BAB 606: Kau Tidak Khawatir Aku Hamil?

　　　　BAB 606 Kau Tidak Khawatir Aku Hamil? 　　　　Rupanya dia benar-benar telah kembali. 　　　　Untuk menghindari tatapannya yang masih belum pulih sepenuhnya dengan wajah pucat, dia buru-buru masuk ke kamar mandi berpura-pura sedang mandi. 　　　　Saat keluar dari kamar mandi dengan handuk mandi tersampir, Guan Yumo ternyata sudah berada di kamar, kini berdiri di depan lemari pakaian yang penuh dengan pakaiannya. 　　　　Mu Ying melepas handuk dari bahunya, mendekat dan merangkulnya. "Bagaimana, selera pakaianku juga tidak buruk kan?" 　　　　Guan Yumo menatapnya datar. "Apa ini membuatmu puas?" Ucapnya sambil melepaskan genggaman tangannya, lalu berjalan menjauh. 　　　　Mu Ying terdiam di tempat sambil memandangi bayangan dinginnya, menyadari bahwa dia tampak tidak suka orang lain menyentuh kamar ganti pakaiannya. 　　　　Dengan bingung dia bertanya, "Pakaianmu hanya segitu, bukankah karena tidak sempat menambahnya?" 　　　　Guan Yumo duduk di kursi malas di luar kamar tidur, mengeluarkan sebatang rokok dari kotak rokok, meletakkannya di mulut, menyalakan korek api. Percikan api biru yang melompat-lompat tidak hanya menyalakan rokok, tetapi juga menerangi wajahnya yang tampan. 　　　　Mu Ying mendekatinya, memandangnya. Tiba-tiba ia menyadari kemeja yang dipakainya hari ini terlihat usang. Meski warna putih kemeja itu masih tetap, kerahnya mulai menunjukkan tanda-tanda kerusakan. Ia tersadar, sedikitnya pakaian pria itu mungkin bukan karena tak sempat membeli, tapi karena ia hanya membutuhkan sejumlah itu... 　　　　Kemeja usang yang ia kenakan terlihat seperti desain beberapa tahun lalu, namun masih satu merek dengan pakaian di kamar ganti pakaiannya. 　　　　Perempuan itu bertanya, "Apakah kemeja yang kau pakai ini punya makna khusus bagimu?" 　　　　Guan Yumo mengangkat kepala, memandangnya yang mengenakan robe tidur putih dengan tatapan penuh arti. "Kau cukup pintar, coba tebak." 　　　　Mu Ying teringat pertemuannya dengan Gu Qingyou di toko pakaian pria hari itu. Pikirannya seakan tercerahkan, ia berkata datar, "Kemeja ini dulu diberikan oleh Gu Qingyou, kan?... Makanya pakaianmu tak banyak, karena sejak itu kau hanya membeli merek ini." 　　　　Guan Yumo tersenyum. "Benar seperti yang kuduga, kau memang cerdas." 　　　　Mu Ying merasakan cengkeraman rasa sakit di hatinya. 　　　　Ia tahu pria itu sangat mencintai Gu Qingyou, tapi tak menyangka sepotong pakaian pemberiannya bisa ia hargai sampai sekarang. 　　　　Mu Ying menarik napas dalam-dalam, menahan rasa sakit di hatinya. "Gu Qingyou saat itu begitu miskin, bagaimana mungkin dia punya uang untuk membelikanmu kemeja semahal ini?" 　　　　Guan Yumo sejenak terlihat tenggelam dalam kenangan, sorot matanya menjadi dalam, tak lagi menyiratkan kebengisan dan kekejaman, tatapannya penuh kelembutan. 　　　　Mu Ying memperhatikan semua perubahan ini di balik sorotan mata, rasa sakit di hatinya semakin menjadi. 　　　　Setelah sadar dari lamunannya, tatapan Guan Yumo kembali menjadi muram. "Pergilah tidur, besok kita harus bangun pagi." 　　　　Mu Ying tahu jika topik ini dilanjutkan, hanya akan merusak hubungan mereka. Dia pun mematuhi dan berbalik menuju kamar tidur tanpa bertanya lebih lanjut. 　　　　Setelah Mu Ying pergi, Guan Yumo memandangi permukaan kolam yang beriak ditiup angin sepoi-sepoi. Riaikan itu seolah mengguncang kenangan lama yang terpendam dalam dirinya. 　　　　Saat itu adalah ketika dahinya terluka... 　　　　Perempuan itu benar-benar merasa bersalah, karena itu memberikannya kemeja ini. 　　　　Kala itu dia bertanya: "Mengapa kau memberiku kemeja?" 　　　　Perempuan itu menjawab ingin membeli barang mahal sebagai ungkapan terima kasih, tapi tabungannya saat itu hanya cukup untuk membeli kemeja ini. 　　　　Baru saat itulah dia menyadari, perempuan itu benar-benar memisahkan jelas "kebaikan" di antara mereka. Karena jika benar menganggapnya sebagai pacar, takkan perlu memberi kompensasi dengan barang mewah. 　　　　Jadi sebenarnya ini bukan kenangan indah baginya, tapi kemeja pemberiannya masih dia simpan dengan baik hingga kini. 　　　　…… 　　　　Pagi berikutnya, Mu Ying terbangun dengan perasaan tidak enak badan. 　　　　