BAB 633 Semuanya berakhir, semuanya benar-benar berakhir
Guan Yumo datang ke rumah keluarga Mu pada sore hari.
Mu Ying sudah duduk di sofa menunggu, Chi Yifeng duduk di sampingnya.
Saat Guan Yumo masuk, Chi Yifeng menggenggam tangan Mu Ying. "Karena sudah memutuskan, jangan beri diri sendiri celah untuk menyesal."
Mu Ying mengangguk pada Chi Yifeng, namun tangan yang digenggam tetap terasa dingin menusuk.
Karena tidak melibatkan masalah harta maupun hak asuh anak, perceraian ini berjalan mudah - cukup tanda tangan kedua pihak di dokumen perceraian.
Sebelum penandatanganan, Mu Xiao yang duduk di sofa utama mengajukan syarat: "Meski pengumuman perceraian akan menguntungkan Xiao Ying, demi reputasinya, aku harap fakta perceraian baru diumumkan setahun kemudian."
Mu Ying mengerutkan alisnya. "Kakek Kedua, tak perlu..."
Mu Xiao melotot. "Urusan ini bukan kau yang menentukan. Ini menyangkut reputasi keluarga Mu."
Mu Ying pun terdiam.
Guan Yumo dengan tenang bersuara, "Jika Mu Lao merasa lebih cocok diumumkan setahun lagi, aku tak keberatan."
Mu Xiao berkata, "Kalau begitu laksanakan saja. Harap Tuan Guan tetap memegang komitmen."
Guan Yumo tetap ramah. "Ini hal yang wajar."
Mu Xiao menoleh ke pengacara. "Sekarang bisakah kita tanda tangan?"
Pengacara mengangguk, meletakkan dua salinan perjanjian perceraian di hadapan Guan Yumo dan Mu Ying. "Silakan kedua pihak menandatangani."
Pada saat ini, Guan Yumo mengangkat kepalanya dan melirik Mu Ying yang duduk di seberangnya, lalu berbicara dengan suara lembut, "Xiao Ying, kau adalah gadis yang baik. Kau akan bertemu orang yang benar-benar menghargaimu."
Mu Ying sudah menebak bahwa ucapannya akan mirip seperti ini. Ia tersenyum. "Tuan Guan, terima kasih atas doamu."
Sebutan "Tuan Guan" langsung memisahkan hubungan masa lalu mereka. Guan Yumo tiba-tiba merasa tidak nyaman, namun mengingat bahwa tidak ada lagi ikatan di masa depan adalah yang terbaik untuk Mu Ying, ia mengangguk lalu menandatangani surat cerai dengan namanya.
Melihat Guan Yumo sudah mulai menandatangani, Mu Ying mengambil pulpen. Meskipun terasa seperti memiliki berat ribuan kilo, ia tetap menuliskan namanya perlahan di surat cerai, setiap goresan tertulis jelas.
Saat pengacara memasukkan surat cerai ke dalam tas kerja, Mu Ying tahu bahwa hubungannya dengan Guan Yumo sudah resmi berakhir sejak detik ini, dan kedepannya seharusnya tidak akan ada lagi kontak...
Namun meski begitu, ketika Guan Yumo bangkit dari sofa, Mu Ying tetap tidak mengangkat kepalanya untuk melihatnya.
Guan Yumo melirik Mu Ying untuk terakhir kalinya, lalu pergi bersama pengacara.
Baru setelah langkah kaki Guan Yumo benar-benar menjauh, Mu Ying mengangkat kepalanya. Dengan mata berkaca-kaca, ia memandangi bayangan tubuh tegap Guan Yumo yang hampir menghilang di pintu.
Chi Yifeng merangkul bahu Mu Ying dengan lembut, menghiburnya, "Semuanya sudah berakhir..."
Otak Mu Ying mulai memutar ulang seperti tayangan slide, memperlihatkan bagaimana ia dulu menyayangi dan memanjakannya. Air mata menetes bagai mutiara giok yang putus talinya...
Chi Yifeng terus-menerus mengusap bahu Mu Ying, menghibur, "Semua akan membaik, semuanya pasti akan baik-baik saja..."
……
Di malam itu, Mu Ying bersembunyi di kamar, menangis dengan suara tertahan.
Hingga pintu kamar diketuk pelan dari luar, barulah ia buru-buru mengusap air matanya.
