Bab 287 Cinta
Gu Qingyou tidak tahu apakah di kedalaman hati Jiang Jun benar-benar telah melupakan Su Mo sepenuhnya. Bagaimanapun, mencintai seseorang, ia sangat paham betapa sulitnya melepaskannya. Tapi mulai sekarang, ia bersedia menerima ini sebagai fakta. Karena betapa ia rindu disayangi dan dimanjakannya...
Ia tak ingin berpisah lagi. Ia berharap setiap hari di masa depan bisa terus dimanja seperti ini... Berjalan bersamanya hingga uban menghiasi rambut.
……
Keesokan harinya.
Saat Su Mo masuk dari luar, Jiang Jun berdiri di depan jendela kaca dengan tangan terkantongi. Bayangannya terlihat angkuh dan dingin.
"Sudah lama tidak melihat Jiang Jun, kerinduan membanjiri dada Su Mo hingga suaranya parau dan melayang, 'Jiang... Jiang Jun.' Su Mo ingin memanggilnya seperti dulu, namun mengubah nada karena hawa dingin yang terpancar dari tubuhnya."
"Sifatmu bukan tipe yang suka memaksakan... Katakan, saran siapa yang kau ikuti hingga melakukan ini, memecah belah hubunganku dengan Qingyou?"
Mendengar suara Jiang Jun yang tanpa kehangatan, rasa sakit seperti terkoyak muncul di hati Su Mo. "Apa kau benar-benar mencintai Gu Qingyou? Jiang... Jiang Jun, apa kau sungguh mencintainya?"
"Ya."
Saat mengucapkan kata itu, Jiang Jun berbalik, tatapan dinginnya menembus Su Mo.
Mata Su Mo langsung berkabut air mata, ia terus menggelengkan kepala, suara lemah penuh kepiluan keluar, "Apa kau benar-benar melupakan sumpah laut dan gunung kita dulu?"
Jiang Jun mendekat, namun melewati sisi Su Mo, langsung duduk di sofa kantor.
Tubuh Su Mo lunglai di lantai kayu tak mampu menahan jawaban Jiang Jun tadi.
Jiang Jun hanya memandangnya dingin. "Kita memang pernah memiliki hubungan di masa lalu, karena itu aku selalu mengasihanimu. Jika tidak, atas gangguanku yang kau lakukan berulang kali pada Qingyou, takkan kubiarkan!"
Air mata Su Mo semakin deras mengalir, hatinya seperti ditusuk pedang. "Aku tak percaya kau tak punya perasaan sama sekali, mustahil... Kita pernah begitu mencintai, kita berjanji akan bersama selamanya..."
Jiang Jun mata yang gelap dan suram dalam-dalam tertutup. "Jika dulu antara aku dan kau tidak ada kesalahpahaman, mungkin kita memang akan bertahan sampai akhir... Tapi dunia ini tak terduga, mungkin sudah ditakdirkan bahwa kita hanya orang yang lewat dalam kehidupan masing-masing."
"Orang yang lewat?" Air mata Su Mo berlinang deras jatuh, memandang samar-samar wajah tampan yang begitu dikenali dan dirindukannya bahkan dalam mimpi, suaranya tersekat. "Bagaimana kau bisa bilang aku cuma 'orang yang lewat' dalam hidupmu?"
Jiang Jun memandang tenang bola mata Su Mo yang basah oleh air mata, suaranya tetap datar, "Wanita yang kuperhatikan dan kuinginkan hanyalah Gu Qingyou seorang, sedangkan kau bagiku... cuma masa lalu. Kebanyakan orang di dunia ini punya masa lalu, tapi akhirnya semua masa lalu itu akan terlupakan."
Su Mo menggelengkan kepala, "Kau tak akan melupakanku, aku tahu, kau sama sekali tak akan melupakanku..."
Jiang Jun tak berniat melanjutkan pembicaraan dengan Su Mo. Ia langsung bangkit dari sofa, bayangan tubuhnya yang jenjang memancarkan aura dingin yang mencekam. "Aku memanggilmu hari ini bukan untuk membahas masa lalu kita, tapi berharap kau berhenti mengganggu Qingyou. Jika kejadian seperti semalam ketika kau mendatangi Qingyou terulang lagi, aku tak akan mengampunimu!"
