulat. Aku tak ingin memaksanya."
“Kau bilang Qingyou ingin meninggalkanmu?” Nyonya Jiang Dong bergegas mendekati Jiang Jun, kedua lengannya menggenggam erat lengan anaknya. "Jun'er, bagaimana mungkin Qingyou mau pergi? Dia sudah menandatangani perjanjian pernikahan, dia sudah menjadi istrimu."
Jiang Jun menjawab datar, "Meski sudah menikah, keinginannya untuk pergi tak berubah. Lagipula, aku tak pernah benar-benar mengaktifkan perjanjian itu. Memaksanya tanda tangan dulu hanyalah siasat sementara untuk menahannya."
Leher Nyonya Jiang Dong tersekat, "Jadi... Qingyou sudah pergi sekarang?"
Jiang Jun memandang ibunya dengan tenang, "Dia masih di Kota C. Hanya tak akan kembali ke Jiang Zhai."
Tubuh Nyonya Jiang Dong terguncang hebat.
Direktur Jiang segera menyangga istrinya, menatap tajam wajah tanpa ekspresi putranya. "Kau biarkan dia pergi begitu saja?"
Jiang Jun menundukkan mata, "Melon yang dipaksa dipetik takkan manis."
Pada ketukan waktu ini, Nyonya Jiang Dong mulai merintih, lalu bergegas menuju pintu gerbang vila.
Direktur Jiang yang semula hendak berbicara, melihat gerakan istrinya segera berpindah di depan wanita itu, menahan tubuhnya. "Apa maksudmu ini?"
Mata Nyonya Jiang Dong berkaca-kaca, suaranya parau tersekat, "Aku akan mencari Qingyou... Dia takkan pergi. Dia peduli pada Jun'er, juga tak tega membuatku sedih..."
Direktur Jiang menghela nafas pelan. "Jika Jun'er dan Qingyou sudah berdiskusi, kau mencarinya hanya akan memaksa anak ini."
Nyonya Jiang Dong terisak, "Lalu bagaimana ini? Aku tak tega membiarkan anak ini pergi..."
Jiang Jun membelakangi orang tuanya, wajahnya tampak suram dalam bayangan. "Aku sudah berjanji tak akan memaksanya, jadi, kalian semua jangan mencarinya."
Nyonya Jiang Dong secara refleks berbalik, memandang bayangan punggung anaknya yang tegak dingin. "Jun'er, apa kau benar-benar berencana rujuk dengan Su Mo?"
"Tak ada rencana seperti itu."
Setelah menjawab empat kata itu kepada sang ibu, Jiang Jun sudah berbalik dingin dan melangkah dengan kaki panjangnya menuju lantai dua.
……
Dulu saat pulang di jam seperti ini, dia selalu bisa menemukannya sedang membaca di sofa, mandi di kamar mandi, atau sudah tidur - pokoknya sejak membuka pintu kamar langsung tahu posisinya. Tapi malam ini, yang menyambutnya hanyalah kamar gelap dan dingin menusuk.
Kamar masih sama luasnya, namun karena ketiadaan dirinya, terasa sangat dingin dan sunyi.
Ruangan yang sudah ditinggalkan mereka berhari-hari ini tak lagi menyisakan aura atau aromanya, seolah mengikuti kesadarannya yang tak meninggalkan secercah kerinduan.
Bertahun-tahun hidup sendiri tak pernah terasa sepi, tapi malam ini bagai seluruh dunia menyisakannya sendirian dalam kesepian dan kepasrahan.
Melepas mantel jas, melepas dasi, biasanya di saat seperti ini ia akan melepas kancing kemeja sambil mendekatinya, lalu memeluknya, bergumul sebentar, akhirnya pergi mandi. Namun saat ini, ia hanya melepas satu kancing kemeja, membiarkan dirinya yang tegang seharian sedikit rileks, lalu membenamkan seluruh tubuhnya di sofa, bahkan malas mandi.
Dering ponsel yang tiba-tiba memecah kesunyian ruangan.
Jiang Jun mengambil ponsel dari saku jas yang tergeletak di sofa, mengangkat telepon dengan ekspresi datar dan menjaga jarak.
Dari balik ponsel terdengar suara Que Yan.
"Jun, sebelum memberi obat ke Su Mo, Qi Yuanheng sudah mencari sumber jantung yang cocok untuknya agar tidak terjadi masalah. Sekarang sumber jantung yang cocok sudah ditemukan... Dokter bersiap melakukan operasi Tukar jantung besok."
Dua karakter "Su Mo" mengaduk cinta dan kebencian yang terpendam dalam relung hati, membuat rasa kesepian Jiang Jun sesaat sebelumnya langsung memudar. Dengan suara dingin ia berkata, "Kukira sudah kukatakan, tak ingin lagi mendengar informasi apapun tentang Su Mo."
"Tapi operasi Tukar jantung sangat rumit, profesor bilang tingkat keberhasilannya hanya lima puluh persen. Aku harus memberitahumu, besok mungkin hari terakhir Su Mo di dunia ini."
Jiang Jun langsung memutuskan panggilan.
……
Keesokan paginya Jiang Jun turun tangga tepat waktu seperti biasa.
Ye Shuo berdiri di aula Jiang Zhai, melihat penampilan Jiang Jun yang tetap rapi dengan setelan jas formal dan aura dingin yang terpancar dari seluruh tubuhnya, tak berbeda dari biasanya. Ia pun menghela napas lega.
Menurut jadwal semula, pagi ini Jiang Jun seharusnya terbang kembali ke Kota N untuk melanjutkan penanganan proyek hotel tujuh bintang.
Namun, Jiang Jun tiba-tiba memberi perintah pada Ye Shuo, "Suruh pilot mengisi penuh bahan bakar. Kita terbang ke New York."
Ye Shuo yang menerima perintah itu sempat terdiam, butuh dua detik penuh sebelum buru-buru menjawab, "Siap."
……
Gu Qingyou bangun pada jam biasa seperti hari-hari sebelumnya. Tapi saat membuka mata dan menengok ke samping, sosok profil tampan yang biasa terlihat tak ada di sana.
Sisi ranjang itu terasa dingin, bahkan tak ada sedikitpun aroma khasnya yang tersisa di kamar.
Perlahan-lahan kesadarannya pulih sepenuhnya.
Saat hendak bangkit untuk ke dapur memasak bubur bagi Bibi Shu, tiba-tiba ponselnya berdering.
Ia mengambil ponsel dari meja samping tempat tidur, namun terkejut melihat tulisan "Mama" di layar.
Benar, telepon itu dari Nyonya Jiang Dong.
Hidungnya terasa pedih. Setelah lama berusaha menenangkan diri, akhirnya ia menekan tombol penerimaan. "Halo..."
"Qingyou, Mama ingin bertemu. Boleh Mama datang sekarang?"
