Bab 664 Jika memungkinkan, dia bersedia melupakan

　　　　Bab 664 Jika memungkinkan, dia bersedia melupakan 　　　　Guan Yumo menyambut tatapannya, mata yang jernih bagai kedalaman laut. "Kapan aku pernah menipumu?" 　　　　Mu Ying menatapnya dalam-dalam. Tatapan lembutnya, ucapannya, membuat hatinya seketika seperti dilelehkan, hangat mengalir ke dada. "Maaf..." Dia meminta maaf dengan tulus. 　　　　Guan Yumo menekannya ke dada sendiri, berbisik lembut, "Tak perlu terlalu banyak berpikir... Nanti kau lelah." 　　　　Dikelilingi aura wanginya, Mu Ying menutup mata. "Mo, aku benar-benar bukan orang yang suka memberontak tanpa alasan. Aku jauh lebih matang dari yang kau kira. Reaksiku hari ini memang agak berlebihan..." 　　　　Guan Yumo menunduk mencium tengkuknya, suara lembutnya bergema, "Sudah. Mai Li sudah mengambilkan tasmu. Ayo kita pulang." 　　　　Mu Ying mengangguk, tak melanjutkan pembicaraan. 　　　　…… 　　　　Setelah kembali ke apartemen, mandi, berpelukan tidur, keduanya seolah tak pernah terjadi apa-apa. 　　　　Keesokan harinya saat Mu Ying bangun, Guan Yumo sudah pergi ke perusahaan. Karena masih cuti hari ini, Mu Ying berniat tidur lagi. Namun meski masih pagi, ia tak bisa terlelap. Akhirnya ia bangun dari ranjang, membuka tirai gelap kamar, berdiam sejenak di depan jendela kaca. 　　　　Ya. Ia masih tak bisa tidur karena kejadian semalam. 　　　　Melalui peristiwa kemarin, tiba-tiba ia menyadari: untuk tidak mempedulikan siapa yang ada di hati pria itu ternyata merupakan urusan yang begitu sulit... 　　　　Semalam hanya melihatnya merenung sendirian, langsung dikiranya sedang memikirkan Qingyou. Ini membuktikan betapa sensitifnya ia terhadap masalah ini... 　　　　Tapi ia sangat paham: dalam hubungan ini, sama sekali tak boleh sesensitif ini. Jika tidak, hubungannya dengan Guan Yumo pasti akan cepat memburuk... 　　　　Jadi tindakannya kemarin, mungkin sudah membuatnya tidak senang, meski tidak diperlihatkannya. 　　　　Benar, dia terus menerus bilang padanya berkomitmen tak akan mengincar perasaannya, tapi baru mulai saja sudah melanggar janji... 　　　　Memikirkan ini, Mu Ying mendesah pelan, lalu mengeluarkan ponsel dan menekan nomor telepon Guan Yumo. 　　　　Dia ingin tahu apakah ia marah, dan satu panggilan telepon bisa memverifikasi. 　　　　Sambungan telepon langsung tersambung. 　　　　Dengan nada seolah tak terjadi apa-apa, Mu Ying berkata lembut, "Mo, kau pulang makan siang hari ini? Kalau pulang, aku tak akan ke Yi Lin hari ini, lagipula liburanku masih tersisa sehari. Jika tak pulang, aku akan latihan di Yi Lin sore ini daripada bosan di rumah..." 　　　　"Ada rapat mendekati siang, jadi tak pulang." 　　　　"Oh, baiklah. Kalau begitu aku ke perusahaan sore ini, daripada bosan di rumah." 　　　　"Ya." 　　　　"Tak akan kuganggu kerjamu lagi." 　　　　"Ya." 　　　　Mu Ying segera menurunkan ponsel dari telinganya, memutuskan sambungan. 　　　　Saat menekan tombol akhir panggilan, kilasan kesepian melintas di matanya. 　　　　Ternyata benar ia marah. Jika tidak, pasti pulang makan siang. Karena ia selalu tahu keinginannya, memenuhi sebisa mungkin. Jadi saat tadi menelepon, sebenarnya dia berharap ia pulang makan siang. Tapi meski tahu, ia menolak. Ini sudah menunjukkan suasana hatinya. 　　　　Sepertinya kejadian seperti ini harus dihindari di masa depan. Tak peduli seberapa ia memanjakannya, menyayanginya, toh batas toleransinya tetap ada. 　　　　…… 　　　　Sore hari Mu Ying pergi ke perusahaan Yilin untuk pelatihan, karena suasana hatinya tidak baik, langkah catwalknya biasa-baik saja, sehingga hari ini mendapat kritik paling banyak dari para guru. 　　　　