Bab 200 Kenapa Kau Datang?
Rupanya layang-layang Mumu tersangkut di pohon. Para pelayan yang membantu mencari malah menyaksikan...
Para pelayan yang tersadar langsung tersipu. Salah seorang buru-buru mengangkat Mumu.
Si kecil berkedip-kedip dengan mata indahnya, bertanya polos, "Mama, kenapa wajahmu merah sekali?"
Desahan tawa terdengar dari arah pelayan.
Gu Qingyou berharap ada terowongan bawah tanah untuknya bersembunyi.
Wajah Jiang Jun berkerut. Jawaban yang hampir keluar dari bibir Gu Qingyou kini buyar oleh ulah anaknya sendiri.
“Tuan Muda, aku sudah melihat layangannya, mari kita pungut...” Pelayan yang licik selalu paham menimbang situasi. Pelayan yang membopong Mumu seketika berbalik mempersiapkan diri meninggalkan jalan setapak ini.
Perhatian Mumu langsung tertarik, bahkan Ayah Ibu pun sementara terlupakan. "Hore, kita bisa terus main layangan lagi!" teriak si kecil gembira.
Hampir seketika, jalan setapak di taman ini kembali hanya menyisakan dia dan Jiang Jun.
Kali ini Gu Qingyou tidak berniat melarikan diri, membiarkan Jiang Jun mencengkeram dagunya.
Di balik sorot matanya yang penuh sikap bermain-main, suara parau itu berbisik, "Topik tadi, kita lanjutkan, ya?"
Wajah Gu Qingyou seketika memerah delima, mengeluarkan gumaman nyaris tak terdengar, "Masih perlu diucapkan? Aku ingat kalimat itu juga pertama kali kuucapkan padamu."
Jiang Jun perlahan menunduk, melilitkan tangan di pinggangnya, menyamakan tatapan mata.
Bibirnya hampir menyentuh miliknya, membawa hembusan napas membaranya, dengan nuansa ancaman terselubung, berbisik serak, "Sepertinya kau benar-benar ingin kita bahas ini di ranjang?"
Seketika seluruh wajah Gu Qingyou terbakar api rasa malu.
Persis di saat itu, ponsel Jiang Jun di saku jas bergetar.
Gu Qingyou mendengarnya, memanfaatkan kesempatan mencubit lengan pria itu. "Ponselmu berdering..."
Jiang Jun jelas-jelas tak peduli, melepaskan bibirnya untuk mulai menciumi dagu wanita itu.
Gu Qingyou sebenarnya memang sensitif terhadap rasa geli, area dagu adalah bagian yang paling sensitif. Ditiupi hembusan napas membaranya, perasaan malu dan tak tertahankan membuat suara merdunya menjadi parau, "Masih...masih ada hari esok, kau jawab telepon dulu..."
Masih ada hari esok?
Gerakan Jiang Jun terhenti sejenak, kemudian menarik diri dari dagu Gu Qingyou. Kerutan dahinya yang tegas berbinar senyum, menatapnya dengan tatapan penuh makna, serak berkata, "Benar, masih ada hari esok."
Gu Qingyou memerah wajah sambil melotot ke arah Jiang Jun. Dia hanya bermaksud mengatakan kata 'cinta' itu perlu waktu...
Jiang Jun tetap merangkul Gu Qingyou, dengan nafsu yang tak terpuaskan mengamuki bibir merah cerinya yang lembut, baru kemudian mengeluarkan ponsel dari saku jas.
Di layar ponsel tertulis nama penelepon: Que Yan.
Jiang Jun seketika telah memahami situasi.
Que Yan tahu dia sedang di rumah. Kecuali ada urusan penting, Que Yan tidak akan meneleponnya di saat seperti ini.
Napas Gu Qingyou masih belum stabil. Melihat ekspresi Jiang Jun yang muram, dia bertanya lembut, "Ada apa? Siapa yang menelepon?"
Ekspresi dingin Jiang Jun telah berubah menjadi lembut dalam sekejap, berkata dengan suara halus, "Que Yan. Kami janji bicara urusan!" Sambil berbicara, jarinya langsung menekan tombol tolak panggilan, lalu menyimpan kembali ponsel ke saku jas.
"Kalau begitu pergilah ke perusahaan!" ujar Gu Qingyou dengan serius.
Jiang Jun kembali memeluk pinggang Gu Qingyou, menunduk menatapnya dengan intens, suara parau berbisik, "Kau benar-benar ingin aku pergi?"
Gu Qingyou tidak bisa menahan tatapan membara Jiang Jun, wajahnya terasa seperti terbakar. "Kau hanya pergi ke perusahaan, nanti juga akan kembali, apa kau mau aku mengantar kepergianmu dengan tatapan menggoda?"