Air mata Su Mo yang dipenuhi kesedihan terus jatuh, membasahi kain baju di dadanya, tapi dengan keras kepala dia tidak membiarkan dirinya menangis keras, hanya suaranya yang tersekat tak terkendali. "Aku tidak percaya kau mencintai Gu Qingyou, aku tidak percaya... Kau hanya menyerah pada realitas, karena aku melahirkan anak orang lain, tidak cocok lagi bersamamu di kemudian hari... Kau menolakku demi orang tuamu, tapi di relung hatimu hanya ada aku."
Mendengar itu, bayangan panjang Jiang Jun perlahan berjalan mendekati Su Mo.
Su Mo samar-samar mendengar derap langkah Jiang Jun, baru mengangkat kepala yang selama ini tertunduk, wajahnya yang basah oleh air mata seperti kelopak pir menghadapinya.
Detik berikutnya, Jiang Jun membungkuk mengangkat Su Mo.
Su Mo perlahan bangkit, memandang wajah tampan Jiang Jun yang tinggi menjulang. "Kau masih peduli padaku, bukan?"
Jiang Jun berkata datar, "Aku hanya ingin kau melihat jelas wajahku."
Su Mo menatap Jiang Jun, menggelengkan kepala tanda tak mengerti.
Jiang Jun mendekat selangkah lagi, membuat Su Mo semakin jelas melihat fitur wajahnya. Ketika pandangan mereka bertemu, barulah dia berkata, "Kau lihatkah sisa keterikatan di mataku padamu?"
Dingin tanpa ampun adalah yang terlihat di mata Jiang Jun. Tubuh Su Mo gemetar tak terkendali.
Jiang Jun menyipitkan mata yang gelap dan suram, menatap dengan aura dingin wajah Su Mo yang penuh jejak air mata, berkata dengan datar tanpa emosi kata demi kata, "Aku mengakui pernah mencintai, dan sangat dalam cintanya... Jadi selama lima tahun sebelum bertemu Qingyou, aku terlihat menjalani hari-hari yang penuh semangat, tapi sebenarnya setiap hari aku seperti mayat berjalan. Tak pernah berhenti aku mengingat, tak pernah berhenti berharap Tuhan membuatmu tetap hidup, meski kau 'mengkhianati'ku, aku tetap ingin melihatmu sekali lagi, meski hanya sekilas... Jadi, di malam-malam sunyi selama lima tahun itu, aku sering tak bisa tidur karena merindukanmu. Setiap mendekati 'hari kematian'mu, aku selalu beristirahat di rumah, karena di hari itu pasti tak ada semangat bekerja..."
"Jiang..."
Su Mo memegang dengan lembut lengan Jiang Jun, tapi perlahan dilepaskan olehnya.
Jiang Jun melanjutkan, "Kupikir seumur hidup takkan mungkin lagi aku terlibat urusan perasaan, karena lukamu padaku terlalu dalam... Tapi tak kusangka, aku bertemu Qingyou."
Su Mo menutupi kedua telinganya, terus menggoyangkan kepala. Dia tak ingin mendengar lanjutan ucapan Jiang Jun, namun teriakan Jiang Jun tetap jelas masuk ke telinganya.
“Kehadirannya menurutku adalah penyelamat bagiku, karena dia menarikku keluar dari dunia yang tak terjangkau, mengkritikku dengan optimisme dan kekuatannya, membimbingku... Dia bagaikan pohon kecil yang menanam benih di hatiku selama tiga bulan, lalu menghabiskan tiga tahun untuk tumbuh menjadi pohon raksasa di relung hatiku. Ketika aku bertemu dengannya lagi, akarnya sudah tertanam dalam-dalam di hatiku... Sayangnya semua ini tidak kusadari, sampai suatu hari aku mengalami kecelakaan mobil mematikan. Di detik-detik ‘akhir hayat’, aku terkejut menyadari bahwa ternyata yang kupikirkan bukanlah dirimu, melainkan dia... Barulah kusadari, rupanya orang yang paling tak rela kutinggalkan adalah dia, rupanya sudah lama sekali aku mencintainya...”
Su Mo perlahan menurunkan kedua tangannya dari telinga. Pada momen ini, dia menangis terisak tanpa suara.
Akhirnya, Jiang Jun menatap Su Mo. “Tak perlu lagi memaksakan diri... Juga jangan lagi mendengarkan dalang di balik layar yang menyuruhmu merusak hubunganku dengan Qingyou. Kembalilah menjadi dirimu yang dulu, karena kita tak mungkin lagi kembali seperti semula...”
