Bab 672: Pergi
Qin Qian kembali ke apartemen sewaannya di Paris dengan emosi, saat itu Mu Ying masih belum sadarkan diri.
Awalnya Qin Qian berniat langsung melaporkan hal ini ke Mu Lao dan Chi Yifeng, meminta mereka menuntut keadilan untuk Mu Ying, tapi setelah mempertimbangkan kemungkinan Mu Ying punya rencana sendiri, akhirnya mengurungkan niat sementara.
Hingga siang ketika Mu Ying sadar, setelah membujuk Mu Ying makan sedikit, barulah Qin Qian memberitahu bahwa barang-barang tidak berhasil diambil, sekaligus menyampaikan pesan Guan Yumo ke Tang Kai.
Setelah mendengar, senyuman pucat mengembang di wajah Mu Ying yang lemah, "Dia masih ingin menghina langsung dari mulutnya sekali lagi?"
Qin Qian dengan kekhawatiran, "Tapi bagaimana jika kau tidak menemuinya? Semua barang dan dokumenmu masih di sana."
Mu Ying tetap tersenyum datar."Anggap saja hilang, nanti bisa urus surat baru..."
"Benar, bisa mengajukan kehilangan, jadi jangan kau temui dia lagi!" Saat menyebut Guan Yumo, Qin Qian kembali dipenuhi kemarahan suci.
Mu Ying menundukkan pandangan."Aku rindu rumah... Ingin pulang ke New York beberapa hari."
"Kau... Kau berniat menceritakan hubunganmu dengannya pada Mu Lao dan kakakmu?" tanya Qin Qian penuh kehati-hatian.
Mu Ying menggelengkan kepala, menatap jendela besar dengan tenang."Aku tak berniat memberitahu mereka."
Qin Qian mendesah panjang,"Kau tak ingin membuat mereka khawatir lagi, ya..."
Mu Ying perlahan berkata,"Baru-baru ini kukatakan pada mereka, bahwa aku akan menghabiskan sisa hidup bersama Guan Yumo tanpa penyesalan, tapi sekarang..." Suaranya tercekat sebentar, nada bicara sedikit parau,"Masih pantaskah kuminta simpati karena hati ini terluka olehnya? Semua ini salahku sendiri."
Qin Qian memeluknya lembut."Baiklah, anggap saja ini liburan singkat. Jangan pikirkan apapun..."
Kepala Mu Ying bersandar di bahu Qin Qian."Ya."
"Tapi dokumenmu semua ada di Guan Yumo. Bagaimana kau kembali ke New York?" Qin Qian tiba-tiba teringat.
Dengan mata terpejam, Mu Ying menjawab tenang,"Grup Mu berinvestasi di penerbangan. Pesawat bisnis rute Paris-New York itu milik kami. Mereka pasti mengenaliku. Aku bisa langsung naik pesawat itu dari bandara."
Qin Qian juga teringat, kesal menepuk dahinya sendiri. "Kenapa aku tidak terpikir... Benar, Grup Mu memang punya pesawat bisnis langsung ke New York, mereka pasti mengenalmu."
……
Sore harinya Mu Ying pergi ke bandara. Dia tidak membawa apa-apa kecuali tas biasa milik Qin Qian yang berisi uang tunai darurat pemberian Qin Qian.
Manajer terus gagal menghubunginya karena ponselnya tertinggal di apartemen Guan Yumo, akhirnya menelepon Qin Qian.
Dia tidak tahu bagaimana Qin Qian meyakinkan manajernya, tapi akhirnya cutinya disetujui.
Berkat wajahnya dan tutur bahasa, staf pesawat perusahaan tidak meragukan identitasnya. Mereka menyambut hangat, mengira kedatangannya tiba-tiba adalah ujian kualitas staf.
Setelah delapan jam lebih terbang, dia mendarat lancar di New York.
Saat naik taksi ke kediaman keluarga Mu, wajahnya tidak menunjukkan kepedihan. Dia hanya bilang Guan Yumo ada urusan bisnis di New York, jadi dia sekalian pulang.
Seluruh keluarga Mu tak menduga pertengkaran mereka. Bahkan Kakek Kedua yang licik tidak curiga, mengingat mereka baru saja pergi.
Kakek Kedua tersenyum puas, "Akhirnya kau ingat mengunjungi kakek tua ini. Kukira cucu tak punya hati ini cuma memikirkan orang lain..."
Dia tertawa lembut, memeluk lengan Kakek Kedua sambil merajuk, "Bagaimana mungkin? Setiap kali aku pergi dari kediaman keluarga Mu, yang paling kurindukan adalah Kakek Kedua..."
