Bab 249 Bukan Hasil Terburuk
“Mengapa kita harus berdebat soal tak bermakna ini?” Kali ini Jiang Jun yang memotongnya, wajah dingin membeku. “Aku benar-benar tak mengerti apa yang kau pikirkan, Qingyou. Tidakkah kau sadar kesabaran dan maksud tulusku selama kita kenal? Kau hanya peduli perasaan, tapi kita punya anak. Pernahkah kau memikirkan anak kita? Memikirkan aku?”
Gu Qingyou mendengarkan dalam kesunyian, tak bisa menjawab sejenak.
“Banyak pasangan lama-kelamaan cinta berubah jadi ikatan keluarga. Mengapa kau memaksakan diri?” Tatapan Jiang Jun dalam. “Tak bisakah kita terus seperti ini?”
Gu Qingyou menatap Jiang Jun, menunggu sampai ia selesai bicara. Tapi setelah selesai, ia tetap tak bersuara.
“Kau dengar ucapanku? Qingyou, saat ini kaulah orang terpenting dalam hidupku. Apakah itu masih kurang?” Suara berat Jiang Jun menanyainya.
“Aku dengar.” Gu Qingyou menjawab, namun menatapnya tanpa ekspresi, berkata, “Lalu pernahkah kau berpikir, jika suatu hari kau teringat kenangan yang tertoreh dalam tulang dan hati antara dirimu dan Su Mo, akankah aku masih menjadi orang terpenting dalam hidupmu?”
Mendengar perkataan Gu Qingyou, Jiang Jun menjawab, “Tidak akan ada banyak hari seperti itu, kecuali seseorang menghipnosisku untuk membangunkan ingatan. Tapi tak ada yang bisa melakukannya padaku, tentu aku sendiri juga tak akan menghipnosis diri untuk mengingat itu semua... Jadi, kau akan selalu menjadi orang terpenting dalam hidupku, ibu dari anakku, pasangan yang rela kulindungi dan kusayangi dengan segala yang kupunyai.”
“Tapi bagaimana jika suatu hari kau benar-benar teringat kenangan masa lalu yang tertoreh dalam tulang dan hati antara dirimu dan Su Mo?” Gumam Gu Qingyou melanjutkan, “Dan saat itu dia menangis memohon rujuk, bisakah kau tetap tak bereaksi?”
Dia tahu saat Su Mo mencari Jiang Jun untuk rujuk dulu, Su Mo sama sekali tidak menyebut "dua karakter" rujuk. Su Mo hanya menjelaskan urusan anak kepada Jiang Jun.
Tentu Su Mo tidak perlu menyampaikannya secara gamblang pada Jiang Jun, karena Jiang Jun paham ini adalah sinyal rujuk yang diberikan Su Mo padanya.
Meski saat itu Jiang Jun berpura-pura tak tahu dan tidak memberi jawaban pada Su Mo, namun jika saat itu Su Mo mengucapkan langsung "dua karakter" rujuk, mungkin meski hanya meneteskan satu air mata di hadapan Jiang Jun, hatinya sudah melembut... Lagipula, dulu dia begitu mencintainya!
Jadi, jika saat itu Su Mo bisa tidak mempertahankan keangkuhan dirinya, mungkin urusan antara dia dan Jiang Jun sudah menjadi kenyataan...
Jiang Jun menegakkan wajah. "Di relung hatimu, apakah aku sama sekali tak punya kata 'tanggung jawab'?"
Gu Qingyou menjelaskan, "Ini bukan soal tanggung jawab... Jika kau ingat kembali perasaanmu pada Su Mo, dan memilih bersamanya, kau tetap bisa bertanggung jawab padaku dan anak. Cukup beri kami kehidupan layak seperti sekarang..."
Jiang Jun tetap terdiam, menatapnya.
"Tapi jika hari itu benar-benar tiba, kurasa aku akan hancur, seperti langit runtuh..." Gu Qingyou mengangkat pandangan. "Tidakkah kau tega melihatku menyaksikan dirimu rujuk dengan Su Mo?"
Wajah Jiang Jun semakin suram, tetap membisu.
Gu Qingyou melanjutkan, "Hipnosis mungkin bisa membohongi diri seumur hidup, tapi ini bagai bom waktu. Suatu saat kau mungkin tiba-tiba ingat. Jadi bagaimana mungkin aku tenang melanjutkan hubungan? Dan jika tetap bersamamu, bukankah aku juga membohongi diri?"
"Lalu apa yang kau inginkan?" tanya Jiang Jun.
