Bab 564 Suaminya, suaminya...
Sebulan kemudian.
Gu Qingyou merasa kesuksesan Jiang Jun dalam karier terkait dengan hatinya yang sama sekali tidak memiliki rasa kasihan atau belas kasihan terhadap manusia.
Lagipula orang seperti ini, mustahil akan berhati lembut kepada lawan. Jadi, meski mungkin harus memikul sedikit cercaan, akhirnya akan berdiri di puncak piramida, dikagumi oleh jutaan orang.
Jiang Jun adalah orang seperti itu.
Tak ada satu pun orang di dunia bisnis yang tidak diam-diam membicarakan Jiang Jun di belakang, mengatakan cara kerjanya terlalu tanpa ampun, terlalu arogan, terlalu angkuh. Namun ketika berhadapan langsung dengannya, mereka semua tetap merunduk-runduk.
Meski Gu Qingyou merasa komentar buruk pedagang lain tentang Jiang Jun semata-mata berasal dari kedengkian - bagaimanapun juga di usia 34 tahun, setelah berhasil menguasai proyek NT dan memimpin Kelompok Jiang langsung melesat menjadi grup nomor satu di Asia, memang wajar menimbulkan geram para pedagang tua yang rambutnya disisir ke belakang namun tak bisa menyembunyikan kebotakan. Masa muda mereka kok tak bisa mencetak prestasi seperti ini? Tapi sifat Jiang Jun yang terlalu tanpa ampun dan arogan adalah kenyataan, ini telah ia alami sendiri.
Soal sikapnya yang terlalu angkuh, ia tak berani sembarangan menilai. Dua sifat sebelumnya ia simpulkan dari pengalaman langsung yang realistis, tapi soal keangkuhan, Jiang Jun sama sekali tak pernah memperlihatkannya di hadapannya. Justru sering kali dirinyalah yang bersikap angkuh di depan pria itu.
Tapi, Jiang Jun benar-benar terlalu kejam, terlalu dominatif!
Selama lebih dari sebulan ini, ia telah mencoba berbagai cara dari lunak sampai keras, merayu dan merengek-rengek, namun ia tetap dengan kejam dan arogan tak mengizinkan Mumu dan Xixi menjenguknya, juga melarangnya keluar setapak pun dari vila Lanxi.
Dia merasa jika tidak segera bertemu Mumu dan Xi Xi, dia akan gila. Tapi Jiang Jun tetap teguh pendirian, mengatakan sebelum dokter menyatakan tubuhnya benar-benar pulih, dia harus menerima penderitaan rindu pada anak-anaknya dan tinggal di vila untuk memulihkan diri.
Gu Qingyou merasa tak berdaya. Mengetahui dokter akan memeriksanya lagi siang ini, sejak pagi buta dia sudah bangun untuk memasak sup tonik sendiri. Dia berharap bisa menghabiskan sup ini sebelum siang agar hasil pemeriksaan dokter nanti maksimal.
"Bangun tak melihatmu, rupanya sedang memasak sup di dapur." Jiang Jun menyilangkan tangan di dada, bersandar di pintu restoran.
Gu Qingyou mengenakan gaun putih berlengan panjang bergaya piyama yang menjuntai hingga lutut. Rambutnya yang terurai di bahu terlihat sedikit acak-acakan, menampilkan pesantunan yang memikat.
"Nanti kau juga minumlah. Aku tambahkan sedikit ginseng untuk menguatkan tubuh." Gu Qingyou membuka tutup panci dan mencium aromanya. Wangi sup yang pekat langsung menggugah selera.
"Baik." Jiang Jun berbalik pergi.
……
Dua puluh menit kemudian, Jiang Jun yang sudah mandi turun ke lantai bawah.
Dari kejauhan di meja makan, Gu Qingyou sudah mencium aroma segar tubuh Jiang Jun yang baru saja mandi. Bibirnya terkecut menahan senyum yang tetap terlihat jelas.
Begitu duduk, Jiang Jun langsung menangkap ekspresi itu. "Apa yang membuatmu tersenyum begitu bahagia?"
"Tidak, tidak!" Gu Qingyou segera merendahkan senyumnya, tanpa meninggalkan jejak sama sekali, seolah tak pernah tersenyum sebelumnya. "Sarapan hari ini kumasak sendiri, bubur putih dengan sayuran. Rasanya mungkin agak hambar, tapi kemampuan memasakku cukup baik, pasti kau akan memujinya."
Mana mungkin dia berani terbuka padanya bahwa tadi ia sedang menertawakan...
Pasti tadi ia buru-buru turun tangga. Kalau tidak, dengan sifat perfeksionisnya, mana mungkin turun tanpa mandi terlebih dahulu!
Dan alasan ia tergesa turun pasti karena saat bangun tak melihatnya di samping.