Jiang Jun tertawa mendengar ucapan Gu Qingyou, melingkari tubuhnya dan menciumnya dalam-dalam. Lama sekali baru melepaskannya. "Tahukah kau betapa aku merindukan saat-saat kau berdebat denganku seperti sekarang ini?"
Gu Qingyou, "..."
Tapi, dia mengakui bahwa debat antara sepasang kekasih adalah wujud kemesraan.
Jiang Jun tiba-tiba menunduk mendekati telinganya yang sensitif, hawa panasnya menyapu lembut, berbisik dengan suara parau dan hangat, "Aku akan segera kembali... Harapanku kau menungguku di kamar."
Sekali lagi, Gu Qingyou, "..."
Orang yang tak tahu pasti mengira ia sudah kelaparan berapa lama... Meski semalaman dia tak mau bekerja sama, bukankah dia juga sudah bergulat sepanjang malam?
Menyaksikan bayangan tubuh jenjang Jiang Jun pergi, Gu Qingyou tak tahan menepuk-nepuk wajahnya sendiri.
Mengingat semua perkataan Jiang Jun tadi, keraguannya bahwa semua ini hanya mimpi masih tersisa, tapi sakit di pipi yang ditepuknya membuktikan semuanya nyata.
……
Jiang Jun tiba di Kelompok Jiang. Que Yan sudah menunggu di kantor direktur utama.
Ternyata setelah Jiang Jun meninggalkan kantor, Que Yan hendak berangkat ke Korea untuk melanjutkan pencarian An Yaruo. Tak disangka baru sampai bandara, dia menerima informasi dari bawahan lalu bergegas kembali ke Kelompok Jiang.
“Shan Yan tiba-tiba menunda waktu pembukaan proyek, menurutmu apakah ini karena ia mulai merasa sesuatu?”
“Meski Shan Yan bekerja untuk Gu Xinmei, ini bukan karena ia tak punya kemampuan, melainkan karena rasa terima kasihnya padanya.” Ekspresi Jiang Jun di sofa tetap datar, sama sekali tak terkejut mendengar informasi ini. Tatapannya terus tertuju ke jendela kaca dimana langit telah gelap, sorot mata yang menyipit tampak tak terukur dalamnya.
Que Yan yang duduk di seberang tak bisa sesetenang Jiang Jun, bertanya dengan khawatir, “Jika Shan Yan benar-benar mencium sesuatu, lalu rencanamu membuat Gu Xinmei terpelanting bersama Shan Yan di proyek Kota H ini mungkin...”
Jiang Jun akhirnya mengangkat pandangan, melirik Que Yan. “Alasan Shan Yan mencium bau konspirasi hanyalah karena Kelompok Jiang tidak bersaing habis-habisan dengannya untuk proyek ini.”
Que Yan mengangguk. “Jadi inilah masalah peliknya... Jika kau bersaing sampai akhir dan menang, rencanamu justru gagal. Tapi jika tidak bersaing habis, Shan Yan akan curiga ada skema tersembunyi. Ini benar-benar sulit.”
Jiang Jun hanya tersenyum tanpa komentar jelas, mengalihkan tatapan kembali ke jendela kaca. “Memecahkan teka-teki ini sederhana. Asalkan muncul jarak antara Shan Yan dan Gu Xinmei, sehingga Gu Xinmei kehilangan kepercayaan padanya, maka bahkan jika Shan Yan menolak membuka proyek, Gu Xinmei akan mengambil alih.”
Benar, target sebenarnya Jiang Jun adalah Gu Xinmei. Asalkan Gu Xinmei menyambar umpan, itu sudah cukup.
Que Yan mengerti maksud Jiang Jun. "Tapi membuat jarak di antara mereka terlihat tidak mudah... Lagipula Gu Xinmei selalu berharap Shan Yan menjadi menantu laki-lakinya, ini membuktikan kepercayaan besar Gu Xinmei pada Shan Yan.
Jiang Jun berkata datar, "Cui Hao memiliki sebuah video. Rekamannya saat pesta makan malam malam itu ketika Shan Yan mencariku untuk meminta anak Su Mo. Dengan memperlihatkan video ini pada Gu Xinmei, aku yakin krisis kepercayaan pasti akan terjadi antara Gu Xinmei dan Shan Yan."
Di masa lalu Shan Yan pasti telah berkomitmen pada Gu Xinmei untuk merawat Qingyou di masa depan, sehingga Gu Xinmei mendukungnya sepenuhnya membantu Shan Yan mengkonsolidasikan posisinya di keluarga Mu. Tapi jika Shan Yan tak pernah berniat menikahi Qingyou dan masih setia pada Su Mo, Gu Xinmei tentu akan mencurigai bahwa proyek di Kota H terhenti karena Shan Yan tak lagi punya niat melawan Jiang Jun setelah kematian Su Mo.
