Bab 159 Menjadi milikmu, menurutmu baik tidak?
Shan Yan tersenyum tipis, "Kebetulan, aku sengaja datang ke Kota H untukmu... Tahu tidak, sejak diadopsi orang tua angkat di New York saat berusia tiga tahun, sudah hampir tiga puluh tahun aku belum kembali ke Tiongkok."
"Tapi tidak tahu ada urusan apa Tuan Shan mencari saya?" Gu Qingyou mengerutkan alis.
Shan Yan menatapnya dalam-dalam, "Kamu tidak tahu?"
"Tentu saja aku tidak tahu."
"Tidak, kamu tahu."
Shan Yan mencoba memegang bahu Gu Qingyou, tapi Gu Qingyou mundur selangkah. Shan Yan menarik bibirnya dalam senyum, menarik kembali tangan, melanjutkan, "Kamu mencuri barangku, aku datang menagihnya."
Gu Qingyou mengernyitkan alis indahnya bingung, "Tidak tahu apa yang hilang dari Tuan Shan? Jika terkait data perusahaan Mingren, kurasa sudah kuserahkan sepenuhnya ke rekan kerja..."
Shan Yan tiba-tiba berkata, "Kau mencuri hatiku."
Mata jernih Gu Qingyou menjadi gelap, membeku di tempat.
Tatapan sembrono Shan Yan tiba-tiba terlihat serius, "Setelah mencuri hatiku, kau berencana menghilang dari duniaku. Aku tak mengizinkan."
Gu Qingyou menarik napas dalam, "Tuan Shan, kurasa ada kesalahpahaman. Hubungan kita hanyalah sahabat biasa. Jika dihitung-hitung, paling hanya mantan rekan kerja, bahkan bukan sahabat biasa."
“Qingyou, kau benar-benar tidak punya perasaan!” Shan Yan berpura-pura mengusap dadanya yang terluka, sejenak kemudian senyuman nakal kembali muncul di wajahnya yang tampan, “Tapi justru itu yang kusuka, bagaimana ini?”
“Kau memang gila.”
Gu Qingyou melontarkan kata-kata itu lalu langsung melangkah pergi.
Shan Yan tidak menghentikannya. Dengan senyum memikat, ia berbicara perlahan ke arah bayangan ramping Gu Qingyou, “Aku datang untuk memberitahumu, apapun hubunganmu dengan Jiang Jun, aku akan mengalahkannya dan menjadikanmu wanitaku. Untuk sekarang, kau hanya perlu mempersiapkan diri secara psikologis.”
Gu Qingyou menggelengkan kepala, “Gila.”
Shan Yan tidak melanjutkan pembicaraan. Ia masuk ke mobil sport Ferrari-nya.
Saat Ferrari itu melewati Gu Qingyou, Shan Yan menurunkan jendela dan melambaiikan ciuman. “Wanita kecil, tunggulah aku...”
Gu Qingyou mengabaikannya.
Shan Yan tetap tersenyum tipis sebelum mobilnya melesat meninggalkan Gu Qingyou.
……
Pulang dari jalan-jalan, Gu Qingyou terkejut menemukan Jiang Jun sudah ada di rumah.
Ia telah melepas mantel jas, hanya mengenakan kemeja putih yang menempel sempurna di tubuhnya. Posisinya bersandar di sofa dengan dokumen di samping tangan.
Gu Qingyou memandanginya selama beberapa detik.
Harus diakuinya, aura pria ini sungguh luar biasa. Sekadar duduk santai di sofa pun terpancar kesan anggun dan elegan bak bangsawan sejati.
“Puaskah dengan yang kau lihat sejauh ini?”
Suara Jiang Jun tiba-tiba terdengar.
"Gu Qingyou?" Gu Qingyou merasa malu, meletakkan berbagai tas belanja di tangannya, meliriknya sekilas, "Kenapa kamu pulang lebih awal hari ini?"
Jiang Jun menepuk tempat di sampingnya sebagai isyarat agar dia duduk. "Proyek sudah menang di babak pertama tender, waktu ke depannya akan lebih longgar."
Gu Qingyou segera duduk di sebelah Jiang Jun, dengan sigap menyandarkan lengannya, mengikuti tatapannya ke dokumen. "Banyak sekali angka, ini sedang melihat apa?"
"Bukankah kamu pernah bekerja di perusahaan properti kecil?" Sambil berkata demikian, Jiang Jun membalik halaman dokumen yang masih penuh angka.
