Bab 596: Di Mana Piyama?
Guan Yumo tertawa lepas.
Mu Ying mendengar ini adalah suara tertawa pendek, tanpa sengaja memutar wajahnya kembali, melotot padanya, "Kak kenapa bilang aku sengaja melakukannya, Kak kau tahu ini penghinaan sebesar apa bagiku?"
Guan Yumo tetap tersenyum. "Xiao Ying, cuma berdasarkan nota beli pil kontrasepsi di tasmu itu, yang kau beli sendiri di apotek sehari sebelum kita berhubungan."
Tubuh Mu Ying tiba-tiba membeku.
Guan Yumo melanjutkan senyumannya yang lemah lembut, "Sekarang perlu aku mengeluarkan pil kontrasepsi dari tasmu?"
Wajah Mu Ying pucat menyakitkan.
Guan Yumo perlahan menyipitkan bola matanya hingga bagai garis lurus, membuat orang tak bisa menebak kedalamannya. "Kenapa, kau yang biasanya lancar bicara, sekarang malah diam? Atau kau tahu sudah tak bisa membantah?"
Pada ketukan ini, Mu Ying akhirnya berhenti berakting di hadapan Guan Yumo, tangannya juga tak lagi meronta. Wajah beku-nya kehilangan kenaifan masa lalu, diselimuti embun beku, tatapan datarnya menembusnya. "Kau sudah tahu?"
Guan Yumo tersenyum, "Aku tahu apa?"
Mu Ying menutup matanya sebentar, lalu melotot padanya, "Jangan berlagak bodoh denganku... Sebenarnya bagaimana kau bisa mengetahuinya?"
“Aku selalu heran bagaimana Jiang Jun tahu bahwa di tanganku ada bukti yang bisa mengancam Gu Qingyou, dan lebih aneh lagi bagaimana Jiang Jun tahu bahwa Gu Qingyou pernah tidak menyelamatkan anaknya sendiri saat bahaya. Sampai kemarin Jason memberitahuku, dia sudah menyelidiki semua orang yang mungkin memberi informasi pada Jiang Jun, hasilnya satu-satunya yang mungkin memberitahu adalah kau.” Guan Yumo berbicara perlahan, nada santainya seolah sedang membicarakan urusan tak penting.
Bulu mata panjang Mu Ying bergetar halus, tatapannya mulai berkedip-kedip.
Guan Yumo bertanya padanya, “Kau takut?”
Mu Ying akhirnya tahu penyebabnya tak bisa tidur bolak-balik di ranjang malam ini, karena malam ini ditakdirkan menjadi malam tanpa tidur.
Mu Ying menjawab tenang, “Apa yang kutakutkan? Masak kau akan membunuhku?”
Guan Yumo tersenyum tipis, “Tentu tidak akan kulakukan. Lagipula semua yang kau lakukan ini demi mencintaiku.”
Kata "mencintai" yang dianggapnya sakral, saat meluncur dari mulut Guan Yumo justru terasa merendahkan. “Jadi, mau apa kau?”
Guan Yumo bersuaba santai, “Bagus, dirimu sekarang lebih berkarakter dibanding dulu. Cuma... tetap sama sombong dan seenaknya, tidak tahu diri.”
Mu Ying menundukkan kelopak mata. “Jika kau sudah tahu perasaanku, tentu kau juga paham bahwa semua yang kulakukan pada Jiang Jun dan Gu Qingyou dulu semata untukmu. Memberi informasi pada Jiang Jun setelahnya, itu karena harapanmu dengan Gu Qingyou sudah pupus.”
Guan Yumo tersenyum dengan tenang. "Jika kau tidak pergi meminta bala bantuan, baik bukti yang ada di tangan maupun rekaman dokter yang membuktikan Gu Qingyou pernah punya kesempatan menyelamatkan anak itu, semuanya bisa kugunakan untuk mempermainkan Gu Qingyou. Tapi kau telah merenggut kenikmatan balas dendamku, dan membuat Jiang Jun bisa mempersiapkan diri lebih awal."
Mu Ying mendengus. "Cukup, Guan Yumo... Bukti-bukti yang kau genggam itu tak mungkin kau gunakan untuk membalas dendam pada Gu Qingyou. Kau sangat paham itu semua mematikan baginya. Kau begitu mencintainya, mana mungkin tega bertindak? Aku memberikan bukti ini ke Jiang Jun hanya membuatmu kehilangan sedikit harga diri, karena menurutmu kau tak kalah dari Jiang Jun, tapi pengkhianatanku membuat Jiang Jun mengendalikan situasi. Hingga di mata Gu Qingyou, kau kalah dari Jiang Jun... Makanya kau kesal, sekarang mau menagih hutang dariku!"