"Aku tak tahu... Sudah kupikir semalaman, tetap bingung... Pertama kali merasa begitu tak berdaya, panik... Aku butuh waktu mempertimbangkan. Seperti katamu, harus memikirkan anak. Juga pernikahan kita didoakan orang tuamu dan teman-temanku. Tak ingin mereka sedih lagi..." Suara Gu Qingyou redup, lesu.
"Jika kau ingin bubarkan pernikahan ini, jangan pertimbangkan." Nada Jiang Jun dingin.
Gu Qingyou secara refleks mengangkat kepala.
Ia harus mengakui, dalam pikirannya pernah terlintas pikiran seperti ini sesaat; namun terlalu banyak pertimbangan yang membuatnya sementara menghapus pikiran tersebut.
"Pernikahan bisa dipaksakan, tapi apakah kita masih bisa berinteraksi seperti dulu?" Hidung Gu Qingyou terasa pedih, ia tertawa perlahan.
Jiang Jun menjawab dengan tegas, "Menurutku tak ada masalah."
"Tapi aku tak sependapat." Gu Qingyou terus tersenyum getir, "Menurutku meski demi keluarga dan sahabat, pernikahan kita hanya akan jadi sandiwara kesepakatan semu... Karena aku tahu kau tak mencintaiku, dan interaksi penuh kasih seperti dulu mustahil terulang. Sekalipun kau bisa berakting, aku tak sanggup melakukannya."
Segala yang ingin diucapkan Gu Qingyou telah tuntas disampaikan.
"Kalian harus tetap mempertahankan status sebagai suami-istri yang berpura-pura rukun!" Nada bicara dan ekspresi Jiang Jun penuh kewibawaan.
Gu Qingyou paham, keputusan yang telah dibuat Jiang Jun takkan pernah berubah.
Ia membenci sikap arogan dan keras kepala pria ini, namun saat ini tak ingin lagi berdebat. Hatinya sudah terlalu lelah, belum pernah sepanjang hidupnya ia begitu ingin rebah dan tak pernah lagi terbangun...
"Persilahkan aku lewat." Mengendalikan kepiluan yang menyergap, Gu Qingyou menarik napas dalam-dalam.
Jiang Jun akhirnya menggeser tubuhnya yang jenjang, namun raut wajahnya tetap dingin.
Gu Qingyou segera meninggalkan restoran, tak pernah menoleh lagi.
……
Gu Qingyou pergi ke taman seorang diri, lalu duduk sendirian di bangku panjang besi tempa di taman itu, memandangi pepohonan yang bahkan daun kuningnya hampir tak tersisa.
Tiba-tiba, bayangan saat mereka memotret foto pengantin di taman ini bersama Jiang Jun melintas di pikiran Gu Qingyou, kemudian ia teringat momen ketika mengenakan gaun pengantin berjalan menuju pendeta untuk bersumpah bersamanya...
Tentu saja dia tidak akan melanggar janjinya kepada Tuhan dan pendeta, dia akan merawatnya seumur hidup, baik dalam kekayaan maupun kemiskinan, sehat maupun sakit, dia tahu dia pasti akan memenuhi...
Tapi mengapa tiga kata "Aku mencintaimu" yang begitu mengharukan dan membuatnya meneteskan air mata itu hanya kebohongan belaka?
Dia begitu mempercayainya...
Dia tidak bisa melupakan wanita yang dicintainya selama delapan tahun, itu bisa dimaklumi, dia juga bisa memahami, tapi mengapa dia harus menipunya dengan kedok cinta?
Apakah dia tahu betapa sakit hatinya sekarang?
Setiap tarikan napas terasa seperti siksaan yang menyakitkan, dia benar-benar terlalu kecewa padanya...
Mengapa Tuhan begitu kejam padanya?
Memberikannya pernikahan yang selalu diimpikan, tapi kemudian mengatakan bahwa ini hanyalah akting murahan yang direncanakannya...
Mengapa setiap hal dalam hidupnya selalu berakhir tragis?
Baik ikatan keluarga maupun cinta, pada akhirnya dia tak mendapatkan apapun...
……
Kelompok Jiang.
Que Yan tidak percaya Jiang Jun ternyata memberitahukan semuanya kepada Gu Qingyou, Karenanya, saat ini Que Yan seperti lumpuh bersandar di sofa.
“Kau benar-benar tidak mengerti hati wanita...Dengan kau bersikeras tidak mengakui, Qingyou pasti akan mempercayaimu, tapi kenapa kau malah jujur padanya?” Que Yan menggelengkan kepala kuat-kuat.
Jiang Jun bersandar di sofa, dengan wajah datar mengangkat anggur merah di tangannya dan menyesap sedikit.