Gu Qingyou mencubit lengan Jiang Jun perlahan, "Kamu sedang mengejekku? Dulu aku hanya mengurusi promosi dan penjualan, mana mungkin aku berhak melihat dokumen rahasia ini?"
Jiang Jun bersandar lebih dalam ke sofa, baru kemudian menoleh memandangnya.
Di bawah cahaya lampu, wajah mungilnya yang anggun memancarkan kemurnian, mata berbinar-binar bagai bintang di langit.
Seharusnya dia melanjutkan membaca dokumen ini, tapi kini tak kuasa meletakkannya, merangkul bahu rentannya dengan lembut, "Bakatmu belum sepenuhnya tersalurkan."
Gu Qingyou memandangnya dengan bingung.
"Masih kuingat tiga tahun lalu saat kau memberi saran tentang strategi penjualan properti untuk perusahaan kecil, kemudian kuterapkan... Tahun itu penjualan properti perusahaan naik tiga puluh persen." Jiang Jun berbicara dengan tempo yang melambat.
“Benar-benar?” Gu Qingyou berseri-seri. “Kau yakin karena mendengar saran aku sehingga penjualan properti tahun itu naik tiga puluh persen?”
“Lihat kau puas diri.” Jiang Jun mencengkeram dagunya lembut, tak kuasa menahan diri menunduk mematuk bibirnya.
Gu Qingyou bersemu merah, menundukkan bulu mata lebatnya, “Tentu saja aku puas, aku kan membantumu cari untung...”
Jiang Jun membopong Gu Qingyou, menunduk menyentuh dahinya, memandangi bulu matanya yang bergetar halus karena bangga, suara seraknya parau, “Lalu apa harapanmu untuk balas budiku?”
“Ini...”
“Menyerahkan tubuhku sebagai ganti, menurutmu baik tidak?”
Jiang Jun mulai mendorong Gu Qingyou ke Sofa, untungnya dia cepat mengangkat tangan menahan dada Jiang Jun yang mendesak, pipinya memerah, bergumam pelan, “Hei... kau masih ada dokumen harus dibaca.”
“Bisa kubaca malam nanti...”
Gu Qingyou tetap mendorong wajahnya yang mendekat, dengan tegas berkata, “Tak perlu balas budi, berikan saja uang tiga puluh persen lebih yang kau dapat tahun itu padaku.”
Jiang Jun memandangi Gu Qingyou yang seperti burung ketakutan, tak kuasa tersenyum. Beberapa hari ini memang dia sudah membuatnya kelelahan.
Sudahlah, bebaskan dia.
Jiang Jun berpura-pura merenung, “Sejak kapan kau berubah jadi pencinta harta kecil?”
“Aku selalu mencintai kekayaan, hanya orang bijak mencintai harta dengan cara benar. Aku tak mau menerima sedekah, jadi uang yang kudapat lewat kemampuanku sendiri, harus kau berikan.” Gu Qingyou melingkarkan tangan di leher Jiang Jun, melontarkan kata-keta riang.
Ekspresi merajuknya membuat dia tergila-gila.
Jiang Jun mengangkat dagunya perlahan, suara beratnya serak berkata, “Si mata duit, uangku semua milikmu, sudah cukup?”
Tatapan menggoda ini bahkan membuat Gu Qingyou saat ini juga tergoda, suaranya pelan berangsur, “Ini kan kau yang bilang…”
Saat bibir Jiang Jun hampir menyentuh Gu Qingyou, ponsel tak semestinya berdering di saat yang tak tepat.
Gu Qingyou seakan tersadar dari pengaruh Gu, kesal pada ketegaran dirinya yang tak memadai, kali ini langsung mendorong seluruh tubuhnya. “Aku sudah beli banyak bahan makanan sore tadi, aku akan masak…” Gu Qingyou buru-buru meninggalkan sofa seolah dikejar.
Jiang Jun memandang posisi kosong di bawahnya, membayangkan wajah memerahnya yang kesal tadi, tak kuasa menarik sudut bibirnya.
Telepon dari Ye Shuo membuat raut Jiang Jun kembali datar seperti biasa.
“Direktur Jiang, para bodyguard itu bilang mereka sempat mencoba menghalangi Tuan Shan mendekati Nyonya, tapi belum sampai di dekat Nyonya sudah dihadang bodyguard bawahan Tuan Shan… jadi Tuan Shan bisa mendekati Nyonya.” Suara Ye Shuo di ujung telepon gemetar saat melapor.
Wajah dingin Jiang Jun berkerut. “Kalau orang-orang ini tak berguna, untuk apa dipertahankan di sisi Nyonya?”