"Jangan manis-manis mulut. Kalau benar-benar merindukan Kakek Kedua, tinggallah lebih lama di rumah. Biarkan orang lain pergi dulu juga tidak apa." Kakek Kedua berpura-pura kesal.
Bibi An tak tahan tertawa di samping, "Jangan biarkan Tuan Guan pergi dulu. Suruh dia menyelesaikan urusannya lalu kembali ke rumah untuk tinggal beberapa hari..."
Kakek Kedua melotot ke Bibi An, tapi tidak berkata apa-apa.
Dia membelai dada Kakek Kedua dengan manis, "Aku tidak akan bawa orang itu untuk membuat Kakek Kedua kesal. Beberapa hari ini aku akan belajar main catur dari Kakek Kedua, memenuhi kewajiban cucu perempuan..."
……
Awalnya dia mengira bisa tinggal lebih lama di kediaman keluarga Mu, membiarkan kepedihan di relung hati diredam kehangatan keluarga. Tapi siapa sangka, kakaknya Chi Yifeng merasakan keanehan kepulangannya kali ini - mungkin karena dia menggunakan pesawat bisnis keluarga yang ketahuan oleh kakaknya.
Malam itu, setelah baru saja selesai bermain catur dengan Kakek Kedua, kakaknya Chi Yifeng memanggilnya ke ruang kerja.
Dia tahu tidak bisa menyembunyikan apapun dari kakaknya, tapi malu mengaku hatinya terluka oleh Guan Yumo. Akhirnya dia menjelaskan hanya terjadi pertengkaran besar dengan Guan Yumo, dan akan kembali ke New York setelah tinggal dua hari lagi di rumah.
Aktingnya memang selalu bagus. Kakaknya percaya, tapi menanyai kenapa dia bisa bertengkar hebat dengan Guan Yumo.
Terpaksa dia mengarang alasan soal anak—dia tak mau punya anak, masih ingin menikmati dunia berdua dengan Guan Yumo beberapa tahun lagi. Tapi Guan Yumo ingin punya anak, bilang usianya sudah tidak muda lagi. Karena perbedaan pendapat, terjadilah pertengkaran sengit ini.
Mendengar itu, dari sudut pandangnya, sang kakak berusaha menengahi, "Xiao Ying, sebenarnya kamu masih muda. Punya anak lebih telat tidak masalah. Sejujurnya, kakak juga tidak mau kamu buru-buru punya anak. Soalnya kakak masih belum percaya pada Guan Yumo. Kalau tidak ada anak, jika suatu hari Guan Yumo tidak menghargaimu, kamu masih bisa menarik diri. Tapi kalau sudah punya anak, urusannya tidak akan sesederhana ini..."
Dengan pura-pura serius, dia seolah merenungkan nasihat kakaknya. Padahal di kepalanya terus berdoa supaya sang kakak tidak bertanya lebih lanjut. Dengan begitu dia tidak akan ketahuan, karena aktingnya hanya bisa menipu kakaknya sesaat...
Syukurlah, sepertinya Tuhan mendengar doanya. Sang kakak tidak melanjutkan pertanyaan, hanya memeluk bahunya dan berbisik lembut, "Dua orang yang hidup bersama pasti ada pertengkaran. Tunggu beberapa hari sampai emosi kalian mereda. Kalian harus saling memahami..."
Saat melihat tatapan penuh kasihan dari kandungnya sendiri, barulah dia sadar: Keluarga adalah yang paling tulus menyayanginya di dunia ini. Seberapapun kekanakannya, keluarga akan selalu merangkul dan menyayanginya tanpa syarat.
Jadi, saat itu, dia memeluk kakaknya sendiri, erat-erat memeluk, sebelumnya dia hanya akan memberikan pelukan seperti ini kepada Guan Yumo.
Dia menyandarkan diri di dada kakaknya, menikmati kasih sayang dan perlindungan sang kakak, tapi perasaan tersakiti dan sedih juga naik bersamaan, membuat matanya berkaca-kaca.
Melihat keadaannya, sang kakak bergurau, "Masih seperti anak kecil suka nangis... Ingat, kapanpun, keluarga adalah dukunganmu, pelabuhan yang selalu bisa kauandalkan."
Dia mati-matian menahan sekatan di leher, menghindari agar kakak tidak menyadari reaksinya yang berlebihan, menjaga kecepatan bicara tetap stabil, "Kak, kau juga harus mencari seseorang yang bisa kausayangi, karena kau benar-benar pandai menyayangi..."
Sang kakak penuh kasihan mengusap kepalanya. "Urusanku belum perlu kau repotkan..."