Tiba-tiba Que Yan duduk tegak, buru-buru bertanya, “Lalu Qingyou tidak berniat bercerai denganmu, kan?”
Sepertinya karena anggur merah mengalir ke lehernya, jakun Jiang Jun bergerak, bibir tipis dan dinginnya baru terbuka, “Dia belum memutuskan untuk sementara, tapi aku tidak akan mengakhiri pernikahan ini.”
Mendengar itu, Que Yan sedikit menghela napas lega. “Masih ada harusan...Dengan karakter Qingyou, jika sekarang dia tidak mengajukan cerai, berarti dia tidak akan bercerai denganmu, karena dia bukan wanita yang ragu-ragu.”
Tatapan dingin Jiang Jun menyapu Que Yan, penampilannya saat ini mendung seperti besi mentah.
Que Yan langsung mengkerutkan tubuhnya, berkata, “Jangan salahkan aku memberi nasihat buruk...Awalnya kau sendiri yang tidak mau lagi terlibat dengan Su Mo, baru aku usulkan hipnosis untuk melupakan ingatan, tapi tak kusangka kau malah menjelaskan semuanya ke Qingyou...” Di sini Que Yan mencibir sinis, “Harusnya kau gunakan kebohongan untuk menyembunyikan dari Qingyou seumur hidup!”
Barulah Jiang Jun menarik kembali tatapan kejamnya, bibir tipisnya terkunci rapat membentuk garis lurus.
Que Yan melihat Jiang Jun tidak punya niat mengejar, barulah berbisik, "Tapi, izinkan aku bertanya dengan lancang, saat kau bersumpah pada Qingyou di pernikahan dengan begitu tulus, apakah kata-kata itu benar-benar hanya... hanya akting murahanmu?"
Jika ini benar-benar akting, Que Yan tak punya pilihan lain selain mengagumi keahlian akting Jiang Jun, karena bahkan Que Yan sendiri mengira sumpah Jiang Jun keluar dari relung hati terdalam.
Jika bukan karena urusan ini meledak sekarang, Que Yan sudah mengira Jiang Jun jatuh cinta pada Gu Qingyou.
Tatapan Jiang Jun yang setajam mata pedang menyapu Que Yan, membuatnya seketika melakukan gerakan seperti menarik ritsleting mulut, tak bertanya lagi.
Jiang Jun kembali meneguk anggur merah, kening yang terus berkerut menunjukkan kegelisahan hatinya saat ini.
Que Yan memecah kesunyian, mendesah perlahan. "Andai kau memilih terus menyembunyikan ini dari Qingyou, mungkin masih ada celah kompromi antara kalian. Tapi sekarang kau sudah mengatakan kebenaran padanya, sepertinya dia akan..."
Jiang Jun menoleh ke Que Yan, tatapan dalamnya mengisyaratkan agar Que Yan melanjutkan.
Que Yan memandang Jiang Jun, terbata-bata melanjutkan, "Dia mungkin tak akan percaya lagi padamu... Dan ke depannya, bahkan jika kau benar-benar jatuh cinta padanya, aku yakin Qingyou takkan percaya lagi... Tapi kau ini sudah berhati baja, mungkin bahkan Su Mo pun sudah tak kau cintai..."
Jiang Jun mengangkat gelasnya, bayangan tubuhnya yang tegap memanjang bergerak menuju jendela kaca kantor.
Que Yan menghela napas lega, mengambil anggur merah di pinggir sofa, dan menyuntikkan seluruh isi gelas ke dalam lehernya.
Jiang Jun perlahan membuka mulut, "Aku tidak tahu perasaan seperti apa yang sebenarnya kumiliki pada Qingyou, yang kuketahui hanyalah, ketika hari ini aku melihat ada keinginannya untuk bercerai denganku, satu-satunya pikiran yang muncul adalah menahannya di sini."
"Ini juga tidak membuktikan apa-apa..." Que Yan bangkit dari sofa, masih menggenggam anggur merah, mendekati sisi Jiang Jun. "Dulu saat kau tak mencintai Qingyou pun kau tetap memaksakan diri untuk menahannya di sisimu!"
"Apakah aku benar-benar egois?" Jiang Jun menyipitkan mata, kedalaman pandangannya yang suram seolah tak bertepi, untuk pertama kalinya memancarkan secercah ketidakberdayaan dan kelelahan.
"Bisa dibilang egois, tapi juga bisa dibilang tidak... Karena sikapmu pada Qingyou adalah kombinasi antara perlindungan dan luka." Setelah berkata demikian, Que Yan mendesah dalam-dalam.