Su Mo menutup matanya dengan ekspresi muram. Dia berhasil menahan tangisnya agar tak meledak menjadi isakan.
Jiang Jun mendesah pelan, lalu berjalan ke meja kerjanya dan menekan tombol interkom. “Eileen, tolong antarkan Nona Su keluar.”
Su Mo tetap berdiri kaku di tempat, tak bergerak setapak pun.
Jiang Jun melirik jam tangannya. “Aku masih ada rapat... Apa yang kukatakan tadi dan peringatanku, kuharap kau serap baik-baik... Kuharap ini pertemuan terakhir kita.”
“Jiang Jun...”
Saat Su Mo akhirnya tak bisa mengendalikan emosinya hingga terisak, bayangan tinggi tegap Jiang Jun telah melangkah keluar dari kantor tanpa menoleh.
Tak lama kemudian Eileen masuk, ia memapah Su Mo. "Nona Su, mari ikut aku keluar..."
……
Usai meninggalkan Kelompok Jiang, Su Mo berjalan tanpa tujuan di sepanjang jalan, sementara kalimat-kalimat Jiang Jun terus menggema dalam pikirannya.
Tiba-tiba mobil berwarna keperakan berhenti di samping Su Mo. Melihat penumpangnya, Su Mo memilih mengabaikan dan terus melangkah.
Chi Yifeng turun dari mobil. Menatap Su Mo yang masih basah oleh air mata, ia berkata datar, "Sudah kukatakan jangan temui Jiang Jun. Hasilnya hanya akan membuatmu lebih sedih."
Su Mo mengusap air mata dengan sikunya, melotot penuh kebencian. "Apa incaranmu? Mengapa tiba-tiba muncul di duniaku, membebaskanku dari Shan Yan, bahkan mau mempertemukanku dengan Jiang Jun?"
Chi Yifeng menyilangkan tangan sambil tersenyum tipis. "Nona Su kan orang pintar. Keinginanku, bukankah mudah ditebak?"
Su Mo menatapnya dengan pandangan membeku. Beberapa detik kemudian matanya terbelalak tak percaya, "Kau menyukai Qingyou?"
Chi Yifeng tersenyum lagi, lalu bersandar di mobilnya dengan sikap santai. "Saat itu aku pergi ke London untuk menangani sebuah persidangan, tak sengaja bertemu dengannya di pengadilan... Aku yang terburu-buru menghantamnya, tapi malah dia yang buru-buru minta maaf... Setelah kembali ke Kota C, bayangannya terus menerus mengganggu pikiranku. Aku menghabiskan waktu menyelidikinya, baru tahu hubungannya dengan Jiang Jun. Sayang kemampuan kami terlalu berbeda, aku tak mungkin berhadapan dengannya... Jadi setelah dia pulang ke negeri, firma hukumku terus membuka lowongan. Aku tahu dengan karakternya, suatu hari nanti dia pasti akan bekerja. Fakta membuktikan tebakanku benar, akhirnya dia melamar ke Zhongzheng... Saat wawancara itu sengaja kujajaki dia. Sayang dalam situasi serupa, dia tak ingat akulah orang yang dulu menabraknya di London... Tapi semua ini tak penting, yang penting dia sudah memasuki duniaku."
Setelah mendengar ucapan Chi Yifeng, Su Mo menyeringai sinis. "Kalian semua ingin menang atas Jiang Jun, tapi akhirnya hanya jadi pecundang..."
"Oh ya?" Chi Yifeng mengangkat alis dengan acuh. "Sebenarnya aku suka berurusan dengan orang pintar sejati. Semoga kemampuan Direktur Jiang bukan cuma kabar angin."
Su Mo tak menghiraukan lagi Chi Yifeng. Dengan wajah linglung, dia terus berjalan menyusuri jalan.
Chi Yifeng mengeluarkan ponsel dan memencet nomor telepon. "Halo, Klan Shan..."
Saat mendengar suara Chi Yifeng, Su Mo secara refleks memutar tubuhnya.
Chi Yifeng baru menurunkan ponselnya, menatap Su Mo dengan senyuman. "Mau aku membuat Shan Yan menemukanmu, terus lakukan sesuai perintahku."
Su Mo melototi dingin Chi Yifeng, suaranya parau, "Tunggu saja, kau takkan berhasil!"
