BAB 592 MASALAH RUWET
Fajar menyingsing.
Mu Ying terbangun dari mimpi indah, hendak bermalas-malasan sebentar di ranjang. Tak disangka, suara ketukan pintu tepat berdering saat itu.
Mu Ying dengan kesal membalut selimut lebih erat, berusaha melanjutkan tidurnya, namun suara ketukan pintu masih terdengar. Akhirnya Mu Ying bangkit dari ranjang sambil kesal berkata ke arah pintu, "Tidak tahukah aku masih tidur?"
Suara pelayan yang gemetar terdengar dari luar, "Nona, Kakek Mu meminta Anda turun untuk sarapan."
Mu Ying menggaruk-garuk rambutnya kesal. "Bukankah sudah kau beri tahu Kakek kedua bahwa ibu hamil itu mudah mengantuk? Aku tidak mau bangun pagi."
Suara pelayan di luar pintu semakin bergetar, "Saya sudah menyampaikan pesan Anda kepada Kakek Mu sesuai permintaan, tapi beliau tetap memaksa Anda bangun untuk sarapan. Beliau juga bilang jika Nona tidak turun, beliau akan terus menunggu di restoran."
Mu Ying langsung terjatuh di ranjang sambil mengeluh, "Ya ampun, tidak bisakah orang tidur dengan tenang?"
……
Dua puluh menit kemudian, Mu Ying yang sudah selesai mandi muncul di restoran.
Mu Xiao duduk tegap di ujung meja makan, terlihat sudah menunggu lama.
Mu Ying melambaikan tangan manis ke arah kakeknya. "Selamat pagi, Kakek Kedua."
Ekspresi muram Mu Xiao baru sedikit mencair, meski tetap tegas. "Ibu hamil harus lebih memperhatikan pola makan tiga kali sehari. Mana ada yang melewatkan sarapan?"
"Aku mengerti," jawab Mu Ying penuh pengertian.
Tiba-tiba Mu Xiao menghentakkan tongkatnya keras ke lantai kayu.
Mu Ying kaget, matanya memandang sang kakek dengan penuh iba. "Kakek, kenapa marah-marah lagi?"
“Apakah kau sekali lagi menganggap ucapanku sebagai angin lalu?” suara Mu Xiao berat.
Mu Ying seketika menunduk, tersenyum kecut, “Bagian mana yang berani?”
“Masih bilang tidak berani?” Dada Mu Xiao bergelombang hebat karena marah. “Ada berapa kalimat dari ucapanku yang benar-benar kau dengar?”
Mu Ying diam.
Mu Xiao melotot tajam. “Aneh benar, selama beberapa generasi keluarga Mu, tak pernah ada anak manja sepertimu. Entah generasi mana yang berbuat dosa.”
Mu Ying tak bersalah berkata, “Kakek kedua, sebenarnya Xiao Ying salah di mana lagi?”
Mu Xiao menggeram, “Jangan berpura-pura manis di hadapanku, tapi di luar bersikap sombang dan bertindak seenaknya!”
Mu Ying segera bangkit dari kursi makan, mendekati Mu Xiao dan membelai lembut dadanya yang masih naik turun, “Kakek, ucapanmu berlebihan! Di luar aku selalu menjaga citra keluarga Mu, tak pernah melakukan hal yang merusak reputasi!”
Mu Xiao yang selalu menyayangi cucunya, melihat sikap manis Mu Ying, amarahnya mereda separuh. “Sudah, duduk kembali!”
“Oh.”
Mu Ying patuh kembali ke kursi kerja, tersenyum.
Pepatah mengatakan tak mungkin memukul orang yang tersenyum, Mu Xiao pun tak bisa melanjutkan kemarahan. “Pagi tadi sepulang jalan-jalan, Direktur Ning bertanya apakah cucu perempuanmu jadi model. Katanya sampul majalah di rumahnya mirip sekali denganmu, pakaiannya juga...terlalu terbuka.”
Mu Ying langsung menarik napas dalam-dalam, menahan napas menjawab, "Tidak, Kakek kedua... Sejak Anda melarangku masuk dunia hiburan, aku sudah tak bermimpi jadi selebriti. Mana mungkin aku masih foto sampul majalah?"
"Benarkah?" Mu Xiao tiba-tiba mengeluarkan majalah dari entah mana, meletakkannya keras di meja. "Kau kira kakekmu yang jarang keluar rumah ini buta?"