Nada ringan yang membuat Ye Shuo merinding, “Ya, hamba paham harus berbuat apa.”
“Kejadian seperti ini jangan sampai terulang.”
“Ya.”
Jiang Jun kemudian menyimpan ponselnya.
……
Selama beberapa hari di Kota H, di sela waktu luang yang membosankan, Gu Qingyou fokus mempelajari resep masakan. Ia berharap bisa memulihkan kesehatan perut Jiang Jun di masa depan.
Hari itu, saat ia sedang mempelajari resep di sofa, telepon kamar hotel tiba-tiba berdering.
Karena terlalu asyik membaca resep, Gu Qingyou tak berpikir siapa yang menelepon. Ia langsung mengangkat telepon. Di luar dugaan, suara muram terdengar dari ponsel: "Gu Qingyou, Mama Qu Liyuan sekarang di tanganku. Jika kau tak mau Mama mati, temuilah aku di pabrik tua yang ditinggalkan XX Kota C tiga jam kemudian!"
Wajah Gu Qingyou langsung pucat pasi. "Siapa kau?"
"Siapa aku?" Lawan bicara tiba-tiba tertawa getir. "Apakah Qu Liyuan tak memberitahumu? Dia benar-benar pengecut, bertahun-tahun menyembunyikan statusnya darimu..."
Gu Qingyou menatap tajam. "Kau Xia Dongcheng?"
"Tepat, anakku tersayang... Meski Mama-mu juga menyebalkan, tentu kau tak tega mengabaikan ikatan ibu-anak?"
"Apa maumu?"
"Datanglah dan kau akan tahu... Oh ya, sebaiknya jangan beri tahu Jiang Jun. Jika ada Jiang Jun yang ikut, kujamin Mama tak akan melihat mentari terbenam hari ini!"
Tanpa menunggu jawaban Gu Qingyou, Xia Dongcheng menutup telepon dengan suara *klik*.
……
Meski diancam nyawa oleh Xia Dongcheng, Gu Qingyou tetap menelepon Jiang Jun.
“Tindakan Xia Dongcheng menangkap ibunya jelas-jelas bertujuan memancingku untuk menyelamatkan sang ibu, sedangkan tujuan akhir Xia Dongcheng mungkin ingin memanfaatkanku sebagai ancaman terhadap Jiang Jun.”
“Lagipula, Xia Dongcheng kini telah kehilangan segalanya... Semua ini akibat ulah Jiang Jun...”
Di telepon, Jiang Jun menenangkannya bahwa tak perlu khawatir, dan akan kembali ke hotel dalam setengah jam.
“Andai saat ini dia dalam keadaan terpuruk atau dikejar akibat utang judi, aku pasti takkan peduli lagi. Tapi jika nyawanya hari ini terancam karena aku... Aku harus menyelamatkannya.”
Di dalam kamar, Gu Qingyou berkata demikian pada Jiang Jun.
Jiang Jun memeluknya untuk menghibur, lalu menelepon seseorang. “Selidiki jejak Xia Qingchen dan ibunya saat ini. Bawa mereka ke pabrik tua yang ditinggalkan di XX.”
Setelah Jiang Jun mengakhiri panggilan, Gu Qingyou bertanya serius, “Apa kau berniat menukar ibu ku dengan Xia Qingchen dan Nyonya Xia?”
Tatapan gelap Jiang Jun berkilat tajam. “Dengan kelicikan Xia Dongcheng, dia pasti tahu aku akan menukar dengan Xia Qingchen dan istrinya. Makanya dia pasti sudah diam-diam memindahkan istri dan anaknya. Kalau tidak, dia takkan berani mengancammu... Tapi jejak mereka harus tetap kucari. Pertama, mungkin berguna untuk menyelamatkan ibumu. Kedua, aku ingin tahu apakah mereka terlibat.”
Dari tatapan dingin Jiang Jun, Gu Qingyou sudah paham - suaminya ini sedang merancang pembalasan dendam yang telak nanti.
“Jika Xia Qingchen dan ibunya juga terlibat dalam urusan ini, mungkin Jiang Jun tak akan membiarkan mereka tenang setelahnya.”
“Jadi, Xia Dongcheng tahu kau akan menemaniku pergi?”
Jiang Jun menyipitkan mata hitamnya yang sipit memanjang, cahaya dingin di dalamnya seperti bilah pedang tajam. “Tujuannya adalah aku, bagaimana mungkin dia tak mau aku menemanimu? Justru dia khawatir kau tak akan memberitahukan hal ini padaku, karena itu dia mengingatkanmu dengan cara seperti ini.”