Setelah pelatihan usai, memikirkan Guan Yumo yang mungkin pulang larut malam, Mu Ying memutuskan untuk berjalan-jalan di jalanan Paris. 　　　　Tak disangka, baru saja keluar dari gerbang perusahaan Yilin, dia bertemu Xu Zhan. 　　　　Jelas Xu Zhan sedang menunggunya, karena tatapannya menatap lurus ke arahnya, tidak peduli dengan lirikan orang-orang di sekitarnya. 　　　　Sekarang dia sudah bersama Guan Yumo, tidak ingin lagi memiliki hubungan apapun dengan Xu Zhan, lalu berpura-pura tidak melihat dan hendak melewatinya. Namun, Xu Zhan tiba-tiba berkata saat mereka nyaris bersenggolan, "Aku akan ke Inggris selama tiga tahun untuk urusan perusahaan, dalam waktu dekat tidak akan kembali. Jadi, aku hanya ingin berpamitan." 　　　　Mendengar itu, langkah Mu Ying terhenti, tapi dia tidak menoleh, hanya tersenyum manis, "Bagus sekali, berarti kariermu pasti naik tingkat lagi." 　　　　Tatapan Xu Zhan tak berkedip menatap bayangan ramping Mu Ying. "Masih seperti dulu, jika suatu hari kau lelah, tak ingin lagi di sisi Guan Yumo, kuharap kau datang mencariku. Karena aku masih akan menantimu di sana." 　　　　Entah mengapa, mendengar perkataan Xu Zhan, hati Mu Ying tiba-tiba terasa pedih. 　　　　Dia berpikir, mungkin ini karena dia tahu perasaan Xu Zhan padanya sungguh tulus... 　　　　Meski Guan Yumo pernah bilang Xu Zhan punya tujuan lain, dia percaya Xu Zhan hanya punya alasan mengincarnya, tapi tak benar-benar mengincarnya. 　　　　Dia bukan wanita yang lamban, setiap kali Xu Zhan memandangnya, dia tahu itu tulus dari hati. 　　　　Tapi dia malah meninggalkan orang yang mencintainya, memilih yang tak mencintainya... 　　　　Jiang Jun pernah bilang, setiap orang punya takdirnya sendiri yang tak bisa dielak. Jadi meski sadar bersama Guan Yumo adalah keputusan yang salah besar, dia tak bisa melepaskan diri, lebih memilih terus dalam kesalahan... 　　　　Tiba-tiba dia merasa, mungkin suatu hari akan menyesal tinggalkan Xu Zhan. Di hatinya selalu ada firasat, bahwa suatu saat nanti dia akan benar-benar lelah dan jenuh... 　　　　Memikirkan ini, Mu Ying menutup mata dengan berat. Tapi akhirnya dia tak menjawab ucapan Xu Zhan. Setelah membuka mata, langkah perginya tak ragu sejenak pun. 　　　　…… 　　　　Malam hari, persis seperti dugaan Mu Ying, Guan Yumo tak kunjung pulang sampai larut. 　　　　Saat dikiranya pasti pulang malam ini, ternyata ditunggu sampai pukul satu dini hari pun tak juga sampai... 　　　　Akhirnya dia yakin, malam ini rupanya Guan Yumo takkan pulang... 　　　　Usai mandi, terbaring di ranjang besarnya yang terasa asing, ingatannya melayang pada perpisahan sore tadi bersama Xu Zhan. Mata berkaca tanpa disadari. 　　　　Xu Zhan bilang jika suatu hari lelah dan tak mencintai lagi, boleh mencarinya. Tapi sebenarnya dia sudah lama lelah, hanya tak sanggup melepasnya... 　　　　Dia tak mengerti, mengapa Tuhan membuatnya jatuh cinta pada pria ini? Membuatnya menderita seperti ini, merasakan kepedihan, kesedihan, ketidakberdayaan, kegelisahan yang tak berkesudahan... 　　　　Jika saja dia tak pernah bertemu dengannya, mungkin sekarang dia bersama seseorang yang sepadan, meski tanpa gejolak perasaan romantis, setidaknya punya kehidupan yang datar... 　　　　Andai waktu bisa diputar ulang, dia bersedia kembali ke masa sebelum mereka bertemu. 　　　　Dia berharap tak pernah mengenalnya, agar hatinya tak perlu lagi merasakan sakit... 　　　　Sayangnya waktu takkan pernah berbalik, semua tak bisa diubah... 　　　　Saat ini dia hanya bisa berharap, mereka bisa terus berjalan dengan stabil - setidaknya, baginya ini akhir yang baik...