Ekspresi Que Yan langsung berubah terkejut. "Malam itu Shan Yan menemuimu, kau menyuruh orang merekam video?"
Jiang Jun bangkit dari sofa, menjawab dingin, "Kalau tidak, kau kira aku punya waktu luang untuk berlama-lama dengan Shan Yan malam itu?"
Que Yan menatap bayangan tubuh Jiang Jun yang menjauh, perasaan dingin menusuk di relung hatinya.
Pria ini benar-benar mengerikan!
Untunglah ia sahabat pria ini, bukan musuh. Jika tidak, mungkin ia tak akan pernah tahu bagaimana akhirnya nanti.
……
"Hasil yang selalu kudambarkan, ketika benar-benar kuperoleh, justru memberiku perasaan tak nyata. Karenanya, sepanjang perjalanan ke rumah sakit, Gu Qingyou masih sesekali mencubit pahanya sendiri untuk memastikan ia berada dalam kenyataan."
Kondisi Sheng Jingchuan sudah jauh membaik dibanding kemarin. Meski tangan dan kakinya masih dibalut gips, konsentrasinya sudah pulih lebih dari separuh.
Gu Qingyou terduduk di tepi ranjang, berkata dengan sendu, "Karakter Jiang Jun memang sulit... Kak Sheng, kau tak perlu lagi mengkhawatirkanku."
Sheng Jingchuan menatap sosok Gu Qingyou yang menundukkan wajah di tepi tempat tidur, suaranya tenang namun berisi, "Dibanding kemarin, hari ini kulihat ada perubahan besar padamu."
Gu Qingyou menggigit bibir bawahnya sebelum akhirnya bersuara, "Aku sudah bereskan beberapa urusan dengannya."
"Termasuk perasaannya terhadap Su Mo?" tanya Sheng Jingchuan dengan penuh kehati-hatian.
Secara tiba-tiba Gu Qingyou mengangkat pandangannya, menatap Sheng Jingchuan dengan keyakinan penuh. "Benar. Ia menjelaskan semuanya dengan gamblang."
"Jadi meski ia masih mencintai Su Mo, kau tak keberatan?" Sheng Jingchuan kembali bertanya.
"Saat ini ia sudah tak mencintai Su Mo lagi," jawab Gu Qingyou tegas.
Alis Sheng Jingchuan berkerut, "Katakan padaku, bagaimana ia membohongimu kali ini?"
Gu Qingyou tak sanggup mengungkap fakta bahwa Su Mo masih hidup. Ia hanya menatap Sheng Jingchuan dengan tekad baja, "Dalam hal perasaan, ia tak pernah sekalipun menipuku."
"Qingyou..."
Gu Qingyou memotong kekhawatiran yang hendak diutarakan Sheng Jingchuan, "Kak Sheng, nanti kau akan mengerti."
Sheng Jingchuan menghela napas panjang.
Gu Qingyou menatap wajah penuh kekhawatiran Sheng Jingchuan, melanjutkan, "Kau harus tahu, aku tak pernah buta karena cinta."
Sheng Jingchuan memalingkan pandangannya. "Jika ini keputusan terakhirmu, sebagai orang luar, tak ada hakku ikut campur."
"Jangan bicara begitu, Kak Sheng..." Suara Gu Qingyou serak. "Aku selalu menganggapmu kakak kandung sendiri. Kuhormati dirimu dan mau mendengar semua nasihatmu, tapi kali ini aku yakin betul akan perasaan Jiang Jun padaku."
Setelah lama terdiam, Sheng Jingchuan kembali menatap Gu Qingyou. "Kak Sheng hanya berharap kau menemukan seseorang yang sepenuh hati padamu."
"Aku tahu." Senyum tipis mengembang di bibir Gu Qingyou. "Tiga tahun lalu mungkin belum, tapi sekarang sudah."
Sheng Jingchuan tak sepenuhnya paham maksud Gu Qingyou, namun ketulusan di mata gadis itu membuatnya sadar: Nasihat apapun yang diberikannya sekarang pasti tak didengar.
Tiba-tiba Sheng Jingchuan teringat sesuatu. "Ngomong-ngomong, kemarin ada wanita berusia lima puluhan menghubungiku, katanya..."
"Qingyou."
Suara lembut bernada merdu itu memutus ucapan Sheng Jingchuan.
Gu Qingyou yang sedang serius mendengar, terkejut saat mendengar panggilan akrab dari belakang. Ia menoleh dan melihat siluet tinggi Jiang Jun. "Kau... kenapa datang ke sini?"