Membuka pintu, melihat yang datang adalah Chi Yifeng bukan Mu Xiao, Mu Ying menghela napas lega. Melihat botol wiski di tangan Chi Yifeng, ia tersenyum, "Kak tidak kembali ke perusahaan hanya untuk menemani aku minum arak untuk melupakan kesedihan?"
Chi Yifeng ikut tersenyum, "Aku hanya ingin adikku mengurangi air mata."
Seketika ia menerjang ke pangkuan Chi Yifeng, memeluk erat. "Kak, aku sangat menderita, harus bagaimana..."
Chi Yifeng segera merangkul Mu Ying masuk ke kamar, lalu mengunci pintu. "Kalau Kakek Kedua melihat keadaanmu begini, pasti sangat bersedih..."
Mu Ying akhirnya tak bisa menahan isakan kecil. "Aku tidak mau ia keluar dari hidupku. Aku ingin melihatnya, ingin bersamanya, ingin..."
Chi Yifeng hanya menggelengkan kepala tanpa berkata apapun.
Mu Ying lunglai duduk di lantai kayu, air mata bagai banjir bandang. "Mengapa ia bisa begitu tegas dan tak ragu sejenak pun, apa benar selama ini aku tak ada artinya sama sekali di relung hatinya?"
Chi Yifeng duduk bersamanya, menuangkan wiski untuk Mu Ying. "Malam ini kau boleh melepaskan semua perasaanmu. Kakak akan menjadi pendengar terbaikmu."
Mu Ying menangis histeris, "Semua kebaikan yang ia berikan padaku sebelumnya, hanya berasal dari rasa kasihan dan belas kasihan. Andai bukan karena pengorbananku selama ini, pasti kami sudah tak ada hubungan lagi..."
Chi Yifeng menyerahkan gelas wiski itu. "Sudah pernah minum?"
Mu Ying mengangguk, namun wajahnya dipenuhi jejak air mata.
Chi Yifeng berkata serius, "Teguk habis sekaligus. Besok pagi saat kau sadar, semua kenangan ini akan lenyap..."
"Benarkah?" suara Mu Ying tersekat.
Chi Yifeng tersenyum, lebih dulu menggulingkan wiski ke lehernya sendiri.
Tanpa ragu, Mu Ying menyuntikkan wiski itu ke dalam perutnya.
Sensasi terbakar yang pedih membuatnya mengerang, tapi efek memutihkan pikiran itu justru memicunya untuk terus menuangkan arak ke leher, agar pikirannya tetap kosong selamanya...
Chi Yifeng tak menghentikannya. Ia mengisi ulang gelas itu. "Gadis baik tak boleh mabuk begini. Hanya untuk malam ini."
Ucapan Chi Yifeng tiba-tiba mengingatkan Mu Ying bahwa Guan Yumo juga pernah mengatakan hal serupa. Dengan suara pilu dia berkata, "Andai saja aku tahu sejak awal bahwa dia hanya merasa kasihan padaku, aku tak akan membiarkan harapan dalam hatiku membesar seperti ini. Karena tanpa harapan yang besar, tak akan ada kekecewaan sebesar ini, dan hatiku tak akan sesakit sekarang..."
Chi Yifeng menekan bahu Mu Ying ke pundaknya. Dengan suara tersayat hati dia berkata, "Guan Yumo tak layak kau pertahankan. Yi Hou kau akan menemukan yang lebih baik..."
Mu Ying membenamkan wajah di bahu Chi Yifeng, isak tangisnya bergetar pelan. "Tapi bagaimana kalau seumur hidupku aku hanya ingin bersamanya?"
"Itu perasaanmu sekarang. Saat waktu membuatmu melupakannya, akan ada awal baru."
"Kak, aku tak mau awal baru. Aku ingin dia selalu ada dalam hidupku, meski tak bisa bersamanya..."
"Bodoh, begini kau takkan pernah bisa melupakannya... Sayang, kau sudah sangat hebat. Kau hanya perlu menjadi sedikit lebih baik..."
……
Di waktu yang sama, dalam sebuah hotel di pusat kota New York.
Guan Yumo duduk menyendiri di sofa hitam dekat jendela kaca, tangannya menggenggam segelas wiski.
Entah mengapa, hatinya tetap gelisah memikirkan Mu Ying.
Meski tahu Mu Xiao dan Chi Yifeng pasti merawatnya dengan baik, kekhawatiran itu tak juga hilang...
Dia tahu pasti saat ini Mu Ying sedang menangis diam-diam di kamar. Meski saat menandatangani dokumen perceraian wajahnya terlihat tenang, dia tahu itu hanya topeng ketabahan...