Membuka mata, dia menyadari dirinya dipeluk erat dari belakang, sementara rasa sakit samar terasa di bagian bawah tubuhnya. Barulah dia menyadari apa yang sedang terjadi saat ini. 　　　　Dia ingin menghentikan, tapi ia tak mengizinkannya bergerak, mengunci pinggangnya erat-erat. Di telinganya, hembusan napas membara berbisik, "...sebentar saja." 　　　　Setelah mengakhiri, ia langsung pergi ke kamar mandi. Terbaring di ranjang, seluruh tubuhnya terasa seperti tenaganya terkuras habis. 　　　　Saat keluar dari kamar mandi dengan wajah segar, ia melihatnya masih terbaring. "Hari ini kau harus menemaniku ke perusahaan. Bangunlah!" 　　　　Mu Ying menoleh, memandangnya dengan mata tak berbinar. "Aku ingin bertanya—kau tak pernah pakai pengaman. Tak takut aku hamil?" 　　　　Senyumnya mengembang, kelembutan itu persis seperti pertemuan pertama mereka. "Kau tidak berani." 　　　　Tubuhnya sedikit kaku. 　　　　Dengan senyum masih melekat, ia telah menuju kamar ganti pakaian. 　　　　Benar. Bagaimana mungkin dia berani mengandung anaknya? 　　　　Jika itu terjadi, pastilah nyawanya akan direnggut. 　　　　Sekalipun ia membutuhkan penerus, ibu anak itu takkan pernah jadi dirinya. 　　　　…… 　　　　Tujuan Guan Yumo membawanya ke perusahaan pun hanya untuk pamer kemesraan. 　　　　Ia ingin seluruh dunia tahu betapa mesranya mereka sebagai suami-istri, betapa "sayangnya" ia padanya. 　　　　Setelah pertunjukan aktingnya selesai, di dalam kantornya yang mewah, terpampanglah pemandangan yang disebut Mai Li itu. 　　　　Ia duduk di belakang meja kerja, sedang serius menangani urusan perusahaan, tetapi tidak mudah menghadapi. Beruntung sekretaris di sampingnya sangat kompeten, setiap kali ia kebingungan selalu memberikan solusi. Dalam perjalanan menjadi pedagang, ia belajar dengan sungguh-sungguh. 　　　　Dia pura-pura santai membalik halaman majalah, padahal terus memandangnya. Ada saat dimana dia berharap waktu bisa berhenti di momen ini. 　　　　Karena saat ini begitu damai. 　　　　Menjelang siang, sekretaris akhirnya keluar dari kantornya. Akhirnya dia tidak perlu lagi berpura-pura membaca tabloid gosip yang tidak diminatinya, dengan lelah menggeliatkan tubuh di sofa. 　　　　Dia benar-benar kelelahan. 　　　　Pagi tadi mengalami aktivitas fisik, ditambah bangun pagi, sebenarnya dia sama sekali tidak punya tenaga. 　　　　Ia memperhatikan gerakannya, berkata, "Jika kau mau istirahat, berbaringlah di sofa. Setelah urusan di tanganku selesai, nanti kubangunkan untuk makan siang bersama." 　　　　"Kau cukup perhatian padaku!" Senyumnya manis, memandangnya dengan pesona bagai air. 　　　　Ia menjawab, "Jika kondisi tubuhmu belum pulih, bagaimana aku bisa terus pamer kemesraan denganmu? Bagaimana membuat Mu Lao percaya kebaikanku padamu?" 　　　　Mu Ying sebenarnya sudah menebak pemikirannya. Mendengar jawaban itu, hatinya tidak terlalu sedih, hanya berkata, "Baiklah... Aku akan bersandar sebentar, bangunkan aku setelah urusanmu selesai." 　　　　…… 　　　　Mu Ying dan Guan Yumo memilih makan siang di restoran mewah dekat perusahaan. 　　　　"Lingkungan restoran ini sangat bagus, yang datang ke sini semuanya pasangan kekasih, dan juga orang-orang kaya Paris, karenanya dia dan Guan Yumo sekali lagi pamer kemesraan." 　　　　"Sebenarnya, kalau kau begitu ingin Kakek Kedua-ku mempercayaimu, mengapa tidak melakukan hal-hal yang kusukai? Dengan begitu saat kita pamer kemesraan, senyum yang kutunjukkan akan benar-benar tulus dari hati. Orang-orang yang diam-diam dikirim Kakek Kedua untuk melindungiku baru akan tahu bahwa kebahagiaanku bersamamu sungguh adanya." Mu Ying memecah kesunyian terlebih dahulu. 　　　　Guan Yumo mengangkat kepala, memandangnya dengan manja, "Ke mana kau ingin pergi?" 　　　　Mu Ying tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada akting murahan Guan Yumo. Tatapan seperti ini bukan hanya akan meyakinkan orang-orang Kakek Kedua yang bersembunyi di kegelapan bahwa ia sangat memanjakannya, bahkan dirinya sendiri yang bertatapan langsung pun merasa sedikit bingung. 　　　　"Taman hiburan boleh tidak?" 　　　　Guan Yumo mengangkat ujung alisnya, "Taman hiburan?" 　　　　Mu Ying mengangguk, "Di sana ada bianglala, menurutku sangat romantis. Aku ingin kau menemaniku naik bianglala malam nanti."