Bab 431 Sayang...
Gu Qingyou melesat ke rumah sakit dengan kecepatan tertinggi.
Begitu melihat Que Yan, ia langsung menggenggam lengan pria itu, "Sudah kau panggil ahli racun saraf luar negeri ke sini?"
"Qingyou, dengarkan dulu..."
"Dengar apa? Kau sudah hubungi atau belum?"
"Belum."
"Belum?" Bola mata Gu Qingyou melebar penuh keheranan, "Mengapa? Bukankah sudah kukatakan ini darurat? Apa kau meragukan kata-kata Chi Yifeng? Percayalah, mustahil ia menipuku dalam hal ini... Cepat panggil ahli!"
Que Yan tersenyum tipis, "Qingyou, sebenarnya..."
"Ada urusan apa yang lebih penting dari ini?" Gu Qingyou kembali memotong. "Baiklah! Kalau kau tak mau, aku sendiri yang akan menghubungi..."
"Bukan, aku..."
Gu Qingyou langsung melepas Que Yan, dengan panik mengeluarkan ponsel dari tasnya.
Que Yan menyilangkan tangan di pinggang, memandangnya dengan santai, "Bisa kau dengar dulu sampai aku selesai bicara?"
Gu Qingyou menempelkan ponsel yang tersambung ke telinga, tak paham bagaimana Que Yan masih bisa terlihat rileks di saat seperti ini. Dadanya naik turun menahan amarah, "Beginikah caramu memperlakukan sahabat yang kauanggap saudara?"
Que Yan seketika membuat ekspresi tak bersalah, "Aku... Ini..."
Gu Qingyou sudah menyambungkan telepon, berbicara penuh urgensi, "Halo, Rektor, ini aku... Apakah rumah sakit kita punya profesor ahli racun neurotoksin di luar negeri?" Dia menelepon rektor Rumah Sakit Jiang Group.
"Qingyou!" Que Yan tiba-tiba memanggil keras.
Gu Qingyou terkejut oleh teriakan itu, membeku memandangi Que Yan.
Que Yan menghela napas, berbisik pelan, "Jangan buru-buru telepon, masuklah ke kamar pasien dulu!"
"Kamar pasien?" Alisnya berkerut, tak mengerti maksudnya.
Que Yan mengangguk, "Pergilah lihat Jun..."
Apakah Jiang Jun sudah sadar atau ada masalah?
Hatinya tiba-tiba tercekam, ponsel pun terjatuh. Tanpa peduli, Gu Qingyou berbalik dan berlari ke kamar pasien.
……
Seperti yang terlihat pagi tadi, Jiang Jun masih terbaring tenang di ranjang pasien, tidur dengan wajah damai.
Meski Jiang Jun belum bangun, akhirnya dia bisa menurunkan hati yang cemas.
Duduk di tepi ranjang, dia menangkupkan tangan Jiang Jun di wajahnya yang halus. "Jun..."
Jiang Jun tak memberi respons.
Memikirkan masa depannya yang mungkin harus menggunakan kursi roda seperti Ibu, air mata dengan cepat membanjiri mata Gu Qingyou. Suaranya tersekat, "Apapun caranya... aku takkan membiarkan sesuatu terjadi padamu... Kau pasti akan baik-baik saja."
Di luar dugaan, setelah ucapannya, jari Jiang Jun bergerak perlahan.
Menyangka ia akan sadar, Gu Qingyou buru-buru mengusap air mata di sudut matanya. Agar tak terlihat sedang menangis, ia duduk di tepi ranjang sakin menggenggam erat tangan suaminya. "Jun..." panggilnya lembut.
Bulu mata hitam yang lentik itu bergetar. Perlahan, sepasang mata gelap itu terbuka.
Dengan suara terisak gembira, Gu Qingyou berbisik, "Jun, kau sadar?"
Tatapan Jiang Jun yang kehilangan kilauannya tertuju padanya. Suara seraknya terdengar lemah, "Qingyou... kedua kakiku tak bisa bergerak..."
"Aku tahu, aku tahu..." Gu Qingyou mengangguk tak henti, berusaha menghibur, "Tak apa! Dunia medis begitu maju, kau pasti sembuh. Ini hanya sementara..."
Ini pasti hanya sementara...
Pasti ada racun lain yang menyebabkan kondisinya. Begitu ahli dari luar negeri mengkonfirmasi keberadaan toksin dalam tubuhnya, ia akan setuju bekerja sama dengan Chi Yifeng...
Sekecil apapun harapan itu, ia takkan pernah menyerah!
Jiang Jun mengedipkan mata yang lelah, berbicara pelahan dengan susah payah, "Jika benar sampai tua tak bisa berjalan lagi... kau masih mau menemani?"
