Bab 586 Cemburu Buta (1)
Gu Qingyou memperhatikan, sepanjang Nyonya Jiang Dong membicarakan Su Mo, Jiang Jun sama sekali tak bereaksi. Seolah yang didengarnya hanya gosip biasa Nyonya Jiang Dong, sama sekali tak penting. Tapi saat Nyonya Jiang Dong menyebut pernikahan Su Mo, dia jelas melihat alis Jiang Jun berkerut.
Tentu saja, saat itu Gu Qingyou tak bertanya alasan di balik kerutan keningnya. Baru setelah Mumu tertidur di pangkuannya dan dia membopong Mumu tidur siang, di kamar mereka di lantai dua, dia akhirnya bertanya, “Suamiku, ada apa?”
Jiang Jun dengan tangan di saku celana, tegak berdiri di depan jendela kaca raksasa kamar. Bayangan tubuhnya yang jangkung dan tegap terasa agak muram.
"Gu Qingyou melihat Jiang Jun tidak menjawab, mendekatinya, dan bertanya lagi, "Apa pendapatmu tentang Su Mo yang akan menikah dengan Qin Yan?"
Dia sangat jelas di relung hati bahwa Jiang Jun sudah tidak punya perasaan pada Su Mo, tapi mengingat Su Mo pernah berpacaran dengannya, bahkan dulu mereka saling mencintai, Jiang Jun yang kemudian meninggalkan Su Mo demi dirinya pasti selalu merasa sedikit bersalah pada Su Mo. Karena itu, meski Su Mo berulang kali merusak hubungan mereka, dia tidak pernah menuntut balas.
"Aku akan menghentikannya menikah dengan Qin Yan." Akhirnya Jiang Jun menjawab.
Gu Qingyou menatapnya, "Mengapa?"
Mata hitamnya yang gelap menyipit membentuk garis lurus, cahaya misterius berkilat di balik sorotannya. "Aku tidak tahu tujuan dia menikahi Qin Yan, tapi aku yakin Qin Yan sudah punya orang di hati. Dia tak mungkin memberi kebahagiaan pada Su Mo."
"Qin Yan punya orang di hati?" Gu Qingyou menirunya dengan curiga sambil menyipitkan mata. "Bukannya kau bilang tidak terlalu kenal dekat dengan Qin Yan?"
"Tak perlu kenal dekat untuk tahu fakta ini."
"Benarkah?"
Saat itu, Jiang Jun menoleh menatap tajam ke arahnya. "Qin Yan adalah tipe penyendiri. Orang dengan karakter seperti ini hanya akan setia pada satu cinta seumur hidup. Jika bukan karena niat menghabiskan sisa hidup bersama, dia tak mungkin sampai menghamilkan lawan jenis di luar nikah... Jadi, pasti Qin Yan sangat mencintai ibu anak itu. Hanya ada alasan tertentu yang membuat ibu anak itu meninggalkannya."
“Kau terdengar sangat benar.” Bahkan dia yang tidak mengerti psikologis pun merasa Yan adalah tipe orang yang setia sejak awal.
Jiang Jun menyipitkan mata, “Pernikahan Yan dengan Su Mo pasti ada alasan yang saling menguntungkan, tapi apapun alasannya, Su Mo seharusnya tidak menghancurkan hidupnya sendiri seperti ini.”
Gu Qingyou tiba-tiba diam, hanya menatap Jiang Jun dalam-dalam.
Jiang Jun merasakan tatapan Gu Qingyou. Secara refleks, ia menarik tangan dari saku celana dan menopang bahu kurusnya. “Masih peduli kalau aku perhatikan orang ini?”
Gu Qingyou menunduk, tidak berkata-kata.
Sejujurnya, dia sangat mempercayainya, tapi mendengar ia berbicara tentang mantan pacar, ada rasa tak enak di relung hatinya.
“Bodoh.” Jiang Jun merangkul Gu Qingyou, mendesah pelan.
Gu Qingyou memendam perasaan sambil menyandar di dada Jiang Jun. Aroma maskulinnya yang segar membuatnya tenang saat ini.
Jiang Jun mencium dahinya, berbisik rayuan, “Masih cemburu seperti ini?”
Gu Qingyou tetap diam, tapi mengangkat tangan memeluk Jiang Jun.
Jiang Jun tersenyum lembut, dagunya menempel di dahi Gu Qingyou. “Perhatianku padanya sepenuhnya berasal dari rasa bersalah itu, kau seharusnya sangat paham.”
Gu Qingyou menutup mata. “Aku tahu, tapi aku berpikir... Kalau Su Mo menikah dengan Yan, jangan-jangan tujuannya adalah untuk menarik perhatianmu, membuatmu peduli padanya?”