Dengan bukti nyata di depan mata, Mu Ying tahu melanjutkan bantahan hanya akan membuat kakeknya marah. Cara terbaik sekarang adalah jujur lalu pura-pura lemah.
Ia menunduk pasrah, berkata penuh penyesalan, "Kakek, aku akui foto di majalah itu memang aku. Tapi ini bukan foto baru, melainkan hasil jepretan sebelum kakek suruh aku pensiun. Aku tak sangka baru sekarang dipublikasikan. Tapi aku janji, mulai sekarang kakek takkan lihat cucumu di media manapun. Soalnya aku benar-benar sudah keluar dari dunia hibur... Lagi pula foto ini sudah di-PS. Sebenarnya yang kelihatan cuma tulang selangka, sama sekali tidak ada bagian dada."
Mu Xiao mengerutkan kening. "PS itu apa?"
Mu Ying tertawa mendengar. "Kakek tak tahu 'PS'? PS itu teknik edit foto. Misalnya aslinya cuma kelihatan tulang selangka, bisa diedit sampai terlihat dada."
Mu Xiao membuat wajahnya dingin. "Jangan bersenda-gurau! Aku sedang serius."
"Oh." Mu Ying kembali menunduk.
Mu Xiao berkata dengan khidmat, "Mimpi jadi selebriti tak perlu kau lanjutkan, aku yakin Guan Yumo juga tak akan membiarkanmu tampil di depan umum lagi."
Mu Ying bergumam lirih, "Dia takkan pernah menegurku..."
Mu Xiao mengangkat alis tipisnya yang jarang, "Apa katamu?"
Mu Ying segera menyungging senyum manis bak bunga. "Kukatakan Kakek Kedua benar, statusku memang tak pantas tampil di depan umum, aku yakin Mo juga tak akan menyukainya."
Gelombang di dada Mu Xiao perlahan mereda. "Sudah, cepatlah kau sarapan. Mulai besok kau harus bangun untuk sarapan."
"Iya, Kakek Kedua."
Mu Ying menghela napas lega dalam hati, mengira ceramah pagi ini telah usai. Namun tak disangka, Mu Xiao tiba-tiba bertanya, "Sudah dua minggu berlalu, kenapa Guan Yumo tak pernah datang ke rumah untuk menemanimu?"
Sambil menyuap bubur, Mu Ying merajuk, "Kakek, bukankah Kakek melarangku pergi ke Prancis bersama Mo?"
Mu Xiao berkata tegas, "Benar aku melarang, tapi aku tak melarang dia datang menemuimu di sini."
Mu Ying tersenyum, "Mengerti... Sebenarnya setiap malam aku menelepon Mo. Katanya belakangan ini banyak urusan, begitu sibuknya selesai, dia akan segera kembali dari Prancis untuk menemaniku."
Barulah Mu Xiao tak melanjutkan.
Usai makan, Mu Ying bersiap kembali ke kamar untuk melanjutkan tidur. Dengan patuh ia berkata, "Kakek Kedua, jika tak ada urusan lain, aku akan ke kamar dulu. Aku sangat mengantuk."
"Tidurlah setelah kembali dari rumah sakit. Sudah kujadwalkan dokter untuk memeriksa kehamilanmu."
"Pemeriksaan kehamilan?"
Seketika itu juga Mu Ying membeku di tempat.
Mu Xiao melihat reaksi Mu Ying, keningnya berkerut, "Kenapa, sudah lebih dari tiga bulan, belum juga periksa kehamilan?"
"Sudah... sudah periksa, tapi sebelumnya selalu ditemani Yumo, aku belum pernah pergi sendiri." Mu Ying cepat-cepat mencari alasan masuk akal.
"Tak perlu khawatir, Bibi An akan menemanimu. Kurang dari satu jam kau sudah bisa kembali tidur." Mu Xiao terus menyantap buburnya.
Mu Ying dalam hati berteriak: Sial!
Dia sama sekali tidak hamil. Kalau periksa ke rumah sakit, semua kebohongannya akan terbongkar...
Ingat, hamil di luar nikah sudah membuat Kakek marah. Jika sampai tahu ini kehamilan palsu, akibatnya tak terbayangkan...
"Baik... baiklah, aku ke atas ganti pakaian dulu. Sebentar lagi turun."
"Ya."
Mu Ying buru-buru naik, mengunci pintu kamar. Setelah menenangkan diri, dia segera mengeluarkan ponsel menelepon Guan Yumo.