"Aku tak izinkan kau bicara seperti itu!" Dia mencium punggung tangannya. "Apapun yang terjadi padamu, aku akan tetap menemanimu. Aku takkan pernah meninggalkanmu..."
Jika akhirnya kedua kakinya tetap tak bisa pulih seperti semula, Chi Yifeng bermimpi dia akan ikut pergi dengannya!
"Kenapa kau sebodoh ini? Jika kakiku tak bisa digunakan lagi, buat apa kau tetap di sini?" Jiang Jun membelai lembut pipinya yang putih mulus, berkata penuh kasihan.
"Bukankah kita sudah berjanji untuk saling setia?" Akhirnya dia tak bisa mengontrol diri, bermandikan air mata.
"Bodoh... Jika benar kakiku lumpuh, tinggalkan saja aku. Kau harus lebih memikirkan diri sendiri, bukan melakukan hal-hal bodoh ini, mengerti?" Jiang Jun mengusap air mata di sudut matanya, lalu memeluknya erat-erat.
Dia menyandarkan kepala di bahu Jiang Jun, terisak pelan. Semua ingus dan air matanya mengotori kemeja mahalnya.
Tunggu, kemeja?
Tunggu dulu, sejak kapan dia bisa bangkit duduk?
Bukankah orang yang lumpuh kedua kakinya tidak bisa bangkit sendiri?
Dia tersadar sejenak, lalu perlahan mendorong Jiang Jun. Matanya membelalak terkejut, "Jun, kau..."
“Jiang Jun saat ini sama sekali tidak terlihat lesu dan lemah seperti tadi, senyumannya tetap hangat dan lembut bak angin semi, tatapan penuh kasih sayangnya masih menatap wajah anggun Gu Qingyou, ibu jarinya dengan sabar mengusap sisa air mata di pipinya. 'Bukankah sudah kukatakan, jika ibu hamil sering menangis, anak yang lahir nanti akan jadi hantu tangisan?'”
Matanya melotot lebar, memandang Jiang Jun yang bisa bergerak bebas dengan rasa tidak percaya. "Kau... Jun... Kau..." Ucapannya kacau karena terkejut.
Jiang Jun ternyata bangkit, membungkuk lalu mengangkat Gu Qingyou dari tepi ranjang.
Melihat Jiang Jun berdiri tegak dengan kemeja dan celana panjang, ia menutup mulut terkejut, seluruh tubuhnya menunjukkan ekspresi yang sulit dipercaya.
Jiang Jun merendahkan badan dan membaringkan Gu Qingyou di ranjang pasien, lalu menindihnya tanpa memberikan tekanan pada perut bawahnya. Ia menyangga separuh tubuhnya, menggeser rambut di dahi Gu Qingyou, lalu mencium hidungnya dengan lembut... Ini adalah cara biasa ia memanjakannya.
“Jun... Kau... Kau tidak apa-apa?” Akhirnya Gu Qingyou menemukan secarik logika di tengah keterkejutan yang luar biasa.
Jiang Jun tersenyum ringan, senyuman yang memesona itu membuat semua orang terpana. "Sayang, aku pernah berjanji akan memberimu kebahagiaan. Jika ada sesuatu terjadi padaku, bagaimana mungkin aku memberimu kebahagiaan di sisa hidupku?”
Pipinya memerah karena godaannya, namun matanya tak lepas dari kakinya. Dengan suara gemetar dia bertanya, "Coba gerakkan kakimu agar aku bisa melihat?"
Jiang Jun patuh menekan pahanya ke pangkuannya. "Kau rasakan?"
Ia menutup mulut yang nyaris terkikik, berusaha tetap tenang. "Coba gerakkan kaki satunya lagi?"
Jiang Jun kembali menekan paha satunya.
Akhirnya tangannya turun dari mulut. Dengan girang ia berseru, "Kau benar-benar baik-baik saja... Ini bukan mimpi, kan?"
Jiang Jun menarik tangan Gu Qingyou ke lehernya, memeluk erat. Bibirnya menyentuh bibir merahnya, hembusan napas membara menyapu hidungnya. "Masih ragu?"
Tapi tiba-tiba ia menangis, tinju kecilnya menghantam bahu Jiang Jun. "Kau kejam! Kalau tak apa-apa, kenapa tadi pura-pura? Aku sampai menangis..."
"Maaf." Jiang Jun membiarkannya meluapkan emosi, sambil tersenyum. "Siapa sangka kau mudah nangis... Aku hanya ingin lihat wajahmu yang khawatir."
"Menyebalkan!"
Serangan kepalan mungil Gu Qingyou kembali meluncur.
Baru setelah ia tak tega meneruskan, Jiang Jun menggenggam tangannya, erat menautkan jari-jari. "Sayang, maaf sudah membuatmu cemas..."