Meski tahu ia mencintainya, sikap seperti ini tetap membuat hatinya berbunga-bunga, hingga rela memasakkan sarapan lezat ini dengan tangan sendiri.
Jiang Jun sebenarnya telah menebak apa yang ditertawakannya, tapi memilih mengalihkan topik. Lagipula ini bukan hal yang... *batuk*... membanggakan.
Jiang Jun mencicipi sesendok bubur sayur. Meski rasanya ringan, benar-benar nikmat.
Melihat alis Jiang Jun tak berkerut, Gu Qingyou tahu rasanya disetujui. Menopang dagu dengan satu tangan, ia tak sabar menanti pujian, "Enak tidak?" sengaja berlagak santun.
"Sebaiknya jangan masak lagi."
"Hah?!"
Apa rasanya tidak enak?
Gu Qingyou merasa seperti "dihantam petir di siang bolong".
Namun Jiang Jun mengambil sendok lagi, baru berkata tenang, "Dibanding menikmati sarapanmu, lebih kusuka bangun dan langsung melihatmu di sampingku."
“Gu Qingyou menghela napas lega, sepertinya kemampuan memasaknya lulus ujian, hanya saja 'nafsu makan dan warna' pria itu adalah 'sifat alami'.”
Saat menyebut "sifat alami", selama lebih dari sebulan terakhir, ia memang patuh aturan hanya memeluknya tidur sepanjang bulan, bahkan tak ada sentuhan nakal sekalipun.
Tentu dia tahu ini karena Jiang Jun memperhatikan kondisi tubuhnya, tapi pengendalian diri sehebat ini tetap membuatnya kagum.
“Jika hari ini pemeriksaan di rumah sakit menyatakan tubuhku sudah sembuh, aku ingin siang ini langsung ke Jiang Zhai menjenguk dua anak... kebetulan hari ini akhir pekan.” Gu Qingyou juga menyeruput bubur, terkesima oleh keahlian masaknya sendiri yang membuat nafsunya meluap.
“Ya.”
Melihat sikap Jiang Jun yang kooperatif, Gu Qingyou meletakkan sendok, mencoba-coba dengan suara kecil, “Kalau dokter bilang tubuhku sudah tak masalah serius, tapi sebaiknya istirahat beberapa hari lagi, maukah kau izinkan aku menemui mereka hari ini?”
Ah, merajuk benar-benar bukan keahliannya.
Seharusnya merajuk bisa efektif dalam situasi seperti ini.
Jiang Jun ternyata tak menjawab, terus menyantap buburnya, lalu mengambil laporan keuangan pagi tadi yang tergeletak di meja dan mulai membalik-balik halamannya.
Gu Qingyou khawatir perkataannya tadi terlalu pelan sehingga tak terdengar, maka ia menaikkan volume suaranya, “Graaah! Suami, kalau dokter bilang tubuhku sudah baik, hanya perlu pemulihan, izinkan aku menjenguk Mumu dan Xixi hari ini?”
Sengaja dia tambahkan panggilan mesra, berharap berpengaruh.
Tapi Jiang Jun seolah masih tak mendengar, kembali membalik halaman koran keuangan.
Gu Qingyou tak kuasa mengerutkan alis, “Suami?”
“Ya?” Jiang Jun saat ini sepertinya baru mendengar dia berbicara, mengalihkan pandangan dari koran, meliriknya. "Maaf, apa yang kau katakan tadi terlalu pelan, aku tidak dengar."
Gu Qingyou tersentak, bulu matanya berkedip-kedip, lalu dengan cepat dan tegas menunjukkan senyuman secerah cahaya musim semi, berujar lembut, "Tidak apa... cuma bertanya apakah kau mau tambah bubur?" Kalimat terakhir sengaja diucapkan Gu Qingyou dengan suara lirih.
Jiang Jun justru mendengar, menjawab, "Mohon." Langsung mendorong mangkuk ke arahnya.
Gu Qingyou dalam hati mengatupkan gigi, tapi tetap tersenyum, membawa mangkuk. "Segera." Saat bangkit, dalam hati bergumam, tadi pura-pura tak dengar, padahal ucapan terakhirnya lebih lirih dari sebelumnya!
Saat Gu Qingyou menuju dapur, Jiang Jun melanjutkan membaca koran ekonomi, namun sudut bibirnya tak kuasa menahan seuntai senyuman tipis.
……
Pukul 10, Jiang Jun menemani Gu Qingyou ke rumah sakit keluarga Jiang.
Saat ini, Jiang Jun mengenakan setelan jas hitam pekat, duduk di sofa, ekspresinya sangat tegas.
Dokter rutin memeriksa Gu Qingyou di balik tirai, tentu yang terpenting adalah memeriksa rahim, karena yang paling ditakuti wanita adalah masa nifas yang tidak dipulihkan baik, menyebabkan masalah tak terhitung di kemudian hari akibat kedinginan rahim.