“Dia bukan orang seperti itu.”
“Baiklah, aku akui mungkin aku telah 'mengukur Perut Orang Bijak dengan Hati Hamba'.”
“Kenyataannya, dia bukan orang yang ekstrem. Dia berusaha merusak perasaan kita setiap kali hanya karena kesalahpahamannya yang terlalu dalam padamu.”
Gu Qingyou tiba-tiba membuka mata, mengangkat kepala, memandangnya. Di balik sorotan mata muncul rasa bersalah dan kepedihan. "Sebenarnya tidak ada kesalahpahaman. Aku memang banyak menyembunyikan hal darimu, juga banyak berhutang padamu."
Jiang Jun mengangkat tangan menggeser helai rambut di dahi Gu Qingyou, lalu kembali mencium dahi mulusnya yang montok. "Jika kau benar-benar merasa begitu, maka lunasilah dengan seumur hidup." Katanya dengan suara serak.
Gu Qingyou berkedip jenaka, "Bukankah sekarang aku sudah membayar dengan kompensasi daging?"
Mata hitam Jiang Jun menyipit bagai garis lurus, kedipan cahaya ambigu berkilau di dalamnya. "Kau berani main dengan api?"
Gu Qingyou tersipuk malu. "Hanya bercanda denganmu!" Usai berkata, dia melepaskan diri dan berbalik hendak pergi.
Tak disangka, Jiang Jun merengkuhnya dari belakang, mengurungnya erat dalam dekapan.
Dua awan merah segera menghiasi wajah Gu Qingyou. Perlahan dia menepuk lengan suaminya. "Jangan memberontak... Xixi belum tidur. Aku mau memeluknya."
Jiang Jun menunduk menyelusup ke leher Gu Qingyou, menggigit kulit sensitifnya bak hukuman.
Gu Qingyou menjerit lirih.
Suara parau Jiang Jun bergumam, "Sayang, sebenarnya sudah lama kita tidak bercinta di ranjang ini..."
Gu Qingyou, "...Ada yang spesial?"
"Tentu saja. Pertama kali kita di sini."
Seketika pipi Gu Qingyou memerah hingga ke akar telinganya. "Sudah, aku benar-benar harus menjenguk Xixi, Ibu masih menungguku..."
Jiang Jun menggigit lembut daun telinganya. "Kuberikan keringanan kali ini, nanti malam kuhitung hutangmu." Setelah berkata demikian, barulah ia melepaskan Gu Qingyou.
Gu Qingyou langsung kabur seperti dikejar setan ke pintu, meliriknya dari kejauhan. Setelah memastikan ia tidak mengejar, barulah dia menghela napas lega dan buru-buru membuka pintu kamar lalu pergi.
Melihat rangkaian tindakan Gu Qingyou ini, Jiang Jun hanya merasa dia masih menggemaskan seperti gadis remaja, tak kuasa menahan senyum tipis di bibirnya.
Kemudian, Jiang Jun mengeluarkan ponsel dan memencet serangkaian nomor telepon.
Sambil menunggu diangkat, Jiang Jun duduk di sofa dengan ekspresi khidmat dan datar seperti biasa.
Penelepon akhirnya mengangkat, tapi tidak berbicara.
Suara datar Jiang Jun terdengar, "Di mana kau? Aku ingin bertemu."
"Kenapa tiba-tiba ingin bertemu?" Suara di seberang terdengar sengau, lemah gemulai.
"Kudengar kau dan Yan Yan sedang mempersiapkan pernikahan."
"Iya, apa urusanmu dengan itu?"
"Kita pernah saling mencintai. Tak tega melihatmu menghancurkan hidupmu sendiri."
"Bukankah hidupku sudah hancur sejak dulu?"
"Jika kau tak memikirkan hal sepele, hidupmu masih penuh harapan."
"Tak ada harapan... Sejak kau tak mencintaiku, dunia ini sudah tak punya harapan lagi..."
"Dulu kau bisa mendoakan kami dengan murah hati, kenapa sekarang jadi keras kepala seperti ini?"
“Aku bisa mendoakan kalian dulu karena kukira cintanya padamu tak kalah dari aku. Tapi sekarang baru kusadari, dia sama sekali tidak seperti ini... Aku tak bisa memahami mengapa kau masih peduli pada orang yang menipu dan melukaimu, dan menurutku akhirnya kalian tak akan bahagia karena pasti masih banyak urusan yang disembunyikannya darimu.”
“Tak perlu aku jelaskan padamu bagaimana dia itu, tapi kusarankan satu kalimat: Kau masih muda, di masa depan pasti bisa temui orang yang lebih baik dariku.”