"Bagus."
Dua kata itu meluncur dari mulut Guan Yumo. Dengan kecepatan kilat yang bahkan tak sempat dilihat Mu Ying dari mana revolver itu diambil, senjata mungil berwarna emas itu sudah menempel di pelipisnya.
Mu Ying tak pernah takut mati. Dengan tenang dia menutup mata. "Jangan terus membohongi diri sendiri, Guan Yumo... Bukan benci yang kau rasakan pada Gu Qingyou, kau mencintai wanita ini hingga ke tulang sumsum."
Guan Yumo perlahan menekan pelatuk. Sedikit saja tekanan lebih, peluru akan langsung menembus kepala Mu Ying. "Xiao Ying, tahukah kau bagaimana Dark Angel menangani pengkhianat?"
“Mu Ying telah mencium aroma kematian, namun hatinya tetap tanpa secuil ketakutan. ‘Bagaimana menanganinya?’”
“‘Tidak akan menganugerahinya kematian, melainkan membuatnya lebih baik mati daripada hidup di masa depan.’”
“‘Maksudmu aku yang harus lebih baik mati daripada hidup?’”
“‘Tak sampai sejauh itu untukmu, lagipula kau masih sangat berguna bagiku... Aku hanya mengingatkan, hutang ini akan kutagih darimu kelak.’ Setelah berkata demikian, Guan Yumo menyimpan pistol kembali ke saku mantel jasnya, wajah tampannya menampilkan senyuman datar, seolah tak ada apa-apa yang terjadi.”
“Saat laras senjata Guan Yumo menekan pelipisnya, Mu Ying tak gentar. Justru ancaman akan penagihan hutang di kemudian hari yang membuatnya gemetar.”
“Karena ini adalah urusan tak terduga. Ia tak tahu apa yang akan direnggut Guan Yumo darinya di masa depan.”
“Namun akhirnya, ia melepaskan belenggu di tangannya. Bangkit dari tepi ranjang, ia langsung melepas mantel jas, melonggarkan dasi, dan mencopot arloji.”
“Mu Ying bangkit duduk, mengusap pergelangan tangan yang sakit akibat cengkeramannya.”
“Saat melepas kancing kemeja, Guan Yumo bertanya, ‘Di mana piyama?’”
“Mu Ying turun dari ranjang. Saat ini terasa aneh, entah mengapa ia tak lagi takut berdiri di hadapannya dengan piyama sutra. Dari lemari pakaian, ia mengambilkan robe tidur putih murni untuk pria yang telah disiapkan pelayan sebelumnya. Malam pernikahan dulu tak sempat dipakainya karena ia mabuk.”
“Bawa masuk untukku!” Setelah melemparkan kalimat itu, Guan Yumo langsung menuju kamar mandi.
Guan Yumo telah melepas kemeja, memperlihatkan tubuh bagian atas yang kekar dengan garis-garis otak yang jelas. Mu Ying yang melihatnya masih merasa malu, namun menggigit bibirnya sambil mengantarkan robe tidur ke dalam, lalu kabur secepatnya dengan pipi yang sudah memerah.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamar.
Mu Ying heran mengapa masih ada yang mengetuk di jam seperti ini, lalu dengan sedikit kesal membuka pintu.
Di luar dugaan, yang berdiri di depan pintu adalah Mu Xiao. Mu Ying yang sadar penampilannya tidak rapi segera masuk ke kamar untuk mengenakan mantel jas Guan Yumo, baru kemudian keluar. "Kakek kedua," panggilnya manis.
Mu Xiao yang jarang bersikap ramah bertanya, "Pelayan bilang Yumo sudah pulang?"
Mu Ying menunjukkan ekspresi malu, "Ya, baru sampai tadi, sekarang sedang mandi."
Mu Xiao mengangguk, "Kalau begitu tidur lebih awal." Setelah berkata demikian, ia bersiap kembali ke kamar dengan ditopang pelayan.
Mu Ying keluar dari kamar dan membantu menopang Mu Xiao.
Mu Xiao melototi Mu Ying, "Kau tidak tidur, mau menopangku untuk apa?"
Mu Ying menjawab penurut, "Aku ingin mengantar Kakek kembali ke kamar untuk istirahat!"
"Tak perlu." Mu Xiao berbicara tegas, "Kau harus lebih tenang. Aku tak butuh kebaktianmu, sudah cukup puas."
Mu Ying bersuara polos, "Kakek kedua, bagian mana lagi yang tidak tenang dariku?"
Mu Xiao tidak bisa segera menjawab, tapi batuk sekali, lalu berpesan pada An Shen yang menopangnya, "Kau yang bicara padanya."
An Shen tersenyum, mengangguk.
